Ciri-ciri Kaum Munafiqin Menurut Al-Qur'an


 1.Bagaimana kondisi imannya?
Imannya palsu, hatinya berpenyakit [Al-Baqarah: 8-10]; “bermuka dua”, menjual imannya dengan kesesatan, bingung dalam beragama, tuli-bisu-buta hatinya, paranoid terhadap sekitarnya [Al-Baqarah: 14-20]; lemah imannya, jika diuji oleh siksaan manusia maka langsung roboh seolah-olah disiksa oleh Allah, yakni cepat menyerah kepada orang kafir; tetapi jika pertolongan Allah datang kepada kaum beriman, dia segera mengaku sebagai bagian kaum beriman juga; suka menghasut dan mengajak kaum beriman untuk bermaksiat dan menentang hukum Allah, sok pahlawan menjamin bahwa mereka yang akan memikul dosa pengikutnya [Al-Ankabut: 10-13]; andai negeri kaum muslimin diserang dan tidak ada jalan bagi mereka untuk lari, lalu mereka ditawari untuk murtad, mereka pasti akan murtad tanpa berpikir dua kali, padahal sebelum itu mereka telah berjanji tidak akan berbalik dari agama Allah [Al-Ahzab: 14-15]

2.      Apa isi hati dan pikiran mereka?
Hatinya dipenuhi prasangka/keyakinan/pemikiran jahiliyah, tidak meyakini kemahakuasaan Allah dan cenderung bersandar pada sesuatu yang fisik/material, menyembunyikan “sesuatu” di dalam hatinya [Ali ‘Imran: 154]; tidak mempercayai janji Allah dan Rasul-Nya, dan bahkan terang-terangan mengatakan janji itu hanya omong kosong belaka [Al-Ahzab: 12]; syetan telah membuat mereka mudah berbuat dosa dan memanjangkan angan-angan mereka [Muhammad: 25]; berprasangka buruk kepada Allah [Al-Fath: 6]; menginginkan kehancuran kaum muslimin, ragu-ragu kepada Islam, ditipu oleh angan-angan kosong, tertipu bujuk-rayu syetan [Al-Hadid: 14]; telah dikuasai oleh syetan, lalu menjadi lupa mengingat Allah, bahkan telah menjadi golongan syetan [Al-Mujadilah: 19]; licik, tidak gentle, tidak bertanggung jawab, yakni mengajak orang kepada kekufuran, jika sudah diikuti, mereka akan cuci-tangan dan menyalahkan pengikutnya [Al-Hasyr: 16]; merasa ragu dan tidak bisa memahami apa pesan di balik berbagai perumpamaan yang dibuat Allah dalam Al-Qur’an [Al-Muddatsir: 31]; awalnya mereka beriman, lalu kafir, lalu beriman lagi, lalu kafir lagi dan semakin bertambah kekafirannya [An-Nisa’: 137]; awalnya mereka beriman, lalu kafir lagi, dan akhirnya hatinya dikunci mati oleh Allah [Al-Munafiqun: 3]; cepat tersinggung dan menyangka segala tuduhan buruk ditujukan pada mereka, karena mereka sebenarnya sangat takut jika isi hatinya terbongkar [Al-Munafiqun: 4]; nyaris tidak bisa memahami nasihat [An-Nisa’: 78]; bimbang, terombang-ambing antara kufur dengan iman, tidak masuk sebagai mukmin tetapi tidak juga kafir [An-Nisa’: 143];

3.      Bagaimana penampilan lahiriahnya?
Ucapan mereka tentang kehidupan dunia sangat menarik, dan berani bersaksi bahwa seperti itu pulalah isi hatinya, namun sesungguhnya mereka adalah musuh Allah yang paling keras [Al-Baqarah: 204]; tubuh dan penampilan mereka sangat menawan; pembicaraan mereka bagus-bagus dan enak didengarkan, walau sebenarnya pikirannya kosong dan samasekali tidak bisa memahami kebenaran [Al-Munafiqun: 4]

4.      Bagaimana sikapnya terhadap Allah dan Rasul-Nya?
Bersumpah bahwa mereka tidak menyakiti Rasul-Nya, padahal sungguh mereka telah mengucapkan kalimat yang menunjukkan kekufuran; berharap “kehancuran” menimpa Rasul-Nya, walau tidak pernah bisa terwujud; [At-Taubah: 74, 80-84]; tidak beradab dalam berinteraksi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, misalnya dalam memanggil atau menggelari beliau [An-Nur: 63]; suka mengadakan pembicaraan rahasia yang isinya perbuatan dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul-Nya, walau sudah dilarang namun tetap membandel; jika datang kepada Rasul, ucapan salamnya lain, tidak seperti yang diajarkan Allah; menantang hukuman Allah dan merasa aman darinya [Al-Mujadilah: 8]; mengaku taat dan mendengar pada Allah dan rasul-Nya, padahal sebenarnya samasekali tidak; tuli-bisu-tidak berakal [Al-Anfal: 21-23]; pura-pura mengakui Muhammad sebagai utusan Allah, tetapi sebenarnya mereka bohong [Al-Munafiqun: 1]; jika mendapat kenikmatan, mereka berkata itu dari Allah, tetapi jika ada musibah maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang akan disalahkan [An-Nisa’: 79]; pura-pura taat kepada rencana dan keputusan yang telah dibuat, tetapi kemudian membuat rencana dan keputusan sendiri di luar forum [An-Nisa’: 81]; menentang Rasul dan mengikuti jalan selain kaum beriman, setelah kebenaran itu nyata baginya [An-Nisa’: 115]

