Jangan engkau rusak amalan shalihmu! (Tafsir QS. Muhammad: 33)


Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan amal-amalmu.
(Muhammad: 33)
TAFSIR AYAT
Berkata Ibnu ‘Umar:
Kami sekelompok shahabat Rasuulullaah (shallallaahu ‘alayhi wa sallam) mengira bahwa tidak ada sedikitpun kebaikan, kecuali PASTI DITERIMA (ALLAH). Hingga turunlah ayat (diatas)
(Diriwayatkan Ibnul Mubaarak; dikutip dari Tafsir IBnu Katsiir)
[2] Berkata Abul ‘Aaliyah:
Dahulu shahabat-shahabat nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam, menganggap bahwa dosa-dosa tidaklah memudharatkan LAA ILAAHA ILALLAH, sebagaimana amalan (shalih) tidaklah memberikan manfa’at terhadap kesyirikan. Maka turunlah ayat (diatas); sehingga mereka pun TAKUT jangan sampai perbuatan dosa dapat merusak amal.
(Diriwayatkan Imam Mawarzi dalam Ta’zhim qadr Ash Shalat)
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan amal-amalmu.
(Muhammad: 33)
TAFSIR AYAT
Berkata Ibnu ‘Umar:
Kami sekelompok shahabat Rasuulullaah (shallallaahu ‘alayhi wa sallam) mengira bahwa tidak ada sedikitpun kebaikan, kecuali PASTI DITERIMA (ALLAH). Hingga turunlah ayat (diatas)
(Diriwayatkan Ibnul Mubaarak; dikutip dari Tafsir IBnu Katsiir)
[2] Berkata Abul ‘Aaliyah:
Dahulu shahabat-shahabat nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam, menganggap bahwa dosa-dosa tidaklah memudharatkan LAA ILAAHA ILALLAH, sebagaimana amalan (shalih) tidaklah memberikan manfa’at terhadap kesyirikan. Maka turunlah ayat (diatas); sehingga mereka pun TAKUT jangan sampai perbuatan dosa dapat merusak amal.
(Diriwayatkan Imam Mawarzi dalam Ta’zhim qadr Ash Shalat)
‎[3] Berkata Qatadah:
Barangsiapa yang mampu diantara kalian untuk tidak merusak amal-amal shalih kalian dengan amalan-amalan jelek, maka lakukanlah!
wa laa hawla wa laa quwwata illa billaah
(tidak ada daya upaya kita untuk dapat tetap mengamalkan amalan ketaatan, dan menjauhi amalan keburukan; melainkan dengan (pertolongan) Allah);
Sesungguhnya kebaikan, dapat menghapuskan keburukan; dan sesungguhnya keburukan dapat menghapuskan kebaikan.
(Lihat Tafsir ath Thabariy)
[4] Disimpulkan dengan sangat baik oleh al ‘Ainiy dalam ‘Umdatul Qaariy:
“Telah berbeda pendapat para ulmaa’ tentang makna ayat ini..
Sebagian menafsirkan “Janganlah engkau merusak amal ketaatan dengan dosa-dosa besar”,
sebagian lain berkata: “Janganlah engkau merusak amalmu dengan berma’shiyat kepada Allah dan RasulNya”,
Dan dari Ibn ‘Abbas (dia berkata): Janganlah engkau merusaknya dengan RIYAA’, SUM’AH, KERAGU-RAGUAN, dan NIFAQ!” dan juga dikatakan: “…Dan dengan UJUB! Sesungguhnya ujub, “melahap” kebaikan-kebaikan, sebagaimana api melahap kayu!”
Dan juga dikatakan: “Janganlah engkau merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti (penerima sedekah)…”
(Yang benar,) hal berkaitan dengan semua yang dapat membatalkan amalan (tidak khusus sedekah saja); apakah itu shawm, shalat, dan amalan lain yang Allah syari’atkan.”
[sumber: http://majles.alukah.net/archive/index.php?t-38603.html]
FAIDAH
Diantara pelajaran penting ayat diatas, yang dapat kita petik dari sikap para shahabat adalah: “janganlah kita merasa bahwa Allah telah menerima amalan kita (sedangkan kita tidak tahu secara pasti hal tersebut)” yang akibat anggapan tersebut (merasa amalan kita sudah banyak, dan kita menjadi takabbur dan ujub karenanya), menjadikan kita bermudah-mudahan terhadap dosa, sekecil apapun itu.
Sesungguhnya Allah berfirman:
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَن تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِّن نَّخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.
(al Baqarah: 266)
Umar radhiyallahu ‘anhu menanyakan kepada para shahabat tentang tafsir ayat diatas…
Ibnu Abbas menjawabnya:
“yakni perumpamaan orang yang RAJIN beramal dengan ketaatan kepada Allah, lalu Allah mengirimkan syaithan padanya [kemudian ia mengikuti jejak langkah syaithan tersebut], lalu dia banyak bermaksiat sehingga amal-amalnya terhapus”
[lihat: Fathul Baari (VII/49); al-Bukhariy (4538)]
Ibn Katsir menafsirkan ayat diatas:
Hadits diatas sudah cukup menafsirkan ayat ini, yakni menjelaskan perumpamaan orang yang melakukan sebaik-baik amal pada permulaan hidupnya, kemudian setelah itu jalan hidupnya berbalik, dia mengganti kebaikan dengan berbagai keburukan – semoga Allah memberikan kepada kita perlindungan darinya – sehingga terhapuslah amal perbuatannya yang dahulu ia lakukan berupa amal shalih oleh perbuatan kedua…
