“(Al-Qur’an) itu adalah penerang bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Ali Imran [3] : 138)
ASBABUN NUZUL
A.
Pengantar Awal
Definisi Asbabun Nuzul adalah suatu hal yang karenanya
Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status (hukum)-nya pada masa hal itu
terjadi baik berupa peristiwa maupun pertanyaan. Ihwal turunnya ayat Al-Qur’an
terbagi atas dua bagian yaitu (1) diturunkan tanpa sebab atau pertanyaan
sebelumnya & (2) diturunkan setelah adanya kasus (sebab) ataupun pertanyaan.
Oleh karena itu tidak semua ayat Qur’an mempunyai Asbabun Nuzulnya. Tidak
termasuk Asbabun Nuzul berita-berita tentang generasi terdahulu &
peristiwa-peristiwa masa lalu, seperti kisah serangan tentara gajah sebagai
Asbabun Nuzul surah Al-Fiil, kisah Kaum Nuh, Kaum ‘Ad, Kaum Tsamud &
lain-lain.
Para ulama menaruh perhatian yang sangat besar dalam
pengetahuan Asbabun Nuzul. Ulama yang terkenal dibidang ini adalah Ali bin
Madini (guru Imam Bukhari), Al-Wahidi, Al-Ja’bari, Syaikhul
Islam Ibnu Hajar & As-Suyuthi. As-Suyuthi dalam Al-Itqan
jilid 1 hal 28 berkata, “Dalam hal ini, aku telah mengarang satu kitab
lengkap, singkat & sangat baik serta dalam bidang ilmu ini belum ada satu
kitab pun dapat menyamainya. Kitab itu aku namakan Lubabul Manaqul fi Asbabin
Nuzul.” [1]
Pedoman dasar ulama mengetahui Asbabun Nuzul adalah
riwayat shahih dari Rasul SAW atau shahabat ra. Karena pemberitahuan shahabat
mengenai hal ini (bila jelas) maka hal itu mempunyai hukum marfu’.
As-Suyuthi berpendapat dalam Al-Itqan jilid 1 hal 31 bahwa bila
ucapan seorang tabi’in secara jelas menunjukkan Asbabun Nuzul, maka ucapan itu
dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada
tabi’in itu benar & ia termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil
ilmunya dari shahabat, seperti Mujahid, ‘Ikrimah & Sa’id
bin Jubair serta didukung oleh hadits mursal yang lain.[2]
B. Manfaat
Mempelajarinya
Mengetahui Asbabun Nuzul
dari ayat Qur’an adalah perkara yang penting. Al-Wahidi berpendapat bahwa
menafsirkan ayat tanpa bertitik tolak pada sejarah & penjelasan turunnya
tidaklah mungkin. Ibnu Daqiqil ‘Ied berpendapat bahwa keterangan tentang
Asbabun Nuzul merupakan salah satu jalan yang tepat dalam memahami Al-Qur’an.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa ilmu Asbabun Nuzul akan membantu dalam
memahami ayat, karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu
akibat.
Adapun manfaat mempelajari
Asbabun Nuzul adalah :
1. Mengetahui hikmah
diundangkannya suatu hukum & perhatian syara’ terhadap kepentingan
umum.
2. Mengkhususkan hukum yang
diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk
umum. Ini bagi mereka yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab
yang khusus bukan lafal yang umum. Masalah ini merupakan masalah khilafiyah yang
akan saya jelaskan kemudian.
3. Memberi pengkhususan lafal
umum (yang terdapat dalil yang mengkhususkan) hanya terhadap yang selain bentuk
sebab. Dan bentuk sebab itu tidak dapat dikeluarkan, karena masuknya sebab ke
dalam lafal yang umum itu bersifat qaht’i (pasti). Contohnya :
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang
yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat
zina), mereka kena la`nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang
besar.”
(QS. An-Nuur [24] : 23)
Ayat ini turun berkenaan
dengan Aisyah ra secara khusus[3]
atau para isteri Nabi SAW. Namun juga berlaku umum untuk semua mukminah. Tetapi
Allah SWT tidak menerima tobat orang yang menuduh zina Aisyah atau para isteri
Nabi SAW & menerima tobat jika yang dituduh adalah mukminah selain mereka.[4]
Hal ini mengingat masuknya sebab (orang menuduh Aisyah & isteri-isteri nabi
SAW) kedalam cakupan makna lafal yang umum itu bersifat
qath’i.
