Artikel berikut ini merupakan ringkasan dari kitab Mafaatiihu Li at-Ta’ammuli ma’al Qur’aan. Mudah-mudahan semakin menggugah semangat kita untuk mempelajari, memahami, menghafalkan, dan mengamalkan Al-Quran.
Memahami Al-Quran hukumnya adalah wajib berdasarkan ayat berikut:
" Maka mengapakah mereka tidak mau mentadabburi al-Qur'an? Apakah karena hati mereka terkunci mati? " (QS 47:24)
Ada beberapa tahapan agar kita mampu untuk memahami dan mampu berinteraksi dengan Al-Quran.
1.
Memperhatikan adab tilawah.
2.
Membaca satu surat, satu juz, atau satu ruku’ dengan pelan- pelan,
khusyu’, tadabbur dan penuh penghayatan. Tidak mementingkan
target dalam satu hari harus selesai satu surat, satu juz atau beberapa lembar.
3.
Memperhatikan dan merenungi satu
ayat, diperdalam untuk mendapatkan arti yang terkandung dalam ayat tersebut,
dengan cara dibaca dengan penuh perasaan dan penghayatan, mendengarkan dari
bacaan orang lain atau kaset dan dilakukan berulang_-ulang sampai mendapat arti
yang terkandung dalam ayat tersebut.
4.
Mempelajari secara rinci, susunan
kata, konteks kalimat, arti yang terkandung, sebab turunnya (asbabun nuzul),
i'rab sampai betul-betul memahami seluk-beluk ayat tersebut dan berbagai sudut
pandang.
5.
Memahami korelasi ayat dengan kondisi sekarang.
6.
Merujuk kepada yang dipahami oleh para salafus shalih terutama pemahaman
para shahabat. Hal ini dikarenakan mereka lebih ahli dibanding Profesor
Al-Quran terpintar saat ini pun, karena mereka mendapat petunjuk langsung dari
Rasulullah saw. Oleh karena itu, dari aspek kesopanan dan aspek ilmiah, kita
harus lebih mendahulukan pemahaman para shahabat. Hal ini untuk mencegah agar
Al-Quran tidak difahami sesuai dengan hawa nafsu kita.
7.
Mempelajari pendapat para ahli tafsir yang memiliki bobot ilmiah.
Wirid Harian Seorang Muslim dalam Membaca Al-Qur'an
Allah swt, menyukai amal shalih yang istimrar berkesinambungan walaupun sedikit dibanding banyak tetapi kurang memperhatikan aspek kontinyuitasnya. Seorang muslim hendaknya merancang wirid harian untuk berinteraksi dengan Al-Quran, sebagai berikut:
1.
Wirid tilawah, tidak kurang sehari
satu juz.
2.
Wirid hapalan menghapal 1 sampai tiga
ayat setiap hari.
3.
Wirid tadabbur, mentadabburi Al-Qur’an
1 sampai 3 ayat setiap hari.
Kunci-kunci untuk Dapat Memahami dan Berinteraksi dengan Al-Quran
1.
Memahami al-Quran sebagai kitab yang syamil mencakup seluruh urusan
kehidupan.
Al-Quran adalah kitab yang syamil, manhaj hidup yang sempurna, memiliki tabiat gerak yang hidup, membangun peradaban yang positif dan tetap berpengaruh sampai akhir zaman.
Sebagian orang terperangkap untuk memandang Al-Quran dan satu sisi saja, misalkan hanya memandang Al-Quran dan ilmu pengetahuannya saja, sejarahnya saja, bahasanya saja, ataupun Al-Quran hanya dijadikan jampi-jampi sebagai obat saja, dsb.
Kita tidak mengingkari bahwa semua hal itu dicakup oleh Al-Quran, bukan kita tidak mempelajari bagian-bagian itu semua tapi yang tidak boleh ialah hanya menghususkan diri kita pada satu sisi saja.
