Hafal Al-Quran adalah keistimewaan dan kebanggaan
tersendiri bagi setiap muslim. Hal ini karena fadhilah dan keutamaan
yang sangat banyak, yang diberikan oleh Allah kepada mereka para penghafal
Al-Quran, dan tidak diberikan kepada selain mereka. Cukuplah bagi seorang
penghafal Al-Quran keutamaan dan kebanggaan, bahwa Allah telah berfirman,
"Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah yang akan
menjaganya." Artinya bahwa seorang penghafal Al-Quran telah dijadikan oleh
Allah sebagai sarana untuk menjaga kitab suci-Nya di atas dunia.
Namun untuk menjadi seorang penghafal Al-Quran, tentu
tidak mudah. Karena selain dibutruhkan keuletan dan kesabaran, tetapi juga trik
dan cara agar Al-Quran bisa dihafal dengan baik. Di sini tidak akan dipaparkan
bagaimana cara menghafal Al-Quran, tetapi sekedar berbagi dengan anda beberapa
pengalaman atau lebih tepatnya "penerawangan" terhadap sebagian
fenomena para orang tua Mesir dalam mendidik anaknya menghafal Al-Quran.
Semoga, nantinya bisa bermanfaat bagi yang menulis dan membaca tulisan ini.
Sebagian anak-anak di Mesir dididik menghafal Al-Quran
dengan keras dan tidak dimanja-manja. Ada juga yang hanya menyerahkan anaknya
ke katâtîb (tempat-tempat mengajar ngaji). Anehnya, hasil didikan mereka sangat
efektif. Anak-anak kecil di Mesir banyak yang menghafal al-Quran. Hal yang
sangat biasa ditemukan anak-anak berumur 7 sampai 10 tahun yang menghafal
Al-Quran 30 juz. Fenomena ini agak berbeda dengan komunitas masyarakat
Indonesia, dimana sebagian orang walaupun sudah tua, mereka masih belum
bisa membaca Al-Quran dengan baik. Wajar, kalau alasannya karena bahasa
Al-Quran bukan bahasa Asli. Tetapi rasanya, kalau didikannya benar, Insyaallah
orang Indonesia tidak kalah keahliannya dalam membaca Al-Quran dan tidak kurang
kekuatan hafalan mereka dari orang-orang Arab.
Di antara rahasia mengapa mereka anak-anak kecil itu
mampu menghafal Al-Quaran dengan baik adalah, karena para orang tua mendidik
anaknya bersahabat dengan Al-Quran sejak kecil. Anak-anak dituntun menghafal Al-Quran
sejak ia belum mengetahui baca tulis. Oleh karena itu, tidak jarang kita
menemukan anak kecil yang mereka memiliki banyak hafalan Al-Quran, namun ketika
kita suruh tunjukkan di dalam mushaf Al-Quran, mereka tidak tahu ayat mana yang
mereka baca. Artinya, mereka sudah menghafal Al-Quran, walaupun belum bisa
membacanya.
Inilah sebenarnya metode yang tepat untuk mengajarkan
Al-Quran kepada anak kecil. Mereka tidak disuruh menghafal Al-Quran sesudah
bisa membaca sendiri Al-Quran itu. Tetapi mereka dituntun oleh orang tuanya
untuk menghafal setiap hari beberapa ayat secara konsisten, tanpa melihat
Mushaf. Dituntun dan dituntun sedikit demi sedikit sampai ia bisa. Setelah
mereka beranjak besar, kemudian diajar baca-tulis Al-Quran, mereka akan
mengerti sendiri mana ayat yang mereka baca.
Al-Quran memang diajarkan turun-temurun dengan cara
seperti itu. Begitulah dahulu para Sahabat menerima Al-Quran dari Rasulullah
Saw. Sebab hafalan mereka, Al-Quran sampai kepada kita sekarang ini, persis
seperti waktu diturunkannya. Para shahabat rata-rata orang Ummi, tidak
tahu baca-tulis, namun mereka memiliki kekuatan hafalan yang prima. Salah satu
faktor penyebab hal ini adalah, kurangnya alat dan sarana tulis-menulis kala
itu, sehingga mereka lebih mengandalkan hafalan untuk mennyimpan teks-teks
syair, khutbah, pusisi, perjanjian-perjanjian, dan sebagainya. Mereka juga
mendidik anaknya untuk menghafal syair-syair sejak kecil, tanpa melihat tulisan
dari ungkapan yang ia ucapkan. Jadi, pelajaran yang dapat kita ambil dari hal
ini adalah bahwa kemampuan membaca tidak harus sejalan dengan kemampuan
menghafal. Belajar menghafal harus diajarkan sejak mereka belum bisa tulis baca.
Di sekolah-sekolah Al-Azhar, anak-anak tamatan SD
diwajibkan menghafal 17 juz. Kemudian ditingkat SMP sampai perguruan tinggi,
mereka harus hafal Al-Quran. Masa-masa kecil inilah mereka dididik untuk
menghafal Al-Quran. Karena pada masa itu otak mereka masih bersih,
sehingga bagai mengukir di atas batu. Sulit, namun sekali tergores susah
hilangnya. Sekali lagi bahwa, yang saya tulis ini adalah sisi positif dari
kehidupan mereka dari sisi pandang pribadi saya, semoga kita dapat mengambilnya
menjadi pelajaran. Wallhu a’lâ wa a’lamWallhu a’lâ wa a’lam
2 komentar
bisnisfacebooker.com/?id=abulatif
BalasHapussipp artikelny
BalasHapus