“Rasulullah berkata : Jibril membacakan (Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah dan ia pun menambahnya kepadaku dengan tujuh huruf.” (HR. Bukhari & Muslim)
A. Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh
Huruf
Hadits yang mengatakan bahwa Qur’an itu turun dengan tujuh
huruf adalah banyak sekali & sebagian besar telah diselidiki oleh Ibnu
Jarir didalam pengantar tafsirnya. Imam As-Suyuthi dalam
Al-Itqan jilid I hal 41 menyebutkan bahwa hadits-hadits tersebut
diriwayatkan dari dua puluh orang shahabat. Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Salam
menetapkan kemutawwatiran hadits mengenai masalah ini.[1]
Berikut ini adalah hadits
yang menggambarkan bahwa Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf :
1. Dari Ibnu Abbas, ia berkata :
“Rasulullah berkata : Jibril
membacakan (Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku
mendesak & meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku
sampai dengan tujuh huruf.” (HR. Bukhari, Muslim dan
lain-lain)
2. Dari Ubai bin
Ka’ab :
“Ketika Nabi berada didekat
parit Bani Gafar, ia didatangi Jibril seraya mengatakan : Allah memerintahkanmu
agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan satu huruf. Ia menjawab : Aku
memohon kepada Allah ampunan & magfirah-Nya karena umatku tidak dapat
melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya
dan berkata : Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan
dua huruf. Aku memohon kepada Allah ampunan & magfirah-Nya karena umatku
tidak dapat melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril datang lagi untuk yang
ketiga kalinya dan berkata : Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada
umatmu dengan tiga huruf. Aku memohon kepada Allah ampunan & magfirah-Nya
karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril datang lagi
untuk yang keempat kalinya dan berkata : Allah memerintahkanmu agar membacakan
Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf, dengan huruf mana saja mereka baca,
mereka tetap benar.” (HR. Muslim)
3. Dari Umar bin
Khatab, ia
berkata :
“Aku mendengar Hisyam bin
Hakim membaca surah Al-Furqan dimasa hidup Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya.
Tiba-tiba ia membacanya dengan huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah
kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya disaat ia shalat, tetapi aku
berusaha sabar menunggunya sampai salam. Begitu salam aku tarik selendangnya dan
bertanya : Siapakah yang membacakan surah itu kepadamu ? Ia menjawab :
Rasulullah yang membacakan kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya : Dusta kau !
Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah yang aku dengar tadi
engkau membacanya (tapi tidak seperti bacaanmu). Kemudian aku bawa ia menghadap
Rasulullah dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini
membaca surah Al-Furqan dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan
kepadaku padahal engkau sendiri telah membacakan surah Al-Furqan kepadaku. Maka
Rasulullah berkata : Lepaskan dia wahai Umar. Bacalah surah tadi wahai Hisyam !
Hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti yang kudengar tadi. Maka
kata Rasulullah : Begitulah surah itu diturunkan. Ia berkata lagi : Bacalah,
wahai Umar ! Lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah
kepadaku. Maka kata Rasulullah : Begitulah surah itu diturunkan. Dan katanya
lagi : Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah
dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya.” (HR Bukhari, Muslim, Abu
Daud, Nasa’i, Tirmidzi, Ahmad & Ibnu Jarir)
B. Seputar Pendapat yang
Beredar
Menurut Imam As-Suyuthi[2], para ulama berselisih
pendapat tentang pengertian ‘tujuh huruf’ tersebut. Perselisihan ini
hingga mencapai 20 pendapat.[3]
Ibnu
Hayyan
berkata, “Ahli ilmu berpendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi 35
macam pendapat”. Pendapat itu banyak yang timpang tindih & yang dianggap
paling mendekati kebenaran ada 6 (enam) pendapat.[4]
Enam pendapat itu adalah :
1. Tujuh bahasa (dialek) dari
bahasa Arab mengenai satu makna.
Dengan pengertian bahwasanya dialek orang-orang Arab
dalam mengungkapkan suatu maksud itu berbeda-beda, sedangkan Al-Qur’an datang
dengan menggunakan lafazd-lafzd menurut dialek tersebut. Dan jika tidak terdapat
perbedaan, maka Qur’an hanya mendatangkan satu lafadz atau lebih saja. Bahasa
ini adalah Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim & Yaman. Ada
juga yang mengatakan Quraisy, Hudzail, Azad, Hawazin, Rabi’ah, Tamim & Sa’ad
bin Bakar.[5]
Pendapat pertama ini dipilih oleh Sufyan bin ‘Uyainah, Ibn Jarir At-Tabari,
Ibn Wahb dan lainnya.[6]
2. Tujuh macam bahasa (dialek)
dari bahasa Arab dengan mana Qur’an diturunkan.
Dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur’an secara
keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa yang
paling fasih dikalangan bangsa Arab & bahasa Quraisy yang dominan. Bahasa
yang lain adalah Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman. Sebagian
ulama mengatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang paling benar yang
didukung oleh Al-Baihaqi & Al-Bukhari serta pengarang kitab
kamus pun memilih pendapat ini.[7]
3. Tujuh wajah
Yaitu amr, nahyu, wad,
wa’id, jadal, qasas & masal atau disebut amr, nahyu, halal,
haram, muhkam, mutasyabih & amsal. Dalilnya adalah :
“Dari Ibnu Mas’ud, Nabi
berkata : Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu & dengan satu
huruf. Sedang Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dengan tujuh huruf, yaitu
zajr (larangan), amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih & amsal.”
(HR.
Hakim & Baihaqi dari Ibnu Mas’ud)
4. Tujuh hal yang didalamnya
terjadi ikhtilaf (perbedaan)
Ulama menyebutkan tujuh
ikhtilaf itu adalah (1) Iktilaful asma (perbedaan kata benda), dalam
bentuk mufrad, muzakkar & cabang-cabangnya seperti
tasniyah, jamak dan ta’nis, (2) Perbedaan dalam segi
i’rab, (3) Perbedaan dalam tasrif, (4) Perbedaan dalam taqdim
& ta’khir yang terjadi baik pada huruf maupun pada kata, (5) Perbedaan
dalam segi ibdal (penggatian) yang terjadi baik huruf dengan huruf,
lafadz dengan lafadz ataupun penggantian yang terjadi pada sedikit perbedaan
makhraj, (6) Perbedaan karena adanya penambahan & pengurangan, (7)
Perbedaan lahjah, seperti bacaan tafkhim & tarqiq,
fatah & imalah, izhar & idgam, hamzah
& tashil, isymam dan lainnya
5. Tujuh huruf tidak diartikan
secara harfiah tapi diartikan sebagai kesempurnaan
Kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa & susunan
Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang Arab yang
telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi.
6. Merupakan Qira’at yang tujuh
C.
Pembahasan
1. Pendapat pertama dikuatkan
dengan hadits yang menjelaskan bahwa tujuh huruf adalah perbedaan lafadz untuk
satu makna yang sama, yakni :
“Jibril mengatakan : Wahai
Muhammad, bacalah Qur’an dengan satu huruf. Lalu Mika’il mengatakan : Tambahlah.
Jibril berkata lagi : Dengan dua huruf ! Jibril terus menambahnya hingga sampai
dengan enam huruf atau tujuh huruf. Lalu ia berkata : Semua itu obat penawar
yang memadai, selama ayat azab tidak ditutup dengan ayat rahmat & ayat
rahmat tidak ditutupi dengan ayat azab. Seperti kata halumma, ta’ala, izhab,
asra & ‘ajal.” (HR. Ahmad & Tabarani
dari Abu Bakrah dengan isnad jayyid)
Ibnu ‘Abdil Barr berkata,“Maksud hadits ini
hanyalah sebagai contoh bagi huruf-huruf yang dengannya Qur’an diturunkan.
Ketujuh huruf itu mempunyai makna yang sama pengertiannya tetapi berbeda bunyi
pengucapannya.” [8]
Kemudian hadits :
“Abu Juhaim Al-Ansari
mendapat berita bahwa dua orang lelaki berselisih tentang suatu ayat Qur’an.
Yang satu mengatakan, ayat itu diterima dari Rasululllah dan yang lain pun
mengatakan demikian. Maka kata Rasulullah : Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan
dengan tujuh huruf, maka jangan kamu saling berdebat tentang Qur’an karena
perdebatan mengenainya merupakan suatu kekafiran. Sesungguhnya Allah telah
menyuruh aku agar membaca Qur’an atas tujuh huruf.” (HR. Ahmad dan Thabari
dari Busr bin Sa’id dengan para perawi hadits shahih)
Ibnu Jarir At-Tabari
mengatakan,
“Tujuh huruf yang dengannya qur’an diturunkan adalah tujuh dialek bahasa
dalam satu huruf & satu kata karena perbedaan lafadz tetapi sama
maknanya”. At-Tabari melanjutkan bahwa saat ini tidak kita jumpai
dalam Al-Qur’an satu huruf yang dibaca dengan tujuh bahasa yang berbeda-beda
lafadznya tetapi sama maknanya. Karena umat Islam diberi kebebasan untuk memilih
dalam bacaan & hafalannya salah satu dari ketujuh huruf itu sesuai dengan
keinginannya sebagaimana diperintahkan. Dimasa Ustman ra bacaan itu ditetapkan
dengan salah satu huruf saja, karena dikhawatirkan akan timbul fitnah. Hal ini
diterima secara bulat oleh umat Islam dimasa itu.[9]
2. Pendapat kedua tertolak
karena Umar ra & Hisyam bin Hakim adalah sama-sama orang Quraisy yang
mempunyai bahasa yang sama & kabilah yang sama, tetapi qira’at (bacaan)
keduanya berbeda & mustahil Umar ra mengingkari bahasa Hisyam ra (namun itu
justru terjadi). Semua itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf
adalah perbedaan lafadz mengenai makna yang sama.