Ada sebagian ulama yang membahas Al-Quran dari sisi akhlaq, sisi ekonomi, sosiologi, tata bahasa dan lain-lain. Ini adalah usaha yang sangat berharga dan kita tidak bisa mengesampingkannya. Tapi hendaklah orang yang mempelajari Al-Quran memahami bahwa Al-Quran adalah satu kerangka yang menyeluruh, menyeluruh dalam tabi’atnya, peranannya, risalah, mu’jizat, ilmu, tema-temanya, manhaj, undang-undang dan _syari’atnya serta setiap perkara yang diisyaratkan dalam al-Qur’an.
Al-Quran adalah kitab yang syamil, manhaj hidup yang sempurna, memiliki tabiat gerak yang hidup, membangun peradaban yang positif dan tetap berpengaruh sampai akhir zaman.
Sebagian orang terperangkap untuk memandang Al-Quran dan satu sisi saja, misalkan hanya memandang Al-Quran dan ilmu pengetahuannya saja, sejarahnya saja, bahasanya saja, ataupun Al-Quran hanya dijadikan jampi-jampi sebagai obat saja, dsb.
Kita tidak mengingkari bahwa semua hal itu dicakup oleh Al-Quran, bukan kita tidak mempelajari bagian-bagian itu semua tapi yang tidak boleh ialah hanya menghususkan diri kita pada satu sisi saja.
Ada sebagian ulama yang membahas Al-Quran dari sisi akhlaq, sisi ekonomi, sosiologi, tata bahasa dan lain-lain. Ini adalah usaha yang sangat berharga dan kita tidak bisa mengesampingkannya. Tapi hendaklah orang yang mempelajari Al-Quran memahami bahwa Al-Quran adalah satu kerangka yang menyeluruh, menyeluruh dalam tabi’atnya, peranannya, risalah, mu’jizat, ilmu, tema-temanya, manhaj, undang-undang dan _syari’atnya serta setiap perkara yang diisyaratkan dalam al-Qur’an.
2.
Memfokuskan kepada tujuan utama Al-Quran.
Sebagian manusia menggunakan Al-Quran dengan tujuan sampingan, tujuan furu'iyah atau sama sekali tidak sesuai dengan tujuan Al-Quran diturunkan. Seperti Al-Quran dijadikan untuk perlombaan, Al-Quran dibaca untuk orang mati saja, Al-Quran hanya diambil barakahnya dengan dijadikan azimat, ruqa' dan tamimah. Al-Quran hanya dijadikan pajangan yang menghiasi rumah, mobil atau tempat-tempat lain.
Mereka tidak menggunakan Al-Quran untuk membukakan hati, jiwa, perasaan dan
akal, sehingga mereka hidup tidak sesuai dengan tuntunan Al-Quran dalam seluruh lapangan kehidupan, baik kehidupan pribadi, rumah tangga, masyarakat, pendidikan, ekonomi, yayasan-yayasan, negara dan sebagainya.
Tujuan utama Al-Quran berkisar pada empat perkara berikut ini:
Sebagian manusia menggunakan Al-Quran dengan tujuan sampingan, tujuan furu'iyah atau sama sekali tidak sesuai dengan tujuan Al-Quran diturunkan. Seperti Al-Quran dijadikan untuk perlombaan, Al-Quran dibaca untuk orang mati saja, Al-Quran hanya diambil barakahnya dengan dijadikan azimat, ruqa' dan tamimah. Al-Quran hanya dijadikan pajangan yang menghiasi rumah, mobil atau tempat-tempat lain.
Mereka tidak menggunakan Al-Quran untuk membukakan hati, jiwa, perasaan dan
akal, sehingga mereka hidup tidak sesuai dengan tuntunan Al-Quran dalam seluruh lapangan kehidupan, baik kehidupan pribadi, rumah tangga, masyarakat, pendidikan, ekonomi, yayasan-yayasan, negara dan sebagainya.
Tujuan utama Al-Quran berkisar pada empat perkara berikut ini:
·
Al-Quran sebagai petunjuk jalan yang lurus menuju Allah (Al-Isra: 9,
as-Syura: 52, al-Maidah: 15 – 16).
·
Membentuk kepribadian muslim yang
seimbang. Diantaranya
adalah:
1. Menanamkan iman yang kuat.
2. Membekali akal dengan ilmu pengetahuan.
3. Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan sumber-_sumber kebaikan yang ada di dunia.