5.      Bagaimana sikapnya terhadap Al-Qur’an?
Tidak bertambah imannya karena ayat-ayat Al-Qur’an, justru semakin kotor dan benci; diuji oleh Allah setiap tahun sekali atau dua kali agar bertaubat tetapi tidak juga sadar dan mengambil pelajaran darinya [At-Taubah: 123-127]; tidak mentadabburi Al-Qur’an, hatinya terkunci [Muhammad: 24; an-Nisa’: 82]

6.      Bagaimana sikapnya terhadap hukum Allah?
Ingin berhukum kepada hukum thaghut, menolak dengan keras bila diajak kembali merujuk kepada Al-Qur’an dan sunnah, tetapi bila sudah “kena batunya” mereka akan buru-buru cuci tangan dan mencari-cari dalih pembenaran [An-Nisa’: 60-68]; berpaling setelah mengaku mau menerima hukum Allah; tiba-tiba menolak datang jika diajak berhukum kepada hukum Allah, kecuali jika mereka tahu hasilnya pasti menguntungkan mereka; tidak jelas motif dan latar belakang mereka dalam menyikapi hukum Allah: apa karena hatinya berpenyakit, ragu-ragu, atau takut jika menerima sanksi dan hukuman dari Allah dan rasul-Nya? [an-Nur: 47-50]

7.      Bagaimana sikapnya terhadap syari’at Allah yang lain?
Menipu Allah dengan amalnya, malas mengerjakan shalat, pamer kepada manusia dengan shalatnya, jarang-jarang shalat kecuali jika di depan orang [An-Nisa’: 142]; berjanji akan bersedekah jika diberi rizki, tetapi bohong dan tidak ditepati; selalu berdusta; kufur kepada Allah dan Rasul-Nya, fasik (bergelimang dosa dan maksiat) [At-Taubah: 75-78]; tidak serius dalam mengabdikan dirinya kepada Allah, “hatinya berada di tepian”, jika mendapat nikmat akan tetap beriman, tapi jika mendapat musibah langsung berbalik kufur [Al-Hajj: 11]; mengikuti apa yang dibenci Allah dan justru tidak menyukai apa yang diridhai-Nya [Muhammad: 28]; berani bersumpah untuk menguatkan kebohongannya, dan itu dilakukan dengan sadar; menjadikan sumpah itu sebagai perisai, lalu menghalangi manusia dari jalan Allah [Al-Mujadilah: 14-6; Al-Munafiqun: 2]

8.      Bagaimana sikap mereka kepada kaum muslimin?
Tidak mau menerima nasihat sesama mukmin dan merasa sebagai orang yang “baik” walau kenyataannya justru merusak, melecehkan keimanan tokoh-tokoh terhormat dalam Islam dan secara terbuka menyebutnya sebagai “orang-orang bodoh”[Al-Baqarah: 11-13]; mencela, memperolok dan mengecilkan arti amal shalih kaum beriman, terutama jika amal itu tampak kecil dan sederhana [At-Taubah: 79]; suka menebarkan isu dan berita bohong yang meresahkan umat, tanpa saksi dan bukti, sampai-sampai kaum muslimin dan orang yang paling jujur pun nyaris terperdaya, semata-mata bersandar pada lahiriah mereka sebagai sesama muslim; mereka sangat ingin agar berita itu meluas di tengah umat, (karena ada keuntungan dan agenda tertentu yang mereka rencanakan) [An-Nur: 11-19]; jika ada berita apa saja, entah baik atau buruk, langsung disiarkan kepada umat tanpa konfirmasi kepada Rasul dan para pemimpin umat, sehingga justru menimbulkan madharat di mana-mana [An-Nisa’: 83]; mereka ingin agar kaum muslimin ikut kafir seperti mereka juga, sehingga sama-sama dalam sikap dan pendiriannya [An-Nisa’: 89]

