Dalil Tentang Terpeliharanya Keaslian Qur’an dan Hadits, Sejak Zaman Nabi Hingga Akhir Zaman
- 14.31
- By faridan
- 0 Comments
Asas agama kita yang
hanif (lurus/benar) adalah Al-Qur’anul Karim dan sunnah /hadits Nabi Al-Amin
(Shalallahu alahi wassalam). Al-Qur’an adalah kitab yang terpelihara dari sisi
Allah Subhanahu wata’ala yang Mahatinggi dan Agung. Al-Qur’an dihafal dalam
dada dan tertulis dalam tulisan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr:
9)
Adapun sunnah (hadits
Rasulullah Shalallahu alahi wassalam), keberadaannya, sebagaimana yang
dikatakan oleh al-Imam al-Baihaqi, berkedudukan sebagai penjelas yang berasal
dari Allah Subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:
“Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)
Oleh karena itu,
sunnah secara keseluruhan terpelihara dengan pemeliharaan-Nya, karena ia
termasuk peringatan (zikir) dari peringatan (Al-Qur’an). (Tahqiq Al-Ba’its
al-Hatsits, 1/7)
Al-Qur’an
Selalu Terpelihara Lafadz dan Maknanya
“Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
Dalam ayat yang mulia
ini Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa Dia-lah yang menurunkan
Al-Qur’an dan memeliharanya dari penambahan, pengurangan, maupun
pengubahan (Asy-Syinqithi t, 2/225)
Allah Subhanahu
wata’ala memelihara Al-Qur’an dari upaya setan yang ingin menambahkan kebatilan
ke dalamnya dan mengurangi kebenarannya, sehingga Al-Qur’an tetap terpelihara
(Al-Qurthubi t (10/5) berdasarkan ucapan Qatadah dan Tsabit al-Bunani)
Al-Qur’an terpelihara
saat diturunkan maupun setelahnya. Saat diturunkan, Allah Subhanahu wata’ala
memeliharanya dari upaya setan yang ingin mencuri-curi beritanya. Adapun
setelah diturunkan, Allah Subhanahu wata’ala menyimpannya di hati Rasulullah
Shalallahu alahi wassalam, kemudian di hati umatnya. Allah Subhanahu wata’ala
menjaga lafadz-lafadznya dari perubahan, baik penambahan maupun pengurangan.
Allah Subhanahu wata’ala juga menjaga makna-maknanya dari perubahan dan
penggantian. Tidak seorang pun yang berusaha memalingkan salah satu makna pada
Al-Qur’an, melainkan Allah Subhanahu wata’ala pasti mendatangkan orang yang
akan menjelaskan kebenaran yang nyata. Ini merupakan salah satu tanda keagungan
ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala dan kenikmatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya
yang mukmin. Di antara bentuk pemeliharaan Allah Subhanahu wata’ala terhadap
Al-Qur’an juga adalah Dia (Subhanahu wata’ala) memelihara ahlul Qur’an dari
musuh-musuh mereka. Allah Subhanahu wata’ala menyelamatkan mereka dari gangguan
musuh. (asy-Syaikh as-Sa’di , )
Ayat lain yang semakna
di antaranya firman Allah Subhanahu wata’ala:“Yang tidak datang kepadanya
(Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya.”(Fushshilat:
42)
Juga firman Allah
Subhanahu wata’ala:
“Janganlah kamu
gerakkan lidahmu (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka itulah bacaannya
itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.” (Al-Qiyamah: 16—19)
Al-Imam Al-Baidhawi (3/362) mengatakan, “Pada ayat ini terdapat bantahan terhadap sikap orang-orang
kafir yang senantiasa mengingkari dan memperolok-olok Al-Qur’an. Oleh karena
itu, Allah Subhanahu wata’ala menguatkannya (Al-Qur’an) dengan firman-Nya: “Dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Maksudnya,
memeliharanya dari penyimpangan, baik huruf maupun makna, dan penambahan maupun
pengurangan. Allah Subhanahu wata’ala menjadikan Al-Qur’an sebagai suatu
keajaiban (mukjizat), guna membedakan apa yang tertera padanya dengan ucapan
manusia.”
“Dan sesungguhnya Kami
benar-benar
memeliharanya.”
Ath-Thabari (14/8)
berkata, “Allah Subhanahu wata’ala memelihara Al-Qur’an dari penambahan
kebatilan yang bukan bagian darinya, atau pengurangan hukum, batasan, dan
kewajiban yang seharusnya ada padanya.”