4. Menetapkan undang-undang agar setiap muslim mampu memberikan sumbangsih dan kreatif untuk mencapai kemajuan.
1. Menanamkan iman yang kuat.
2. Membekali akal dengan ilmu pengetahuan.
3. Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan sumber-_sumber kebaikan yang ada di dunia.
4. Menetapkan undang-undang agar setiap muslim mampu memberikan sumbangsih dan kreatif untuk mencapai kemajuan.
·
Membentuk masyarakat muslim yang
betul-betul Qur'ani, yaitu masyarakat yang anggotanya terdiri dari orang-orang
yang merupakan penjelmaan Al-Quran dalam setiap gerak kehidupannya. Masyarakat
yang diasuh dan dibimbing dengan arahan Al-Quran, hidup di bawah naungannya,
dan berjalan di bawah cahayanya, seperti masyarakat sahabat (al-Anfal 24).
·
Membimbing umat dalam memerangi
kejahihiyyahan.
3.
Memperhatikan sisi harakah dalam
menegakkan dakwah, jihad dan hukum Islam, karena Al-Quran memiliki sifat
(waqi'iyah harakiyah):
·
Jidiyatul harakiyah.
·
Harakah dzatu marahil.
·
Harakah daibah walwail mutajaddidah.
·
Syari'at mengatur hubungan dengan
kelompok non muslim.
4.
Menjaga suasana pemikiran agar selalu
ada dalam bingkai topik permasalahan yang terkandung dalam ayat yang sedang
dibaca.
Ketika membaca Al-Quran diperbolehkan untuk memperdalam satu ayat dari sisi ilmu pengetahuan, dan sisi tata bahasa atau yang lainnya, tapi hendaknya, perasaan, pemikiran, penghayatannya dan perhatiannya tetap pada pokok pikiran ayat yang sedang dibaca.
Ketika membaca Al-Quran diperbolehkan untuk memperdalam satu ayat dari sisi ilmu pengetahuan, dan sisi tata bahasa atau yang lainnya, tapi hendaknya, perasaan, pemikiran, penghayatannya dan perhatiannya tetap pada pokok pikiran ayat yang sedang dibaca.
5.
Menjauhi bertele-tele yang bisa menghalangi cahaya Al-Qur'an.
Misalnya tenggelam dalam perbedaan pendapat tentang qiraat, i'rab, balaghah, asal kata, perbedaan-perbedaan masalah fiqih, mempertentangkan tokoh, tempat, tanggal kisah_-kisah yang diungkap dalam Al-Quran. Misalnya mempertentangkan asal kata Malaikat, berapa jumlah Ashabul Kahfi dan lain-lain.
Tapi itu semua bukan berarti tidak boleh dilakukan, boleh dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki spesialisasi dalam ilmu tafsir.
Misalnya tenggelam dalam perbedaan pendapat tentang qiraat, i'rab, balaghah, asal kata, perbedaan-perbedaan masalah fiqih, mempertentangkan tokoh, tempat, tanggal kisah_-kisah yang diungkap dalam Al-Quran. Misalnya mempertentangkan asal kata Malaikat, berapa jumlah Ashabul Kahfi dan lain-lain.
Tapi itu semua bukan berarti tidak boleh dilakukan, boleh dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki spesialisasi dalam ilmu tafsir.
6.
Menjauhi Israiliyyat (cerita-cerita palsu) dan menjauhi dari
mempermasalahkan ayat- Al-Quran dengan realita yang ada sekarang.
7.
Merasa bahwa ayat-ayat Al-Quran ditujukan kepada dirinya.
8.
Mempelajari Al-Quran dengan manhaj talaqqi yang benar (berhadap-hadapan
dengan guru yang sudah diverifikasi bacaannya, bahkan kalau bisa ada
silsilahnya sampai nyambung ke Rasulullah saw).
9.
Menjauhkan diri dari perbedaan-perbedaan pendapat para ahli tafsir.
10.
ayat yang mutasyabihat.
ayat yang mutasyabihat.
11.
Memasuki Al-Quran tanpa didahului oleh asumsi dan opini tertentu.