[dinukil dari shahiih tafsir ibn katsiir (II/41)]
Juga sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا
Aku benar-benar melihat diantara umatku pada hari Kiamat nanti, ada yang datang dengan membawa kebaikan sebesar gunung di Tihamah yang putih, lalu Allah menjadikannya seperti kapas berterbangan…
Tsauban bertanya, Ya Rasulullah, jelaskan kepada kami siapa mereka itu agar kami tidak seperti mereka sementara kami tidak mengetahui!
Beliau bersabda,
أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا
Mereka adalah saudara-saudara kalian dan sebangsa dengan kalian, mereka juga bangun malam seperti kalian, akan tetapi apabila mendapat kesempatan untuk berbuat dosa, mereka melakukannya
(HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh Syaikh Al-Bany dalam Silsilatul Ahaadits Shahihah No,505)
kita berlindung kepada Allah dari ketertipuan kita terhadap amalan-amalan kita; sehingga menjadikan kita takabbur, sehingga menjadikan kita menganggap mudah untuk melakukan dosa.
Dan tidaklah, suatu amalan shalih, kecuali akan berdampak baik bagi orang yang mengamalkannya, karena nabi bersabda:
إِنَّ الْخَيْرَ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ
“Sesungguhnya Kebaikan (yang hakiki) itu, tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan, (dan) bukanlah kebaikan itu (yang menipu)”
(HR Muslim)
Pertanda baiknya amalan kita; adalah amalan yang mengiringinya. Jika kita mengamalkan amalan buruk, maka itulah buah dari amalan sebelumnya (meskipun amalan sebelumnya terlihat “baik”)…
Oleh karenanya jika ternyata kita dapati dalam diri kita sibuk dengan amalan ketaatan, tapi sering jatuh kepada maksiat; maka mungkin “amalan ketaatan” yang kita lakukan tersebut hanyalah secara zhahirnya saja yang shalih; tapi secara bathin, penuh dengan kedustaan (riyaa’/sum’ah)…
Maka kita memohon kepada Allah, agar kita dimudahkan serta diberikan kekuatan untuk beramal shalih secara TERANG-TERANGAN maupun secara SENDIRIAN; baik secara LAHIR dan maupun BATHIN.
Rasuulullaah bersabda:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
Sungguh amalan itu tergantung dengan penutupannya.”
(HR. Bukhariy)
Beliau juga bersabda:
لَا عَلَيْكُمْ أَنْ لَا تَعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ
“Janganlah kalian merasa kagum dengan (amalan) seseorang hingga kalian dapat melihat akhir dari amalnya,
فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ عُمْرِهِ أَوْ بُرْهَةً مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا سَيِّئًا
sesungguhnya ada seseorang selama beberapa waktu dari umurnya beramal dengan amal kebaikan (secara lahiriyahnya -abuzuhriy), yang sekiranya ia meninggal pada saat itu, ia akan masuk ke dalam surga, namun ia berubah dan beramal dengan amal keburukan.
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ سَيِّئٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا صَالِحًا
Dan sungguh, ada seorang hamba selama beberapa waktu dari umurnya beramal dengan amal keburukan, yang sekiranya ia meninggal pada saat itu, ia akan masuk neraka, namun ia berubah dan beramal dengan amal kebaikan.
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ
Jika Allah menginginkan kebaikan atas seorang hamba maka Ia akan membuatnya beramal (shalih) sebelum kematiannya, ”
para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membuatnya beramal?”
beliau bersabda:
يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ
“Memberinya taufik untuk beramal shaalih, setelah itu Ia mewafatkannya.”
(HR. Ahmad, haitsamiy berkata “shahiih”)
Said bin Jabir berkata :
“Sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan kebaikan lalu perbuatan baiknya itu menyebabkan ia masuk neraka, dan sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan buruk lalu perbuatan buruknya itu menyebabkan dia masuk syurga.
Hal itu kerana perbuatan baiknya itu menjadikan, dia bangga pada dirinya sendiri [takabbur, kemudian ujub] (sehingga dengan sebab takabbur dan ujubnya tersebut; maka Allah mewafatkannya diatas keburukan tersebut).
Sementara seseorang yang melakukan perbuatan buruk (senantiasa hatinya mengingkari dan merasa bersalah atas perbuatannya tersebut), hingga menjadikan ia senantiasa memohon ampun serta bertaubat kepada Allah kerana perbuatan buruknya itu (dengan sebab rasa takutnya tersebut, maka Allah memberinya petunjuk, dan mewafatkannya diatas taubatnya tersebut)”
Semoga bermanfaat - http://abuzuhriy.com

You Might Also Like

0 komentar