3. Pendapat ketiga tertolak
karena sesuatu yang satu tidak mungkin dinyatakan halal & haram didalam satu
ayat & keleluasaan pun tidak dapat direfleksikan dengan pengharaman yang
halal atau sebaliknya. Kita tahu jika perselisihan & sikap saling meragukan
antar shahabat adalah menyangkut yang halal, haram, janji, ancaman dll yang
ditunjukkan oleh bacaan mereka, maka mustahil Rasul SAW akan membenarkan
semuanya & memerintahkan setiap orang untuk tetap pada
bacaannnya.
4. Pendapat keempat ini telah
populer & diterima banyak ulama seperti Ar-Razi yang didukung oleh
Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muti’i & Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Azim
Az-Zarqani dari kalangan muta’akhirin. Namun pendapat ini tertolak karena
hanya mengemukakan perubahan atau perbedaan yang hanya (sebagian besar) terdapat
dalam qira’at-qira’at ahad (tidak mutawwatir). Padahal segala
sesuatu yang berupa Al-Qur’an haruslah mutawwatir.
At-Tabari di dalam tafsirnya jilid 1
hal 65 mengatakan, “Adapun perbedaan bacaan seperti me-rafa’-kan
sesuatu huruf, men-jar-kan, me-nasab-kan, men-sukun-kan,
meng-harakat-kan & memindahkannya ketempat lain dalam bentuk yang
sama, semua itu tidak termasuk dalam pengertian ucapan Nabi : ‘Aku diperintahkan
untuk membaca Qur’an dengan tujuh huruf.’ Sebab sebagaimana diketahui, tidak ada
satu huruf pun dari Qur’an yang perbedaan bacaannya, menurut pengertian ini yang
menyebabkan seorang dipandang telah kafir karena meragukannya, berdasarkan
pendapat salah seorang ulama – padahal Nabi mensinyalir keraguan tentang huruf
itu sebagai suatu kekafiran- itu termasuk salah satu segi yang dipertentangkan
oleh mereka yang berselisih seperti yang dijelaskan dalam banyak riwayat.”
[10]
5. Pendapat kelima ditolak
karena nash-nash hadits menunjukkan hakikat bilangan itu dengan tegas. Sehingga
jelas sekali ia menunjukkan hakikat bilangan tertentu yang terbatas pada angka
tujuh.
6. Pendapat keenam ditolak
karena Qur’an bukanlah qira’at tetapi wahyu Allah SWT.
Didalam Al-Itqan
jilid 1 hal 80 dituliskan Abu Syamah berkata,“Suatu kaum
mengira bahwa qira’at tujuh yang ada sekarang ini, itulah yang dimaksud dengan
tujuh huruf dalam hadits. Asumsi ini sangat bertentangan dengan kesepakatan ahli
ilmu & yang beranggapan seperti itu hanyalah sebagian orang-orang bodoh
saja.” [11]
Ibn ‘Imar berkata,“Orang yang
menginterpretasikan qira’at tujuh dengan kata sab’ah dalam hadits ini telah
melakukan apa yang tidak sepantasnya dilakukan & membuat kesulitan bagi
orang awam dengan mengesankan kepada setiap orang yang berwawasan sempit bahwa
qira’at-qira’at itulah yang dimaksud oleh hadits. Alangkah baiknya adaikata
qira’at yang masyhur itu kurang dari tujuh atau lebih, tentu kekaburan &
kesalahan ini tidak perlu terjadi.” [12]
Maka
jelaslah bagi kita pendapat pertama lebih sesuai dengan zahir nash-nash &
didukung oleh bukti-bukti yang shahih.
D. Hikmah Tujuh Huruf
Qur’an
Hikmah diturunkannya
Al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah :
1. Memudahkan bacaan &
hafalan bagi bangsa yang ummi, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek
masing-masing. Dari sebuah hadits disebutkan :
“Rasulullah bertemu dengan
Jibril di Ahjarul Mira’, sebuah tempat di Kuba, lalu berkata : Aku diutus kepada
umat yang ummi. Diantara mereka ada anak-anak, pembantu, kakek-kakek tua &
nenek-nenek jompo. Maka kata Jibril : Hendaklah mereka membaca Qur’an dengan
tujuh huruf.” (HR. Ahmad, Abu Daud,
Tirmidzi & Tabari dengan
isnad yang shahih dari Ubay)
2. Bukti kemukjizatan Qur’an
bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab.
3. Kemukjizatan Qur’an dalam
aspek makna & hukum-hukumnya. Sebab perubahan-perubahan bentuk lafadz pada
sebagian huruf & kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan
dari padanya berbagai hukum.
E. Keberadaan Tujuh
Huruf dalam Mushaf Usmani
Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah tujuh huruf
Al-Qur’an itu masih terdapat dalam Mushaf Usmani. Muhammad Ali
Ash-Shabuny [13]
mengetengahkan tiga pendapat :
1. Sebagian ulama fiqh, qurra’
& mutakallimin berpendapat bahwa semua huruf tersebut terdapat pada Mushaf
Usmani.