9.      Bagaimana sikapnya terhadap jihad dan kehormatan kaum muslimin?
Enggan diajak berjihad di jalan Allah dan mengemukakan berbagai alasan untuk menghindar, lebih dekat kepada kekufuran dibanding keimanan, apa yang diucapkan lisannya tidak selaras dengan isi hatinya [Ali ‘Imran: 165-168, at-Taubah: 86-87, 93-97, 101]; malas dan berlambat-lambat untuk berangkat berjihad, dan justru merasa gembira dan beruntung ketika kaum muslimin kalah/tertimpa musibah pada saat mereka tidak ikut berjihad, tetapi jika kaum muslimin menang sedang mereka tidak ikut, mereka justru menyesal (karena tidak tidak bisa pamer) [An-Nisa’: 72-73]; sebelum ada kewajiban jihad mereka menampak-tampakkan keinginan berjihad, namun setelah benar-benar diizinkan malah ketakutan, rasa takutnya kepada manusia menyamai bahkan melebihi takutnya kepada Allah; mempertanyakan kewajiban jihad, dan minta diberi tangguh/ditunda beberapa saat lagi [An-Nisa’: 77]; jika kaum muslim menang, mereka menampak-tampakkan jasanya, padahal hanya remeh-temeh saja; jika kaum kafir yang menang mereka akan menjilat kaum kafir karena sebelum itu mereka memang telah membantu mereka secara diam-diam [An-Nisa’: 141]; ketakutan dan sangat tidak suka ketika perintah jihad berkumandang [Muhammad: 20]; jika pun mereka ikut berangkat berjihad maka hanya akan menjadi beban dan justru mengacau serta merusak barisan kaum muslimin; selalu berusaha menimbulkan kerusakan dan kekacauan di tengah-tengah umat [At-Taubah: 42-43, 46-48]; atau berusaha melarikan diri dari medan jihad dengan berbagai alasan yang kelihatannya masuk akal, mereka juga memprovokasi orang lain untuk lari dari medan jihad; padahal mereka sebelumnya sudah berjanji tidak akan lari dari membela agama Allah [Al-Ahzab: 13- 15]; senang jika tertinggal dan tidak ikut serta dalam barisan jihad, lalu mengemukakan berbagai alasan untuk membenarkan ketidak-ikut-sertaannya itu [At-Taubah: 81]; menghalangi jihad, dengan berbagai cara; atau mungkin juga ikut berjihad, tapi cuma sebentar saja lalu meninggalkannya; pelit membantu jihad; ketakutan luar biasa bila bahaya datang menjelang di medan jihad, tetapi jika bahaya telah berlalu maka mereka akan mencaci-maki kaum muslimin dengan lidah yang tajam, dengan tetap pelit membantu; berharap andai saja tidak ada di tempat ketika jihad terjadi, yakni ingin jadi penonton dan komentator saja [Al-Ahzab: 18-20]; suka memprovokasi kaum muslimin agar memboikot jihad dan pendukungnya, agar jihad (juga dakwah) berhenti [Al-Munafiqun: 7]

10. Bagaimana sikapnya terhadap sesama golongan mereka?
Tidak pernah bisa bersatu, kecuali jika terpaksa oleh satu front bersama; sangat hebat permusuhannya satu sama lain; seolah-olah bersatu, padahal hatinya berpecah-belah [Al-Hasyr: 14]

11. Bagaimana sikapnya terhadap kaum kafir?
Bersegera dan berlomba-lomba untuk ber-wala’ (setia, cinta, loyal, simpati) kepada kaum Yahudi dan Nasrani, dengan alasan mereka takut pada “bencana” yang diancamkan atau disangka akan menimpa mereka dari kaum kafir itu, sampai-sampai kaum mukminin sendiri merasa heran dan mengingkari perbuatan mereka [Al-Ma’idah: 51-53]; menjadikan orang kafir sebagai teman dekat dan penolong, dengan mengabaikan kaum beriman, demi mengejar kekuatan dan kehormatan (‘izzah) lewat pertemanan dengan orang kafir itu [An-Nisa’: 139]; mendirikan “masjid dhirar” dengan tujuan mendukung kekafiran, memecah belah kaum muslimin, dan menjadi agen musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya; lahiriahnya mereka bahkan bersumpah ingin berbuat kebaikan dengan “masjid dhirar” itu, tetapi sebenarnya bohong; semua bangunan itu akan menjadi pangkal keraguan di hati mereka [At-Taubah: 107-110]; berjanji akan taat dalam beberapa hal kepada kaum yang membenci Al-Qur’an, yakni Yahudi [Muhammad: 26]; suka berteman dengan kaum yang dimurkai Allah, yakni Yahudi [Al-Mujadilah: 14]; bahkan berjanji membela Yahudi jika saja mereka ini mendapati suatu perlakuan buruk dari kaum muslimin, walau ini pun cuma janji dan jaminan kosong belaka, karena sebetulnya orang munafik itu sangat pengecut dan takut mati; lebih takut kepada kaum muslimin (yakni, sesama manusia) dibanding kepada Allah [Al-Hasyr: 12-13]

(*) Catatan: boleh jadi ada kekurangtepatan dalam penulisan nomor ayat. Bagi Pembaca yang menemukan kekeliruan dimaksud, silakan memperbaikinya. Kesempurnaan hanya milik Allah.

[]

Semoga Allah melindungi kita dari sebagian kemunafiqan maupun keseluruhannya. Amin.
Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah.-http://adabuna.blogspot.com

You Might Also Like

0 komentar