Hal ini untuk menghindarkan agar makna-makna Al-Quran tidak dipaksakan agar sesuai dengan asumsi yang telah dia pegang dan berusaha mencari-cari legitimasi atas pendapat yang ia pegang dan bukan mempelajari Al-Quran untuk meluruskan pemahaman dia.
Seperti yang dilakukan oleh para shahabat apabila mereka membaca Al-Quran mereka melepaskan seluruh keyakinan dan persepsi mereka yang mereka pegang ketika masa jahiliyyah.
Hal ini untuk menghindarkan agar makna-makna Al-Quran tidak dipaksakan agar sesuai dengan asumsi yang telah dia pegang dan berusaha mencari-cari legitimasi atas pendapat yang ia pegang dan bukan mempelajari Al-Quran untuk meluruskan pemahaman dia.
Seperti yang dilakukan oleh para shahabat apabila mereka membaca Al-Quran mereka melepaskan seluruh keyakinan dan persepsi mereka yang mereka pegang ketika masa jahiliyyah.
12.
Tsiqah secara mutlak terhadap semua petunjuk, perintah, larangan dan
berita yang diungkapkan oleh Al-Quran.
13.
Memahami isyarat-isyarat yang
terdapat dalam Al-Quran.
Di dalam Al-Quran terdapat rahasia-rahasia arti yang terkandung yang tidak akan dipahami kecuali oleh orang-orang yang telah memilki kunci-kunci untuk berinteraksi dengan Al-Quran dan ia memiliki bashirah, limpahan keimanan dan kesiapan untuk hidup di bawah naungan Al-Quran.
Seperti ayat keimanan mendorong orang untuk merasa diawasi oleh Allah, membaca tentang hari qiamat tergerak hatinya untuk takut akan adzab Allah, kemudian ia mampu memahami hubungan satu ayat dengan yang lain padahal ayat itu diturunkan dalam senggang waktu yang cukup jauh.
Di dalam Al-Quran terdapat rahasia-rahasia arti yang terkandung yang tidak akan dipahami kecuali oleh orang-orang yang telah memilki kunci-kunci untuk berinteraksi dengan Al-Quran dan ia memiliki bashirah, limpahan keimanan dan kesiapan untuk hidup di bawah naungan Al-Quran.
Seperti ayat keimanan mendorong orang untuk merasa diawasi oleh Allah, membaca tentang hari qiamat tergerak hatinya untuk takut akan adzab Allah, kemudian ia mampu memahami hubungan satu ayat dengan yang lain padahal ayat itu diturunkan dalam senggang waktu yang cukup jauh.
14.
Mempunyai pemahaman bahwa satu kata atau kalimat dalam Al-Quran
mempunyai beberapa pengertian.
Karena ayat Al-Quran sering diungkapkan dengan kalimat yang singkat tapi padat (I’jaz), seperti surat Al-Ashri, Imam Syafi’i mengatakan: "Kalaulah manusia mentadabburi surat al-Ashri tentu surat itu sudah cukup bagi mereka sebagai pegangan hidup" . Contoh lain al-Isra’: 16; al-Mujadilah: 5; al-A‘raf: 34; dan Thaha: 124.
Karena ayat Al-Quran sering diungkapkan dengan kalimat yang singkat tapi padat (I’jaz), seperti surat Al-Ashri, Imam Syafi’i mengatakan: "Kalaulah manusia mentadabburi surat al-Ashri tentu surat itu sudah cukup bagi mereka sebagai pegangan hidup" . Contoh lain al-Isra’: 16; al-Mujadilah: 5; al-A‘raf: 34; dan Thaha: 124.
15.
Mempelajari realita shahabat dalam pengamalan al-Quran.
Ibnu Mas'ud berkata, "Kami sulit menghafal lafadh Al-Quran tapi mudah mengamalkannya sedang orang sesudah kami mudah untuk menghapal tapi sulit
mengamalkannya."
Ibnu Umar berkata, "Para shahabat diberi iman sebelum Al-Quran, sehingga Al-Quran turun kepada Nabi Muhammad menjelaskan hukum halal dan haram, lalu mereka berpegang teguh dengan ayat tersebut."
Contoh, ketika turun ayat yang memerintahkan untuk mengalihkan arah qiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram maka mereka serentak melaksanakan dengan penuh ketaatan dan komitmen.