4. Merupakan cara terbaik untuk
memahami makna Al-Qur’an & menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam
ayat-ayatnya. Contohnya :
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ
يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ
الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Janganlah sekali-kali kamu
menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan
dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan
janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa
yang pedih.” (QS. Ali Imran [3] :
188)
Marwan bin Al-Hakam
kesulitan memahami ayat ini, sehingga Ibn Abbas menjelaskan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan ahli kitab yang menyembunyikan persoalan dari Rasul SAW. Dengan
cara itu mereka mengharap dipuji & mereka bergembira telah berbuat seperti
itu.[5]
Contoh lainnya, Firman Allah SWT :
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ
الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا
...
“Sesungguhnya Shafaa &
Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji
ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i
antara keduanya….” (QS. Al-Baqarah [2] :
158)
Ada yang berpendapat
sa’i itu mubah dengan ayat ini. Namun Aisyah ra menjelaskan bahwa
sa’i itu suatu kewajiban dengan cara menceritakan asbabun nuzul ayat ini
yang berkenaan dengan kebiasaan jahiliyyah orang Anshar.[6]
5. Mengetahui kepada siapa ayat
itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena
dorongan rasa permusuhan & perselisihan. Contohnya :
وَالَّذِي قَالَ
لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ
الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ ءَامِنْ إِنَّ
وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ
الْأَوَّلِينَ
“Dan orang yang berkata
kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya
memperingatkankepadaku bahwa aku akan
dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua
ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, "Celaka
kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". Lalu dia berkata: "Ini
tidak lain hanyalah dongengan orang-orang yang dahulu belaka". (QS. Al-Ahqaf [46] :
17)
Karena
marah kepada Abdurrahman bin Abu Bakar, Marwan mengatakan bahwa ayat ini turun
mengenai Abdurrahman. Namun Aisyah ra membantahnya & mengatakan, “Marwan
telah berdusta. Demi Allah, maksud ayat itu tidaklah demikian.”[7]
C. Lafal & Sebab
Ayat
Pembahasan ini dibagi
menjadi dua yaitu :
1. Apabila yang diturunkan
sesuai dengan sebab secara umum, atau sesuai dengan sebab secara khusus, maka
yang umum diterapkan pada keumumannya & yang khusus pada
kekhususannya.
Contoh
pertama
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا
تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
“Mereka bertanya kepadamu
tentang haidh. Katakanlah : "Haidh itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; & janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat & menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.”
(QS.
Al-Baqarah [2] : 222)
Anas berkata : Bila isteri
orang-orang Yahudi haid, mereka dikeluarkan dari rumah. Tidak diberi makan &
minum. Dan didalam rumah tidak boleh bersama-sama. Lalu ditanyakan tentang hal
ini kepada Rasulullah SAW, maka Allah SWT menurunkan Al-Baqarah [2] : 222.
Kemudian sabda Rasul SAW :
“Bersama-samalah dengan
mereka di rumah & perbuatlah segala sesuatu kecuali menggaulinya.”
(HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu
Majah & yang lainnya)[8]
Contoh kedua
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى(17)الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ
يَتَزَكَّى(18)وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى(19)إِلَّا ابْتِغَاءَ
وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى(20)وَلَسَوْفَ
يَرْضَى
“Dan kelak akan dijauhkan
orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan
Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu
ni'mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar
mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail [92] :
17-21)
Kata
al-atqa menunjukkan tasrif berbentuk af’al untuk menunjukkan arti
superlative, tafdil yang disertai al-‘adiyah, sehingga ia
dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat itu turun. Menurut Al-Wahidi,
“Al-Atqa adalah Abu Bakar As-Siddiq, menurut pendapat para ahli tafsir.”