Hadits Nabi
Juga Terpelihara Sebagaimana Terpeliharanya Al-Qur’an
“Sunnah (hadits)
Rasulullah Shalallahu alahi wassalam dan Al-Qur’anul Karim berasal dari sumber
yang sama. Hilang (tersia-siakan)nya sebagian hadits—yang merupakan penjelas
bagi Al-Qur’an—adalah pendapat yang bertentangan dengan janji Allah Subhanahu
wata’ala untuk memeliharanya.” (Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali
hafizhahullah)
Dengan demikian,
sunnah Rasulullah Shalallahu alahi wassalam yang suci termasuk bagian dalam
janji Allah Subhanahu wata’ala yang benar, yaitu benar-benar terpelihara dan
terjamin. (Lihat An-Nukat ‘ala Kitab Ibni Shalah 1/9)
Asas agama kita yang
hanif adalah Al-Qur’anul Karim dan sunnah (hadits) Nabi Al-Amin. Al-Qur’an
adalah kitab yang terpelihara dari sisi Allah Subhanahu wata’ala yang
Mahatinggi dan Agung. Al-Qur’an dihafal dalam dada dan tertulis dalam tulisan.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
Adapun sunnah (hadits
Rasulullah Shalallahu alahi wassalam), keberadaannya, sebagaimana yang
dikatakan oleh al-Imam al-Baihaqi, berkedudukan sebagai penjelas yang berasal
dari Allah Subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:
“Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)
Oleh karena itu,
sunnah secara keseluruhan terpelihara dengan pemeliharaan-Nya, karena ia
termasuk peringatan (zikir) dari peringatan (Al-Qur’an). (Tahqiq Al-Ba’its
al-Hatsits, 1/7)
Upaya dan
Cara Umat Memelihara Al-Qur’an dan Hadits
Kaum muslimin sejak
generasi pertama sangat memerhatikan pemeliharaan sanad-sanad syariat mereka
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini tidak dilakukan oleh umat sebelum
munculnya Nabi Muhammad Shalallahu alahi wassalam.
Umat Rasulullah
Shalallahu alahi wassalam menghafal dan meriwayatkan Al-Qur’an dari Rasulullah
Shalallahu alahi wassalam secara mutawatir. Ayat demi ayat, kalimat demi
kalimat, huruf demi huruf, terpelihara dalam dada dan dikukuhkan dengan tulisan
pada mushaf (Al-Qur’an). Sampai-sampai mereka meriwayatkan berbagai sisi
pengucapannya berdasarkan dialek qabilah. Mereka juga meriwayatkan jalan
penulisan (bentuk huruf) dalam mushaf. Mereka menulis kitab yang panjang lagi
sempurna dalam hal ini. (Asy-Syaikh Ahmad Syakir )
Mereka juga menghafal
dari Nabi mereka, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, semua ucapan,
perbuatan, dan keadaan beliau. Beliau Shalallahu alahi wassalam adalah
penyampai (syariat) dari Rabbnya, penjelas syariat-Nya. Beliau Shalallahu alahi
wassalam diperintahkan untuk melaksanakan agama-Nya. Setiap ucapan dan keadaan
beliau adalah penjelas bagi Al-Qur’an. Beliau adalah seorang rasul yang ma’shum
dan menjadi suri teladan yang baik bagi umatnya. Allah Subhanahu wata’ala
menerangkan sifat Beliau Shalallahu alahi wassalam:
“Dan tiadalah yang
diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3—4).
Juga firman Allah
Subhanahu wata’ala:
“Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)
Juga firman Allah
Subhanahu wata’ala:
“Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi
kalian.” (Al-Ahzab: 21)
Abdullah bin ‘Amr bin
‘Ash menulis segala sesuatu yang dia dengarkan dari Rasulullah Shalallahu
alahi wassalam. Orang-orang Quraisy pun melarangnya. Akhirnya, Abdullah bin Amr
c mengadukan hal itu kepada Rasulullah Shalallahu alahi wassalam. Beliau
Shalallahu alahi wassalam pun bersabda, “Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, tidaklah terucap dariku kecuali semata-mata kebenaran.”2
Pada haji wada’,
Rasulullah Shalallahu alahi wassalam memerintahkan kaum muslimin secara umum
untuk menyampaikan dari Beliau Shalallahu alahi wassalam, sebagaimana sabda
beliau:
“Hendaknya yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena orang yang hadir bisa jadi dia
menyampaikan kepada orang lain, namun orang lain tersebut lebih memahami hadits
itu daripada dirinya.”