Ibnu Mas'ud berkata, "Kami sulit menghafal lafadh Al-Quran tapi mudah mengamalkannya sedang orang sesudah kami mudah untuk menghapal tapi sulit
mengamalkannya."
Ibnu Umar berkata, "Para shahabat diberi iman sebelum Al-Quran, sehingga Al-Quran turun kepada Nabi Muhammad menjelaskan hukum halal dan haram, lalu mereka berpegang teguh dengan ayat tersebut."
Contoh, ketika turun ayat yang memerintahkan untuk mengalihkan arah qiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram maka mereka serentak melaksanakan dengan penuh ketaatan dan komitmen.
16.
Memahami bahwa Al-Quran tidak dibatasi dengan tempat dan zaman.
Memahami korelasi ayat-ayat
Memperhatikan Bagaimana para Shahabat ra Berinteraksi dengan Al-Quran.
Para shahabat ra adalah generasi yang tumbuh dengan Al-Quran, hidup di bawah naungannya, menikmati ayat-ayatnya, berinteraksi dengan nash-nashnya, memahami petunjuk-petunjuknya. Mereka disinari oleh cahaya Al-Quran, sehingga mereka menjadi generasi Qurani yang unik.
Menelaah bagaimana mereka merealisasikan Al-Quran dalam kehidupannya membantu kita untuk dapat meneladani mereka dan menempuh jalan yang pernah
mereka tempuh.
Ilbnu Mas’ud ra berkata: "Kami sulit menghapal lafadh Al-Quran tapi mudah mengamalkannya sedang orang sesudah kami mudah untuk menghapal tapi sulit mengamalkannya."
Ibnu Umar berkata: "Kami melalui masa yang panjang, seseorang diantara kami diberi iman sebelum Al-Quran, sehingga surat-surat turun kepada Nabi Muhammad, maka iapun mempelajari halal dan haram, perintah dan larangan dan
bagaimana ia harus bersikap. Lalu saya melihat orang yang diturunkan Al-Quran sebelum iman, maka ia membaca surat al-Fatihah sampai khatam, tetapi ia tidak tahu apa yang dilarang dan bagaimana harus bersikap, ia membaca Al-Quran dan menganggapnya sama dengan buku-buku murahan."
Contoh-contoh para shahabat ra dalam berinteraksi dengan Al-Quran adalah sebagai berikut:
Memperhatikan Bagaimana para Shahabat ra Berinteraksi dengan Al-Quran.
Para shahabat ra adalah generasi yang tumbuh dengan Al-Quran, hidup di bawah naungannya, menikmati ayat-ayatnya, berinteraksi dengan nash-nashnya, memahami petunjuk-petunjuknya. Mereka disinari oleh cahaya Al-Quran, sehingga mereka menjadi generasi Qurani yang unik.
Menelaah bagaimana mereka merealisasikan Al-Quran dalam kehidupannya membantu kita untuk dapat meneladani mereka dan menempuh jalan yang pernah
mereka tempuh.
Ilbnu Mas’ud ra berkata: "Kami sulit menghapal lafadh Al-Quran tapi mudah mengamalkannya sedang orang sesudah kami mudah untuk menghapal tapi sulit mengamalkannya."
Ibnu Umar berkata: "Kami melalui masa yang panjang, seseorang diantara kami diberi iman sebelum Al-Quran, sehingga surat-surat turun kepada Nabi Muhammad, maka iapun mempelajari halal dan haram, perintah dan larangan dan
bagaimana ia harus bersikap. Lalu saya melihat orang yang diturunkan Al-Quran sebelum iman, maka ia membaca surat al-Fatihah sampai khatam, tetapi ia tidak tahu apa yang dilarang dan bagaimana harus bersikap, ia membaca Al-Quran dan menganggapnya sama dengan buku-buku murahan."
Contoh-contoh para shahabat ra dalam berinteraksi dengan Al-Quran adalah sebagai berikut:
1.
Ketika turun QS 2:144. Seorang dari
bani Salamah yang lewat ketika orang-orang sedang ruku’ shalat shubuh, mereka
telah shalat 1 raka'at, maka ia menyeru . "Qiblat telah dialihkan!"