Menurut ‘Urwah, “Abu Bakar telah memerdekakan 7 (tujuh) orang budak
yang disiksa karena membela agama Allah, untuk itu turunlah ayat ini.”[9]
‘Amir bin Abdullah bin Zubair, menambahkan, “Maka berkenaan dengan Abu
Bakar, turunlah ayat ini.”[10]
2. Jika sebab itu khusus sedang
ayat yang turun berbentuk umum. Ada dua pendapat :
- Menurut Jumhur Ulama, yang menjadi pegangan adalah lafal yang umum bukan sebab yang khusus. Contohnya :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ
إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ
لَمِنَ الصَّادِقِينَ(6)وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ
مِنَ الْكَاذِبِينَ(7)وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ
شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ(8)وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ
اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan orang-orang yang
menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi
selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah
dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalahtermasuk orang-orang yang
benar. Dan (sumpah) yang kelima : bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk
orang-orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya
empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk
orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima : bahwa la`nat Allah atasnya
jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. An-Nuur [24] :
6-9)
Hukum yang diambil dari
lafal umum ini tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula pada
kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Dan inilah kiranya pendapat
yang lebih tepat.
b. Segolongan ulama
berpendapat, yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafal yang
umum. Karena lafal yang umum itu menunjukkan bentuk sebab yang khusus. Untuk
dapat diberlakukan kepada kasus selain sebab, diperlukan dalil lain seperti
qias.
D. Redaksi Sebab
Nuzul
Cara menilai redaksi asbabun
nuzul yang bersumber dari riwayat yang shahih adalah :
1. Redaksi yang menunjukkan
dengan jelas sebab nuzul
Berupa pernyataan tegas
seperti perawi mengatakan sebab nuzul ayat ini adalah begini atau
menggunakan fa ta’qibiyah (kira-kira seperti “maka” yang
menunjukkan urutan peristiwa) yang dirangkaikan dengan kata “turunlah
ayat”, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Misalnya ia
mengatakan حَدَّثَ كَذَا (Telah terjadi peristiwa
begini) atau سُءِلَ رَسُولُ صلعم عَن كَذَا فَنَزَلَت الآيَةُ (Rasulullah SAW ditanya
tentang hal begini, maka turunlah ayat ini).
2. Redaksi yang boleh jadi
menerangkan sebab nuzul atau sekadar menjelaskan kandungan hukum ayat
Perawi tidak memastikan sebab nuzul. Hal ini bila
perawi mengatakan : (1) نَزَلَت هاَذِهِ الآيَةُ فِي كَذَا (ayat ini turun
mengenai urusan ini), (2) أَحسِبُ هَاذِهِ الآيَةَ نَزَلَت فِي كَذَا (aku mengira
ayat ini turun mengenai soal ini), (3) أَحسِبُ هَاذِهِ الآيَةَ نَزَلَت إِلاَّ فِي كَذَامَا(aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai
hal yang begini).
Ulama
belum sepakat untuk redaksi pertama (ayat ini turun mengenai urusan
ini). Imam Bukhari memasukkannya sebagai
hadits musnad[11]
sedang yang lain tidak. Imam
Zarkasyi
memasukkan redaksi tersebut sebagai kandungan hukum bukannya sebab nuzul.
Ibnu
Taimiyah
mengatakan bahwa redaksi itu terkadang menyatakan sebab turun dan terkadang pula
menyatakan kandungan hukum meskipun sebabnya tidak ada.[12]
E. Cara menentukan Asbabun
Nuzul
Abul Hasan Ali bin Ahmad
An-Nahwi Al-Mufassir (Al-Wahidi) mengatakan, “Tidak halal
berpendapat mengenai Asbabun Nuzul Kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat
atau mendengar langsung dari orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui
sebab-sebabnya & membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh
dalam mencarinya.” [13]
Adapun
cara menentukan Asbabun Nuzul adalah :
1. Apabila semuanya tidak tegas
dalam menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya untuk membawanya kepada atau
dipandang sebagai tafsir & kandungan ayat.
2. Apabila sebagian tidak tegas
& sebagian lain tegas, maka yang menjadi pegangan adalah yang tegas.
Contohnya :
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Isteri-isterimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak
akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang
beriman.”
(QS. Al-Baqarah [2] : 223)
Ibn Umar berkata,”Ayat
ini turun mengenai persoalan mendatangi isteri dari belakang.”[14]
Namun bentuk redaksi riwayat ini tidak tegas. Dalam riwayat lain yang tegas,
dari Jabir dikatakan,”Orang-orang Yahudi berkata : ’Apabila laki-laki
mendatangi isterinya dari belakang, maka anaknya nanti akan bermata juling.’
