Syaikh Al-Utsaimin ditanya: Bolehkah menafsirkan Al-Qur’an Al-Karim dengan teori-teori ilmu modern?
Beliau rahimahullah menjawab:
Penafsiran Al-Qur’an dengan berbagai teori-teori ilmiah mempunyai bahaya tersendiri, itu terjadi jika kita menafsirkannya dengan berbagai macam teori, lalu muncul teori-teori lainnya yang menyelisihi. Artinya bahwa Al-Qur’an menjadi tidak benar dalam pandangan musuh-musuh Islam.
Sedangkan pada pandangan kaum muslimin akan mengatakan bahwa kesalahan ini berasal dari gambaran orang yang menafsirkannya, tapi musuh-musuh kaum muslimin, mereka senantiasa menanti mara bahaya bagi kaum muslimin.
Oleh karena itu, saya memberi peringatan keras agar tidak tergesa-gesa dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan perkara-perkara ilmiah ini. Kita biarkan perkara itu dengan kenyataan yang terjadi, maka tidak perlu untuk kita katakan bahwa Al-Qur’an telah menetapkan perkara ini. Al-Qur’an turun untuk praktek ritual ibadah, akhlak dan untuk ditadaburi. Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shad: 29)
Hal-hal yang semacam ini yang tidak dapat dicapai dengan berbagai macam eksperimen dan manusia dapat mengetahuinya dengan ilmu-ilmu mereka, hal di atas bisa menjadi bahaya besar lagi berat dalam hal penurunan Al-Qur’an dalam perkara-perkara itu. Saya akan bawakan sebuah contoh dalam perkara ini, adalah firman Allah Azza wa Jalla,
“Wahai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” (Ar-Rahman: 33)
Tatkala orang-orang telah berhasil menginjakkan kaki di bulan ada sebagian orang yang menafsirkan ayat ini dan menempatkannya pada peristiwa yang telah terjadi. Dia mengatakan: “Yang dimaksudkan sulthan (kekuatan) adalah ilmu.” Dengan keilmuan yang mereka miliki, mereka melintasi penjuru bumi dan mereka pun dapat melampaui batas daya tarik bumi. Ini merupakan kekeliruan. Tidak diperbolehkan untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan pernyataan tersebut, karena jika engkau menafsirkan Al-Qur’an dengan suatu makna maka konsekuensinya engkau telah membuat suatu kesaksian bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkannya. Ini merupakan kesaksian yang sangat besar, engkau akan ditanya tentang hal itu. Barangsiapa yang mentadabburi ayat di atas, ia akan dapati bahwa penafsiran ini adalah penafsiran yang batil (tidak benar). Karena ayat tersebut memberikan penjelasan tentang kondisi manusia dan tempat kembalinya perkara mereka.
Bacalah surat Ar-Rahman, engkau akan dapati bahwa surat ini disebutkan setelah firman Allah Azza wa Jalla,
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman: 26-28)
Lalu hendaknya kita bertanya apakah kaum ini (jama’ah jin dan manusia) telah melintasi penjuru langit? Jawabannya: Tidak, demi Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Jika engkau sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi.”
Yang kedua: Apakah nyala api dan cairan tembaga tersebut telah dilepaskan kepada mereka (jin dan manusia)? Tidak. Jika demikian, maka ayat tersebut tidak benar ditafsirkan dengan tafsiran yang dibuat oleh mereka.
Kita katakan sesungguhnya sampainya mereka ke tempat-tempat yang telah mereka datangi itu, adalah termasuk ilmu-ilmu yang telah mereka capai dengan berbagai eksperimen yang mereka (lakukan). Adapun dengan menafsirkan Al-Qur’an secara salah agar kita bisa menyitirnya sebagai dalil atas hal di atas maka tindakan ini tidak benar dan tidak diperbolehkan.
Sumber: Tuntunan Ulama Salaf dalam Menuntut Ilmu Syar’i karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (penerjemah: Abu Abdillah Salim bin Subaid), penerbit: Pustaka Sumayyah, hal. 174-176)
http://fadhlihsan.wordpress.com
0 komentar