Maka merekapun berbalik kearah Ka'bah. (HR Bukhari dan Abu Daud)
Ibroh: Mereka mengerjakan suatu perintah dengan sesegera mungkin dan sungguh_-sungguh.
Ibroh: Mereka mengerjakan suatu perintah dengan sesegera mungkin dan sungguh_-sungguh.
2.
Ketika turun QS 4:95 maka Ibnu Ummi
Maktum ra bertanya kepada Nabi SAW : "Ya Rasulullah, bagaimana dengan
orang yang tidak mampu berjihad?" Maka turun ayat lanjutannya :
"Kecuali bagi yang mempunyai ‘udzur". (HR Bukhari dan Tirmidzi)
lbroh: Ketelitian para sahabat dan perhatian mereka yang tinggi pada setiap ayat yang turun.
lbroh: Ketelitian para sahabat dan perhatian mereka yang tinggi pada setiap ayat yang turun.
3.
Ketika turun QS 6:82 Para shahabat ra
merasa sempit, maka mereka berkata : "Ya Rasulullah siapa diantara kita
yang tidak pernah berbuat zalim? Maka Nabi SAW menjawab : "Bukan zalim itu
yang dimaksud, tetapi maksudnya adalah syirik, tidakkah kalian mendengar firman
Allah SWT (QS 31:13)?" (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
lbroh : Rasa takut mereka yang luarbiasa terhadap suatu dosa, dan tidak menganggapnya kecil.
lbroh : Rasa takut mereka yang luarbiasa terhadap suatu dosa, dan tidak menganggapnya kecil.
4.
Ketika turun QS 4:123. Abubakar ra
berkata: "Setiap kemaksiatan yang aku lakukan akan dibalas, maka aku tidak
mendapatkan sesuatu untuk dapat melepaskanku dari azab dipunggungku." Maka
sabda Nabi SAW "Apa yang anda katakan itu wahai Abubakar ?" Jawabnya
: "Ya Rasulullah semua keburukanku akan dibalas." Jawab Nabi SAW :
"Semoga Allah mengampuni anda, tidakkah anda pernah sakit, kapayahan,
sedih dan tertimpa musibah ?" Maka jawabnya: "‘Ya" Maka jawab
Nabi SAW : "Itulah balasannya." (HR Ahmad dalam al-Musnad)
Ibroh: Para shahabat ra merasa setiap ayat Al-Quran itu ditujukan kepada diri mereka bukan orang lain.
Ibroh: Para shahabat ra merasa setiap ayat Al-Quran itu ditujukan kepada diri mereka bukan orang lain.
5.
Ketika Abu Thalhah ra membaca ayat
9:41, ia berkata : "Allah sudah memerintahkan kepada yang tua maupun muda
untuk bernagkat jihad." (HR At-Thobari)
lbroh: Mereka senantiasa mentadabburi setiap ayat-ayat dengan sungguh-sungguh, dan berusaha mengamalkannya sekuat tenaga.
lbroh: Mereka senantiasa mentadabburi setiap ayat-ayat dengan sungguh-sungguh, dan berusaha mengamalkannya sekuat tenaga.
Merasa Bahwa Setiap Ayat itu Ditujukan Kepada Kita
lmam al-Ghazali dalam al-Ihya' berkata: "Merasa bahwa kitalah yang dimaksud oleh setiap khithob Al-Quran. Jika Al-Quran memerintah maka kitalah yang diperintah, jika Al-Quran melarang maka kitalah yang dilarang, jika Al-Quran memberi janji maka kitalah yang diberi janji, jika Al-Quran mengancam maka kitalah yang diancam, jika Al-Quran bercerita maka kitalah yang harus mengambil ibrohnya, bahkan jika khithob Al-Quran berbentuk jamak maka kitalah yang paling dimaksud (QS 6:19). Bagaikan seorang budak yang membaca surat dari majikannya, sehingga dengan demikian maka bacaan Al-Quran akan menambah keimanan, iltizam (komitmen), pengamalan dan menjadi rijal Quraniy yang memberikan atsar dan manfaat pada dirinya dan orang lain."