Maka turunlah ayat ini.”[15]
3. Apabila semuanya tegas, maka
riwayat yang shahih yang menjadi pegangan. Contohnya :
وَالضُّحَى(1)وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَى(2)مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى(3)وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ
الْأُولَى(4)وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
“Demi waktu matahari
sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu
lebih baik bagimu dari permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya
kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” (QS. Adl-Dluha [93] :
1-5)
Telah beberapa hari wahyu
tidak turun. Dalam satu riwayat dikatakan seorang wanita berkata bahwa setannya
Muhammad sudah meninggalkannya. Maka turunlah ayat ini.[16]
Dalam riwayat lain dikatakan tidak turunnya wahyu karena dibawah tempat tidur
Rasul SAW ada bangkai anak anjing. Setelah dibersihkan, baru turunlah ayat
ini.[17]
Dan yang diambil adalah riwayat pertama karena ia merupakan riwayat yang
shahih.
4. Apabila semuanya shahih,
maka dilakukan pentarjihan[18]
bila mungkin. Contohnya :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah : "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’ [17] :
85)
Diriwayatkan ayat ini turun
di Mekkah[19]
sedangkan riwayat lain dikatakan turun di Madinah.[20]
Namun karena diriwayat kedua ada Ibnu Mas’ud yang hadir & menyaksikan
kejadian itu. Maka yang diambil adalah riwayat kedua.
5. Apabila riwayat sama kuat
akan dipadukan. Contohnya :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan orang-orang yang
menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi
selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah
dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.”
(QS.
An-Nuur [24] : 6)
Pemaduan dilakukan antara
riwayat[21]
yang menyatakan ayat ini turun mengenai bin Umayyah dengan riwayat[22]
yang menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ‘Uwaimir.
6. Apabila riwayat tidak bisa
dipadukan akan dipandang sebagai Asbabun Nuzul yang berulang. Contohnya
:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ
صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ(126)وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا
بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا
يَمْكُرُونَ(127)إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ
مُحْسِنُونَ
“Dan jika kamu memberikan
balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan
kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik
bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu
itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap
(kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka
tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl [16] :
126-128)
Dikatakan ayat ini turun di
Mekkah sebelum hijrah kemudian turun lagi di Uhud kemudian turun lagi sewaktu
penaklukan Makkah.
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka
Jahannam.”
(QS. At-Taubah [9] : 113)
Dikatakan ayat ini turun karena
peristiwa Rasul SAW meminta ampunan untuk Abu Thalib yang sedang sekarat,[23]
kemudian juga turun karena kisah Ali kw yang mendengar seorang lelaki yang
meminta ampunan untuk kedua orangtuanya yang kafir,[24]
juga turun karena kisah Rasul SAW meminta ampunan untuk ibunya.[25]
As-Suyuthi mengatakan bahwa
kadang-kadang sebuah ayat diulang-ulang penurunannya untuk peringatan &
nasehat. Satu nash Al-Qur’an kadang-kadang turun dua kali untuk mengagungkan
urusannya & mengingatkan ketika terjadi sebabnya atau kekhawatiran
melupakannya. Hikmah diulangnya penurunan ini ialah karena timbulnya pertanyaan
atau kasus yang menuntut penurunan lagi ayat itu. Diulangnya penurunan ini
berkemungkinan juga karena ia termasuk huruf-huruf yang harus dibaca atas dua
bacaan atau lebih seperti Al-Fatihah.[26]
Ash-Shabuni juga berpendapat sama.[27]
Al-Qattan mengatakan bahwa pendapat
mengenai nuzul yang berulang itu tidak atau kurang memiliki nilai positif
mengingat hikmah berulang kalinya turun suatu ayat itu tidak begitu nampak
dengan jelas. Riwayat yang ada, masih dapat ditarjih. Misal pembahasan asbabun
nuzul yang berkenaan QS. At-Taubah (9) : 113, dimana riwayat dari Bukhari &
Muslim dapatlah dianggap paling kuat dibanding riwayat yang lain. Dan juga
asbabun nuzul dari akhir QS. An-Nahl yang mana riwayat-riwayatnya tidak sama
derajatnya jadi masih mungkin ditarjih. Mengambil riwayat yang paling kuat
adalah lebih baik dari pada menyatakannya sebagai asbabun nuzul yang berulang.[28]
F. Penurunan Ayat Lebih Dahulu
daripada Hukumnya
Mengenai hal ini ulama berbeda pendapat.