2. Jumhur ulama dari kalangan
salaf, khalaf & imam-imam muslimin berpendapat bahwa Mushaf Usmani mencakup
huruf-huruf yang tujuh yang terkandung dalam bentuk tulisan saja.
3. Ibnu Jarir
Ath-Thabari
& yang sealiran serta sependapat mengatakan bahwa Mushaf Usmani itu hanya
melambangkan satu bentuk huruf dari ketujuh huruf tersebut.
Pembahasan
M. Ali
Ash-Shabuny
memegang pendapat kedua dengan mengutip pendapat Az-Zarqany dalam
Manahilul Irfan hal 662 yang berkata,“Bila kita kembalikan tujuh wajah
ini kepada Mushaf Usmani & bacaan yang ditulisnya menurut apa adanya, kami
akan menarik kesimpulan yang tidak bisa dibantah & akan sampai pada pemisah
pada bab ini yaitu bahwasanya Mushaf Usmani adalah mencangkup semua wajah yang
tujuh, tetapi dengan arti masing-masing dari mushaf mengandung huruf yang sesuai
dengan khat Usman baik secara menyeluruh maupun sebagiannya. Dimana mushaf itu
secara langsung keseluruhannnya tidak kurang dari satu huruf pun.” [14]
M. Husain Abdullah
berkata,
“Perbedaan itu (tujuh huruf) disebabkan oleh perbedaan lahjat (dialek) pada
masing-masing suku di Arab, serta perbedaan mereka dalam gaya bertutur.
Kodifikasi Al-Qur’an, yakni Khat Al-Qur’an, telah mengakomodir setiap lahjat
ini. Penulisan (Qur’an) semacam ini telah mencakup qira’at al-imalah atau
qira’at fatah. Tujuh huruf ini hadir dengan lahjat yang beragam & juga hadir
dalam bentuk rasm yang berbeda-beda”. [15]
As-Suyuthi[16] didalam Al-Itqan
mengutip perkataan Ibnu Tin yang mengatakan,“…
Karena khawatir akan timbul bencana, Usman segera memerintahkan menyalin
lembaran-lembaran itu (lembaran Abu Bakar ra) ke dalam mushaf dengan menertibkan
surah-surahnya & membatasinya hanya pada bahasa mereka (Quraisy) sekalipun
pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa selain Quraisy guna
menghindari kesulitan.” Ibnu Tin melanjutkan perkataannya
:Al-Haris
Al-Muhasibi mengatakan : “… Usman
hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam (wajah) qira’at. Sebelum itu
mushaf-mushaf tersebut dibaca dengan berbagai macam qira’at yang didasarkan pada
tujuh huruf dengan mana Qur’an diturunkan.” [17]
Manna’
Al-Qattan
mengambil pendapat ketiga dengan mengatakan,“… Sedangkan pengumpulan yang
dilakukan Usman adalah menyalinnya dalam satu huruf diantara ketujuh huruf itu,
untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf & satu huruf yang mereka
baca tanpa keenam huruf lainnya.” [18]
Manna melanjutkan, katanya : “Para pendukung pendapat keempat [19]
memandang bahwa Mushaf Usmani mencakup tujuh huruf tersebut seluruhnya, dengan
pengertian bahwa mushaf itu mengandung huruf-huruf yang dimungkinkan oleh bentuk
tulisannya. Andai huruf-huruf itu masih terdapat dalam mushaf Usmani, tentulah
mushaf itu tidak dapat meredam pertikaian dalam hal perbedaan bacaan. Usman
berpendapat bahwa membaca Qur’an dengan ketujuh huruf itu hanyalah untuk
menghilangkan kesempitan & kesusahan di masa-masa awal & kebutuhan akan
hal itu pun sudah berakhir”.[20]
˜™
[1] Studi Ilmu-ilmu
Al-Qur’an hal 229.
[2] Apa Itu Al-Qur’an hal 79.
[3]Dicatatan kaki Kitab Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
229 dikatakan As-Suyuthi menyebutkan hingga 40 pendapat.
[4] Lihat Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’anhal 229-234
bandingkan dengan Pengantar Studi Al-Qur’an hal 305-310.
[5] Muhammad Husain Abdullah dalam Studi
Dasar-dasar Pemikiran Islamhal 44. bahkan menyebutkan tujuh huruf itu
berasal dari 8 (delapan) dialek kabilah dengan menambahkan kabilah
Qabas.
[6] Ash-Shabunidalam Pengantar Studi
Al-Qur’anhal 306menambahkan nama Ath-Thahawy. Muhammad Husain
Abdullahmengambil pendapat ini dengan mengatakan bahwa perbedaan tujuh huruf
disebabkan oleh perbedaan lahjat (dialek) pada masing-masing suku yang
ada di Arab serta perbedaan mereka dalam gaya bertutur. (Studi Dasar-dasar
Pemikiran Islamhal 44).
[7] Pengantar Studi Al-Qur’anhal 306
[8] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
235.
[9] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
238.
[10] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
242-243.
[11] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
242.