Ketika membaca Al-Quran tidak lantas berfikir alangkah baiknya jika ini saya sampaikan dalam kuliah/khutbah/ceramah, dsb. Seolah-olah Al-Quran ini bukan untuk dirinya tetapi untuk orang lain selain dia, sementara ia sudah baik. Contohlah ketika Umar ra mendengar seseorang sedang membaca surat at-Thuur.
Tidak menganggap bahwa kisah para Nabi as itu hanya cerita para Nabi as itu saja, atau ayat-ayat hukum itu untuk para pemimpin, ayat-ayat jihad untuk nanti jika ada jihad, ayat-ayat da'wah untuk para 'ulama/muballigh dst.
Memahami bahwa Al-Quran Tidak Terbatas dengan Waktu dan Tempat
Tidak boleh membatasi Al-Quran hanya berlaku untuk masa tertentu, orang tertentu, kaum tertentu, kecuali memang ada dalil-dalil yang jelas tentang pengkhususannya.
Contoh QS 5:44 bukan khusus untuk bani Isra'il. QS 2:217 bukan khusus bagi orang Quraisy yang memerangi Nabi SAW saja, dst.
Dengan demikian harus kita fahami bahwa Al-Quran sesuai dengan masa kini, terdapat relevansi yang sangat kuat. Kita akan mendapat jawaban tentang masalah yang kita hadapi dan akan kita lihat bahwa fenomena yang ada sekarang dibahas dengan pas oleh Al-Quran. Sebagai contoh adalah sbb :
1.
Al-Hadid 4. Bahwa sampai sekarang
Allah senantiasa bersama kita. (Muraqabah dan Ma’iyyatullah).
2.
Al-Anbiya 59-61. Pribadi lbrahim as
vs Namrud dan pengikutnya.
3.
Al-Kahfi 19-20. Para pemuda dan peranannya.
4.
Al-Qashash 4. Fir’aun, karakteristik dan kesesatannya.
5.
Al-Muthaffifin 9. Sikap dan sifat
orang durhaka.
6.
Al-A’raaf 96. Sunnatullah yang berlaku sepanjang zaman.
7.
An-Nisaa’ 19. Masalah hubungan
keluarga.
8.
As-Shaff 8-9. Perang agama.
Untuk lebih memahami ini kita dituntut untuk menambah wawasan kita dengan tsaqofah (wawasan) yang kontemporer, sehingga kita akan lebih luas memahami ayat-ayat Al-Quran, baik sejarah, politik. ekonomi, sosial, iptek, dll.
Memahami Dasar-Dasar Ilmu Tafsir
Seperti ilmu bahasa Arab (nahwu, sharaf dan balaghah), Ilmu Fiqh dan hukum-hukumnya, ilmu Ushul fiqh, dan Ulumul Quran (Sabab-nuzul, Makkiy-Madaniy, Nasikh-Mansukh, I’jaz al-Qur’an, qashash Al-Quran, qasam, Uslub Al-Quran, ahkam Al-Quran, dsb).
Sebagian orang berpendapat bahwa itu hanya bisa dikuasai oleh orang-orang yang memiliki spesialisasi dibidang tsb, seperti lulusan IAIN, LIPIA, dsb, ini merupakan pemahaman yang salah, karena Al-Quran tidak ditujukan kepada kelompok tertentu dan tidak untuk dilaksanakan oleh kelompok tsb saja, melainkan kepada seluruh muslimin dan muslimat. Menguasai dasar-dasar ilmu
Al-Quran tidak sulit dan bukan mustahil, walaupun tidak juga sangat mudah seperti membalik tangan. Bukan berarti semua kita harus menjadi ahli tafsir yang mengetahui ilmunya secara terinci, tetapi agar setiap muslim memiliki bekal yang asasi untuk dapat memahami dan berinteraksi dengan Al-Quran.
Ya Allah, jadikanlah kami ahlul Quran dan jangan Engkau haramkan kepada kami untuk memahami Al-Quran, dan berikanlah kepada kami taufik dan hidayahMu agar kami senantiasa mampu untuk mengamalkan Al-Quran...
Oleh : Dr. Shalah Abdul Fattah al-Kholidiy
0 komentar