Az-Zarkasyi mengemukakan pembahasan penurunan ayat lebih dahulu daripada
hukumnya dalam Al-Burhan. Contoh yang diberikannnya tidaklah menunjukkan
bahwa ayat itu turun mengenai hukum tertentu, kemudian pengamalannya datang
sesudahnya. Tetapi menunjukkan bahwa ayat itu diturunkan dengan lafal
mujmal yang mengandung arti lebih dari satu kemudian penafsirannnya
dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut. Misalnya :
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى
“Sesungguhnya beruntunglah
orang yang membersihkan diri (dengan beriman)” (QS. Al-A’la [87]:
14)
Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan diisnadkan kepada Ibn
Umar, bahwa ayat itu turun berkenaan dengan zakat Ramadlan (fitrah), Kemudian
dengan isnad yang marfu’, Baihaqi meriwayatkan pula keterangan
yang sama. Sebagian dari mereka berkata, “Aku tidak mengerti maksud
penakwilan yang seperti ini, sebab surah ini Makkiyah, sedang di Mekah belum ada
Idul Fitri & zakat.”
As-Suyuthi mengemukakan contoh nuzul
yang mendahului hukum :
لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ(1) وَأَنْتَ حِلٌّ بِهَذَا
الْبَلَدِ
“Aku benar-benar bersumpah
dengan kota ini (Makkah) & kamu (Muhammad) menduduki kota (Makkah)
ini.”
(Al-Balad [90] : 1-2)
Ayat ini Makkiyah
padahal Rasul SAW menduduki Mekah adalah setelah Hijrah.
Abu Muhammad Al-Hasan bin
Mas’ud bin Muhammad Al-Bagawi mengatakan bahwa nuzul itu
boleh saja mendahului hukumnya seperti Firman Allah SWT :
سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ
“Golongan itu pasti akan dikalahkan
& akan mundur kebelakang.” (QS. Al-Qamar [54] : 45)
Surah
ini Makkiyah. Umar ra berkata, “Aku tidak mengerti golongan mana yang
akan dikalahkan itu. Namun ketika terjadi Perang Badar, aku melihat Rasulullah
SAW berkata : Golongan itu pasti akan dikalahkan & akan mundur ke
belakang.”
Al-Qattan mengatakan bahwa bentuk
redaksi sebab nuzul itu mungkin menunjukkkan sebab & mungkin menunjukkan
hukum-hukum yang dikandung oleh ayat. Dan ayat-ayat yang disebutkan diatas itu
bersifat mujmal, mengandung lebih dari satu makna atau dengan bentuk
bahasa pemberitahuan tentang apa yang akan terjadi dimasa mendatang.[29]
G. Korelasi Antar Ayat &
Surah
Korelasi atau munasabah
dalam pengertian bahasa berarti kedekatan. Az-Zarkasyi mengatakan
manfaatnya ialah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan yang lainnya
sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh & bersesuaian
bagian-bagiannya. Pengetahuan masalah ini tidak bersifat tauqifi, tetapi
ijtihadi. Berikut beberapa contoh munasabah :
1. Munasabah antar ayat.
Contohnya :
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى
الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ(17)وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ(18)وَإِلَى
الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ(19)وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
"Maka apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?")QS. Al-Ghasyiyah [88] :
17-20(
Penggabungan antara unta,
langit & gunung ini karena memperhatikan kebiasaan & adat orang-orang
yang hidup dipadang pasir. Dimana mereka sangat membutuhkan unta, mereka selalu
menatap langit menanti hujan, menjadikan gunung tempat berlindung dan hamparan
padang rumput tempat gembalaan.