[12] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
243.
[13] Pengantar Studi Al-Qur’an hal
310.
[14] Pengantar Studi Al-Qur’anhal
310.
[15] Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam hal
44.
[16] Imam As-Suyuthi mengatakandalam Tarikh
Khulafa’hal 192 bahwa Utsman adalah orang yang pertama kali menyatukan
Al-Qur’an dalam satu bacaan.
[17] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
198-199.
[18] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
198.
[19] Yakni yang berpendapat bahwa tujuh huruf adalah tujuh
macam hal yang didalamnya terjadi perbedaan.
[20] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 240-241. -
SUMBER: Belajar Mengenal Dan Mencintai Al Qur'an/M.Fachri Simatupang.
A. Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf
Hadits yang mengatakan bahwa Qur’an itu turun dengan tujuh
huruf adalah banyak sekali & sebagian besar telah diselidiki oleh Ibnu
Jarir didalam pengantar tafsirnya. Imam As-Suyuthi dalam
Al-Itqan jilid I hal 41 menyebutkan bahwa hadits-hadits tersebut
diriwayatkan dari dua puluh orang shahabat. Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Salam
menetapkan kemutawwatiran hadits mengenai masalah ini.[1]
Berikut ini adalah hadits
yang menggambarkan bahwa Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf :
1. Dari Ibnu Abbas, ia berkata :
“Rasulullah berkata : Jibril
membacakan (Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku
mendesak & meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku
sampai dengan tujuh huruf.” (HR. Bukhari, Muslim dan
lain-lain)
2. Dari Ubai bin
Ka’ab :
“Ketika Nabi berada didekat
parit Bani Gafar, ia didatangi Jibril seraya mengatakan : Allah memerintahkanmu
agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan satu huruf. Ia menjawab : Aku
memohon kepada Allah ampunan & magfirah-Nya karena umatku tidak dapat
melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya
dan berkata : Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan
dua huruf. Aku memohon kepada Allah ampunan & magfirah-Nya karena umatku
tidak dapat melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril datang lagi untuk yang
ketiga kalinya dan berkata : Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada
umatmu dengan tiga huruf. Aku memohon kepada Allah ampunan & magfirah-Nya
karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril datang lagi
untuk yang keempat kalinya dan berkata : Allah memerintahkanmu agar membacakan
Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf, dengan huruf mana saja mereka baca,
mereka tetap benar.” (HR. Muslim)
3. Dari Umar bin
Khatab, ia
berkata :
“Aku mendengar Hisyam bin
Hakim membaca surah Al-Furqan dimasa hidup Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya.
Tiba-tiba ia membacanya dengan huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah
kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya disaat ia shalat, tetapi aku
berusaha sabar menunggunya sampai salam. Begitu salam aku tarik selendangnya dan
bertanya : Siapakah yang membacakan surah itu kepadamu ? Ia menjawab :
Rasulullah yang membacakan kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya : Dusta kau !
Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah yang aku dengar tadi
engkau membacanya (tapi tidak seperti bacaanmu). Kemudian aku bawa ia menghadap
Rasulullah dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini
membaca surah Al-Furqan dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan
kepadaku padahal engkau sendiri telah membacakan surah Al-Furqan kepadaku. Maka
Rasulullah berkata : Lepaskan dia wahai Umar. Bacalah surah tadi wahai Hisyam !
Hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti yang kudengar tadi. Maka
kata Rasulullah : Begitulah surah itu diturunkan. Ia berkata lagi : Bacalah,
wahai Umar ! Lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah
kepadaku. Maka kata Rasulullah : Begitulah surah itu diturunkan. Dan katanya
lagi : Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah
dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya.” (HR Bukhari, Muslim, Abu
Daud, Nasa’i, Tirmidzi, Ahmad & Ibnu Jarir)
B. Seputar Pendapat yang Beredar
Menurut Imam As-Suyuthi[2], para ulama berselisih
pendapat tentang pengertian ‘tujuh huruf’ tersebut. Perselisihan ini
hingga mencapai 20 pendapat.[3]
Ibnu
Hayyan
berkata, “Ahli ilmu berpendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi 35
macam pendapat”. Pendapat itu banyak yang timpang tindih & yang dianggap
paling mendekati kebenaran ada 6 (enam) pendapat.[4]
Enam pendapat itu adalah :
1. Tujuh bahasa (dialek) dari
bahasa Arab mengenai satu makna.
Dengan pengertian bahwasanya dialek orang-orang Arab
dalam mengungkapkan suatu maksud itu berbeda-beda, sedangkan Al-Qur’an datang
dengan menggunakan lafazd-lafzd menurut dialek tersebut. Dan jika tidak terdapat
perbedaan, maka Qur’an hanya mendatangkan satu lafadz atau lebih saja. Bahasa
ini adalah Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim & Yaman. Ada
juga yang mengatakan Quraisy, Hudzail, Azad, Hawazin, Rabi’ah, Tamim & Sa’ad
bin Bakar.[5]
Pendapat pertama ini dipilih oleh Sufyan bin ‘Uyainah, Ibn Jarir At-Tabari,
Ibn Wahb dan lainnya.[6]
2. Tujuh macam bahasa (dialek)
dari bahasa Arab dengan mana Qur’an diturunkan.
Dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur’an secara
keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa yang
paling fasih dikalangan bangsa Arab & bahasa Quraisy yang dominan. Bahasa
yang lain adalah Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman. Sebagian
ulama mengatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang paling benar yang
didukung oleh Al-Baihaqi & Al-Bukhari serta pengarang kitab
kamus pun memilih pendapat ini.[7]
3. Tujuh wajah
Yaitu amr, nahyu, wad,
wa’id, jadal, qasas & masal atau disebut amr, nahyu, halal,
haram, muhkam, mutasyabih & amsal. Dalilnya adalah :
“Dari Ibnu Mas’ud, Nabi
berkata : Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu & dengan satu
huruf. Sedang Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dengan tujuh huruf, yaitu
zajr (larangan), amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih & amsal.”
(HR.
Hakim & Baihaqi dari Ibnu Mas’ud)
4. Tujuh hal yang didalamnya
terjadi ikhtilaf (perbedaan)
Ulama menyebutkan tujuh
ikhtilaf itu adalah (1) Iktilaful asma (perbedaan kata benda), dalam
bentuk mufrad, muzakkar & cabang-cabangnya seperti
tasniyah, jamak dan ta’nis, (2) Perbedaan dalam segi
i’rab, (3) Perbedaan dalam tasrif, (4) Perbedaan dalam taqdim
& ta’khir yang terjadi baik pada huruf maupun pada kata, (5) Perbedaan
dalam segi ibdal (penggatian) yang terjadi baik huruf dengan huruf,
lafadz dengan lafadz ataupun penggantian yang terjadi pada sedikit perbedaan
makhraj, (6) Perbedaan karena adanya penambahan & pengurangan, (7)
Perbedaan lahjah, seperti bacaan tafkhim & tarqiq,
fatah & imalah, izhar & idgam, hamzah
& tashil, isymam dan lainnya
5. Tujuh huruf tidak diartikan
secara harfiah tapi diartikan sebagai kesempurnaan
Kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa & susunan
Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang Arab yang
telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi.
6. Merupakan Qira’at yang tujuh
C.
Pembahasan
1. Pendapat pertama dikuatkan
dengan hadits yang menjelaskan bahwa tujuh huruf adalah perbedaan lafadz untuk
satu makna yang sama, yakni :
“Jibril mengatakan : Wahai
Muhammad, bacalah Qur’an dengan satu huruf. Lalu Mika’il mengatakan : Tambahlah.
Jibril berkata lagi : Dengan dua huruf ! Jibril terus menambahnya hingga sampai
dengan enam huruf atau tujuh huruf. Lalu ia berkata : Semua itu obat penawar
yang memadai, selama ayat azab tidak ditutup dengan ayat rahmat & ayat
rahmat tidak ditutupi dengan ayat azab. Seperti kata halumma, ta’ala, izhab,
asra & ‘ajal.” (HR. Ahmad & Tabarani
dari Abu Bakrah dengan isnad jayyid)
Ibnu ‘Abdil Barr berkata,“Maksud hadits ini
hanyalah sebagai contoh bagi huruf-huruf yang dengannya Qur’an diturunkan.
Ketujuh huruf itu mempunyai makna yang sama pengertiannya tetapi berbeda bunyi
pengucapannya.” [8]
Kemudian hadits :
“Abu Juhaim Al-Ansari
mendapat berita bahwa dua orang lelaki berselisih tentang suatu ayat Qur’an.
Yang satu mengatakan, ayat itu diterima dari Rasululllah dan yang lain pun
mengatakan demikian. Maka kata Rasulullah : Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan
dengan tujuh huruf, maka jangan kamu saling berdebat tentang Qur’an karena
perdebatan mengenainya merupakan suatu kekafiran. Sesungguhnya Allah telah
menyuruh aku agar membaca Qur’an atas tujuh huruf.” (HR. Ahmad dan Thabari
dari Busr bin Sa’id dengan para perawi hadits shahih)
Ibnu Jarir At-Tabari
mengatakan,
“Tujuh huruf yang dengannya qur’an diturunkan adalah tujuh dialek bahasa
dalam satu huruf & satu kata karena perbedaan lafadz tetapi sama
maknanya”. At-Tabari melanjutkan bahwa saat ini tidak kita jumpai
dalam Al-Qur’an satu huruf yang dibaca dengan tujuh bahasa yang berbeda-beda
lafadznya tetapi sama maknanya. Karena umat Islam diberi kebebasan untuk memilih
dalam bacaan & hafalannya salah satu dari ketujuh huruf itu sesuai dengan
keinginannya sebagaimana diperintahkan. Dimasa Ustman ra bacaan itu ditetapkan
dengan salah satu huruf saja, karena dikhawatirkan akan timbul fitnah. Hal ini
diterima secara bulat oleh umat Islam dimasa itu.[9]
2. Pendapat kedua tertolak
karena Umar ra & Hisyam bin Hakim adalah sama-sama orang Quraisy yang
mempunyai bahasa yang sama & kabilah yang sama, tetapi qira’at (bacaan)
keduanya berbeda & mustahil Umar ra mengingkari bahasa Hisyam ra (namun itu
justru terjadi). Semua itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf
adalah perbedaan lafadz mengenai makna yang sama.