Demikian pula sabda
Beliau Shalallahu alahi wassalam:
“Hendaknya orang yang
hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena bisa jadi orang yang
disampaikan (hadits kepadanya) lebih memahami daripada orang yang mendengar
(hadits itu secara langsung).”4
Dari penjelasan ini,
kaum muslimin memahami bahwa mereka wajib memelihara segala sesuatu yang datang
dari Rasul mereka Shalallahu alahi wassalam. Mereka pun melakukannya serta
menunaikan amanah sesuai yang diminta. Mereka meriwayatkan hadits-hadits dari
Rasulullah Shalallahu alahi wassalam, baik secara mutawatir dari sisi lafadz
dan makna, atau dari sisi makna saja, atau secara masyhur dengan sanad-sanad
yang sahih (yang kukuh), yang diistilahkan oleh ulama ahli hadits dengan hadits
sahih atau hasan….” (Lihat Al-Ba’its Al-Hatsits, 1/70—71)
Sanad,
Kekhususan Umat Ini
Sanad merupakan kekhususan
yang mulia yang dimiliki umat ini. Kekhususan ini tidak diberikan kepada
umat-umat sebelumnya. Sanad termasuk bagian agama yang agung
kedudukannya. (catatan redaksi : Sanad adalah silsilah (rentetan) para
perawi yang menyambungkan kepada Matan. Dan Matan adalah perkataan yang
terdapat di akhir Sanad itu. Dengan bahasa lugasnya, Sanad adalah jalur
transmisi periwayatan hadits, sedangkan Matan adalah teks atau nash yang
terdapat di ujung Sanad itu. Wallahu a’lam.)
Dalam kitab Tarikh
Baghdad, al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanadnya, pada
biografi Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Amin al-Bukhari, sampai kepada
Abdan, salah seorang murid Abdullah bin al-Mubarak. Beliau t berkata, “Aku
mendengar Abdullah bin al-Mubarak berkata:
“Sanad itu menurutku
termasuk bagian agama. Kalau bukan karena sanad, semua orang bisa berkata apa
pun yang dia kehendaki’.”
Ucapan Al-Imam Ibnul
Mubarak ini termasuk kalimat yang terbaik dan terbagus untuk menunjukkan
kedudukan sanad dalam agama.
Al-Hakim Abu Abdillah
an-Naisaburi t mengatakan dalam kitabnya, Ma’rifat Ulumul Hadits, setelah
menyebutkan ucapan Abdullah bin al-Mubarak di atas, “Kalau bukan karena sanad,
upaya para ulama hadits mencarinya, dan ketekunan mereka menghafalnya, akan
hilanglah panji-panji Islam. Para pelaku kesyirikan dan kebid’ahan akan semakin
kokoh memalsukan hadits-hadits dan memutarbalikkan sanad, karena apabila
hadits-hadits Rasulullah Shalallahu alahi wassalam kosong dari sanad, jadilah
ia sebagai hadits yang terputus.”
Ketika menafsirkan
ayat:
“Dan sesungguhnya
Al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar dan bagi
kaummu.” (Az-Zukhruf: 44)
Al-Imam Malik t
berkata, “Maknanya adalah ucapan seorang rawi, ‘Ayahku telah menyampaikan
kepadaku dari kakekku’.”
Abdullah bin Mubarak
juga berkata, “Permisalan seseorang yang mencari urusan agamanya tanpa sanad
seperti orang yang memanjat atap tanpa tangga.”
Beliau t berkata juga,
“Pembeda antara kita dengan kaum itu adalah qawain.”
‘Qawain’ adalah sanad
sedangkan ‘kaum itu’ ialah ahlul bid’ah dan yang menyerupai mereka.
Sufyan ats-Tsauri t
mengatakan, “Sanad itu senjata orang mukmin. Apabila seorang mukmin tidak
memiliki senjata, dengan apa dia melawan musuh?”
Beliau t juga berkata,
“Sanad itu perhiasan bagi hadits. Barang siapa yang memerhatikannya, ia telah
beruntung. (lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, tahqiq Khalil Makmun Syiha
1/28—30)
Wallahu a’lam
bish-shawab.
1 Qatadah
berkata, “Kebatilan di sini adalah Iblis. Allah Subhanahu wata’ala yang
menurunkan Al-Qur’an dan kemudian memeliharanya, sehingga Iblis tidak mampu
menambahkan kebatilan dan mengurangi kebenaran darinya. (Lihat Tafsir Ad-Durrul
Mantsur 5/66)
2 HR. Al-Imam Ahmad
dalam Al-Musnad (2/162) dengan sanad yang sahih. Abu Dawud, Al-Hakim, dan yang
lainnya juga meriwayatkan yang semakna dengan hadits ini.
3 HR. Al-Imam
Al-Bukhari dan lainnya.
4 HR. Al-Imam
Al-Bukhari dan lainnya.
Sumber :
Ditulis berdasarkan
rujukan / kutipan dari tulisan yang berjudul “Terpeliharannya Hadits
Sebagaimana Al Qur’an” yang ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ubaidah
Syafruddin., Majalah AsySyariah Edisi 061
Untuk membaca
selengkapnya dari sumber rujukan dari artikel ini silahkan
klik http://asysyariah.com/hadits-terpelihara-sebagaimana-al-quran.html
0 komentar