2. Munasabah antar surah,
terdiri atas :
a. Pada akhir dan awal surah
yang berbeda. Contohnya :
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(118)قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ(119)لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman : "Ini adalah suatu hari yangbermanfa`at bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka & merekapun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar". Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit & bumi, & apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu(QS. Al-Ma’idah [5] : 118-120)
dengan
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
Segala puji bagi Allah Yang
telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun
orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka
(QS.
Al-An’am [6] : 1)
Contoh
selanjutnya :
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
Maka bertasbihlah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar (QS. Al-Waqi’ah [56] :
96)
dengan
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Hadid [57] : 1)
b. Awal & akhir surah yang
sama. Contohnya :
فَالْتَقَطَهُ ءَالُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ
“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir`aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir`aun & Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.” (QS. Al-Qasas [28] : 8)
dengan
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ(85)وَمَا كُنْتَ تَرْجُو أَنْ يُلْقَى إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلَّا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ ظَهِيرًا لِلْكَافِرِينَ
“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah : "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk & orang yang dalam kesesatan yang nyata". Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.” (Al-Qasas [28] : 85-86)
c. Antar surah secara
keseluruhan. Contohnya :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ(1)أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ(2)وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ(3)تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ(4)فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka`bah) itu sia-sia?, Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. Al-Fil [105]: 1-5)
dengan
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ(1)إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ(2)فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ(3)الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَءَامَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka`bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Al-Quraisy [106]: 1-4)
H. Beberapa Hal
Menarik
1. Banyaknya nuzul dengan satu
sebab yaitu banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu. Contoh
turunnya QS. Ali Imran [3] : 195, Al-Ahzab [33] : 35 & An-Nisa’ [4] : 32
dengan sebab pertanyaan dari Ummu Salamah mengenai perempuan dalam
Islam.
2. Beberapa ayat yang turun
mengenai satu orang. Contohnya QS. Luqman [31] : 15, QS. Al-Anfal [8] : 1,
Al-Baqarah [2] : 180 & ayat yang melarang minum khamar, yang semuanya turun
berhubungan dengan Sa’ad bin Abi Waqqas. Ada juga ayat-ayat yang turun
mengenai Abu Bakar ra, Umar ra & yang lainnya. Dalam Tarikh
Khulafa’ terdapat lebih dari 10 ayat[30]
yang turun mengenai Abu Bakar.[31]
Dan terdapat 21 ayat[32]
yang turun mengenai Umar ra.[33]
3. Yang diturunkan secara
terpisah & sekaligus. Adapun sebagian besar surah Qur’an turun terpisah.
Yang turun sekaligus adalah Al-An’am[34],
Al-Fatihah, Al-Ikhlash & Al-Falaq.
4. Yang pernah diturunkan
kepada beberapa nabi & yang belum pernah diturunkan sebelum Nabi SAW. QS.
Al-A’la dikatakan terdapat pada shuhuf Ibrahim & Musa[35].
Surah yang belum pernah diturunkan sebelumnya[36]
adalah Al-Fatihah[37],
dua ayat terakhir Al-Baqarah[38]
& Al-Baqarah [2] : 225[39]
˜™
[1]Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 106-107.
[2]Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 108.
[3]Berdasarkan riwayat Ibn Hatim & Ibn Mardawaih, dan
dishahihkan oleh Hakim.
[4] Diriwayatkan oleh Sai’d bin Mansur, Ibn Jarir & Ibn
Mardawaih dari Ibn Abbas.
[5] HR. Bukhari & Muslim.
[6]Lihatpenjelasan lengkap dalam Tafsir Ayat-ayat Hukum
dalam Al-Qur’an 1 hal 254-263.
[7]HR. ‘Abd bin Humaid, Nasa’i, Ibnul Munzir, Hakim &
dishahihkan oleh Ibn Mardawaih dari
Muhammad bin Ziyad. Dalam hadits Bukhari dariYusuf bin Mahik, Aisyah
berkata, “Allah tidak pernah menurunkan sesuatu ayat Qur’an mengenai kasus
seseorang diantara kami kecuali ayat yang melepaskan aku dari tuduhan berbuat
jahat.”
[8]Lihat penjelasan dalam Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam
Al-Qur’an 1 hal 522-526.
[9] HR. Ibnu Abi Hatim.