3. Pendapat ketiga tertolak
karena sesuatu yang satu tidak mungkin dinyatakan halal & haram didalam satu
ayat & keleluasaan pun tidak dapat direfleksikan dengan pengharaman yang
halal atau sebaliknya. Kita tahu jika perselisihan & sikap saling meragukan
antar shahabat adalah menyangkut yang halal, haram, janji, ancaman dll yang
ditunjukkan oleh bacaan mereka, maka mustahil Rasul SAW akan membenarkan
semuanya & memerintahkan setiap orang untuk tetap pada
bacaannnya.
4. Pendapat keempat ini telah
populer & diterima banyak ulama seperti Ar-Razi yang didukung oleh
Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muti’i & Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Azim
Az-Zarqani dari kalangan muta’akhirin. Namun pendapat ini tertolak karena
hanya mengemukakan perubahan atau perbedaan yang hanya (sebagian besar) terdapat
dalam qira’at-qira’at ahad (tidak mutawwatir). Padahal segala
sesuatu yang berupa Al-Qur’an haruslah mutawwatir.
At-Tabari di dalam tafsirnya jilid 1
hal 65 mengatakan, “Adapun perbedaan bacaan seperti me-rafa’-kan
sesuatu huruf, men-jar-kan, me-nasab-kan, men-sukun-kan,
meng-harakat-kan & memindahkannya ketempat lain dalam bentuk yang
sama, semua itu tidak termasuk dalam pengertian ucapan Nabi : ‘Aku diperintahkan
untuk membaca Qur’an dengan tujuh huruf.’ Sebab sebagaimana diketahui, tidak ada
satu huruf pun dari Qur’an yang perbedaan bacaannya, menurut pengertian ini yang
menyebabkan seorang dipandang telah kafir karena meragukannya, berdasarkan
pendapat salah seorang ulama – padahal Nabi mensinyalir keraguan tentang huruf
itu sebagai suatu kekafiran- itu termasuk salah satu segi yang dipertentangkan
oleh mereka yang berselisih seperti yang dijelaskan dalam banyak riwayat.”
[10]
5. Pendapat kelima ditolak
karena nash-nash hadits menunjukkan hakikat bilangan itu dengan tegas. Sehingga
jelas sekali ia menunjukkan hakikat bilangan tertentu yang terbatas pada angka
tujuh.
6. Pendapat keenam ditolak
karena Qur’an bukanlah qira’at tetapi wahyu Allah SWT.
Didalam Al-Itqan
jilid 1 hal 80 dituliskan Abu Syamah berkata,“Suatu kaum
mengira bahwa qira’at tujuh yang ada sekarang ini, itulah yang dimaksud dengan
tujuh huruf dalam hadits. Asumsi ini sangat bertentangan dengan kesepakatan ahli
ilmu & yang beranggapan seperti itu hanyalah sebagian orang-orang bodoh
saja.” [11]
Ibn ‘Imar berkata,“Orang yang
menginterpretasikan qira’at tujuh dengan kata sab’ah dalam hadits ini telah
melakukan apa yang tidak sepantasnya dilakukan & membuat kesulitan bagi
orang awam dengan mengesankan kepada setiap orang yang berwawasan sempit bahwa
qira’at-qira’at itulah yang dimaksud oleh hadits. Alangkah baiknya adaikata
qira’at yang masyhur itu kurang dari tujuh atau lebih, tentu kekaburan &
kesalahan ini tidak perlu terjadi.” [12]
Maka
jelaslah bagi kita pendapat pertama lebih sesuai dengan zahir nash-nash &
didukung oleh bukti-bukti yang shahih.
D. Hikmah Tujuh Huruf
Qur’an
Hikmah diturunkannya
Al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah :
1. Memudahkan bacaan &
hafalan bagi bangsa yang ummi, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek
masing-masing. Dari sebuah hadits disebutkan :
“Rasulullah bertemu dengan
Jibril di Ahjarul Mira’, sebuah tempat di Kuba, lalu berkata : Aku diutus kepada
umat yang ummi. Diantara mereka ada anak-anak, pembantu, kakek-kakek tua &
nenek-nenek jompo. Maka kata Jibril : Hendaklah mereka membaca Qur’an dengan
tujuh huruf.” (HR. Ahmad, Abu Daud,
Tirmidzi & Tabari dengan
isnad yang shahih dari Ubay)
2. Bukti kemukjizatan Qur’an
bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab.
3. Kemukjizatan Qur’an dalam
aspek makna & hukum-hukumnya. Sebab perubahan-perubahan bentuk lafadz pada
sebagian huruf & kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan
dari padanya berbagai hukum.