[10]HR. Hakim, dan
disahihkannya pula.
[11] Yang dimaksud dengan isnad atau hadits musnad di sini
adalah bahwa ia disandarkan kepada Rasulullah SAW, yakni statusnya sama dengan
hadits marfu’, sekalipun ia ucapan shahabat. Sebab dalam hal seperti ini
tidak ada tempat untuk ijtihad.
[12]Lihat pembahasan dalam Pengantar Studi Al-Qur’an
hal 46-47 dan Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 122-123.
[13] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
107.
[14] HR. Bukhari.
[15]HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn
Majah.
[16] HR. Bukhari & Muslim.
[17]HR. Tabari & Ibn Abi Syaibah.
[18] Menurut Muhammad Wafaa, tarjih adalah pengutamaan
(mendahulukannya) seorang mujtahid terhadap salah satu dari dua dalil yang
saling bertentangan berdasarkan sesuatu yang dapat mengunggulkannya agar dapat
dalil tersebut diamalkan. (Metode Tarjih hal 186). Dasar pentarjihan
hadits adalah (1) Keadaan rawi, (2) Usia rawi, (3) Tata cara periwayatan, (4)
Waktu periwayatan, (5) Redaksi hadits, (6) Kandungan hukum & (7) Unsur-unsur
eksternal. (Idem hal 197-276)
[19] HR. Tirmidzi dari Ibn Abbas.
[20] HR. Bukhari dari Ibn Mas’ud.
[21] HR. Bukhari, Tirmidzi & Ibn Majah dari Ibn
Abbas.
[22] HR. Bukhari & Muslim dari Sahl bin
Sa’d.
[23] HR. Bukhari & Muslim dari
Al-Musayyab.
[24] HR. Tirmidzi dari Ali kw.
[25]HR. Hakim dari
Ibn Mas’ud.
[26] Apa Itu Al-Qur’an hal 69-70.
[27]Pengantar Studi Al-Qur’an hal 52.
[28]Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 131.
[29] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
134-135.
[30] Diantaranya adalah QS.At-Taubah [9] : 40, Al-Lail [92] :
4-5, Al-Lail [92] : 17-21, Ali Imran [3] : 159, Az-Zumar [39] : 33, Ar-Rahman
[55] : 46, At-Tahrim [66] : 4, Al-Hijr [15] : 47, Al-Ahqaf [46] :
15-16.
[31]Tarikh Khulafa’
hal 50-53.
[32] Diantaranya adalah QS. Al-Baqarah [2] : 98, 125, 187,
219, Al-Mukminun [23] : 14, At-Taubah [9] : 84, An-Nisa’ [4] : 43, 65,
Al-Munafiquun [63] : 6, Al-Anfaal [8] : 5, An-Nuur [24] : 16 &
lainnya.
[33]Tarikh Khulafa’
hal 137-143.
[34] Dalam suatu riwayat, Ibn Abbas mengatakan bahwa surah
ini diturunkan sekaligus di Mekkah kecuali ayat 151-153.
[35] HR. Hakim.
[36] Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dan
Nasa’i meriwayatkan dalam sunannya dari Ibn Abbas, dia berkata, “Suatu
ketika Rasulullah SAW (sedang duduk) & disisinya ada Jibril. Tiba-tiba
Jibril mendengar suara dari atas. Maka dia mengarahkan pandangannya ke langit,
lalu berkata, “Inilah pintu langit dibukakan, padahal sebelumnya tidak
pernah.” Ibn Abbas berkata, “Dari pintu itu turun Malaikat. Dia menemui Nabi
SAW seraya berkata, “Gembirakanlah (umatmu) dengan dua cahaya. Sungguh
keduanya diberikan kepadamu & tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun
sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab & beberapa ayat terakhir surah
Al-Baqarah.” (Tafsir Ibnu Katsir dalam pembahasan keutamaan surah
Al-Fatihah)
[37] HR. Baihaqi.
[38] HR. Hakim.
1 komentar
terimakasih atas sharenya, sangat bermanfaat. saya jadi terinspirasi untuk ikut menghdupkan al Qur'an di dunia maya.
BalasHapushttp://asbabunnuzulquran.blogspot.com/2014/06/asbabunnuzul-qs-ali-imran-3-63.html