E. Keberadaan Tujuh
Huruf dalam Mushaf Usmani
Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah tujuh huruf
Al-Qur’an itu masih terdapat dalam Mushaf Usmani. Muhammad Ali
Ash-Shabuny [13]
mengetengahkan tiga pendapat :
1. Sebagian ulama fiqh, qurra’
& mutakallimin berpendapat bahwa semua huruf tersebut terdapat pada Mushaf
Usmani.
2. Jumhur ulama dari kalangan
salaf, khalaf & imam-imam muslimin berpendapat bahwa Mushaf Usmani mencakup
huruf-huruf yang tujuh yang terkandung dalam bentuk tulisan saja.
3. Ibnu Jarir
Ath-Thabari
& yang sealiran serta sependapat mengatakan bahwa Mushaf Usmani itu hanya
melambangkan satu bentuk huruf dari ketujuh huruf tersebut.
Pembahasan
M. Ali
Ash-Shabuny
memegang pendapat kedua dengan mengutip pendapat Az-Zarqany dalam
Manahilul Irfan hal 662 yang berkata,“Bila kita kembalikan tujuh wajah
ini kepada Mushaf Usmani & bacaan yang ditulisnya menurut apa adanya, kami
akan menarik kesimpulan yang tidak bisa dibantah & akan sampai pada pemisah
pada bab ini yaitu bahwasanya Mushaf Usmani adalah mencangkup semua wajah yang
tujuh, tetapi dengan arti masing-masing dari mushaf mengandung huruf yang sesuai
dengan khat Usman baik secara menyeluruh maupun sebagiannya. Dimana mushaf itu
secara langsung keseluruhannnya tidak kurang dari satu huruf pun.” [14]
M. Husain Abdullah
berkata,
“Perbedaan itu (tujuh huruf) disebabkan oleh perbedaan lahjat (dialek) pada
masing-masing suku di Arab, serta perbedaan mereka dalam gaya bertutur.
Kodifikasi Al-Qur’an, yakni Khat Al-Qur’an, telah mengakomodir setiap lahjat
ini. Penulisan (Qur’an) semacam ini telah mencakup qira’at al-imalah atau
qira’at fatah. Tujuh huruf ini hadir dengan lahjat yang beragam & juga hadir
dalam bentuk rasm yang berbeda-beda”. [15]
As-Suyuthi[16] didalam Al-Itqan
mengutip perkataan Ibnu Tin yang mengatakan,“…
Karena khawatir akan timbul bencana, Usman segera memerintahkan menyalin
lembaran-lembaran itu (lembaran Abu Bakar ra) ke dalam mushaf dengan menertibkan
surah-surahnya & membatasinya hanya pada bahasa mereka (Quraisy) sekalipun
pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa selain Quraisy guna
menghindari kesulitan.” Ibnu Tin melanjutkan perkataannya
:Al-Haris
Al-Muhasibi mengatakan : “… Usman
hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam (wajah) qira’at. Sebelum itu
mushaf-mushaf tersebut dibaca dengan berbagai macam qira’at yang didasarkan pada
tujuh huruf dengan mana Qur’an diturunkan.” [17]
Manna’
Al-Qattan
mengambil pendapat ketiga dengan mengatakan,“… Sedangkan pengumpulan yang
dilakukan Usman adalah menyalinnya dalam satu huruf diantara ketujuh huruf itu,
untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf & satu huruf yang mereka
baca tanpa keenam huruf lainnya.” [18]
Manna melanjutkan, katanya : “Para pendukung pendapat keempat [19]
memandang bahwa Mushaf Usmani mencakup tujuh huruf tersebut seluruhnya, dengan
pengertian bahwa mushaf itu mengandung huruf-huruf yang dimungkinkan oleh bentuk
tulisannya. Andai huruf-huruf itu masih terdapat dalam mushaf Usmani, tentulah
mushaf itu tidak dapat meredam pertikaian dalam hal perbedaan bacaan. Usman
berpendapat bahwa membaca Qur’an dengan ketujuh huruf itu hanyalah untuk
menghilangkan kesempitan & kesusahan di masa-masa awal & kebutuhan akan
hal itu pun sudah berakhir”.[20]
˜™
[1] Studi Ilmu-ilmu
Al-Qur’an hal 229.
[2] Apa Itu Al-Qur’an hal 79.
[3]Dicatatan kaki Kitab Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
229 dikatakan As-Suyuthi menyebutkan hingga 40 pendapat.
[4] Lihat Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’anhal 229-234
bandingkan dengan Pengantar Studi Al-Qur’an hal 305-310.
[5] Muhammad Husain Abdullah dalam Studi
Dasar-dasar Pemikiran Islamhal 44. bahkan menyebutkan tujuh huruf itu
berasal dari 8 (delapan) dialek kabilah dengan menambahkan kabilah
Qabas.
[6] Ash-Shabunidalam Pengantar Studi
Al-Qur’anhal 306menambahkan nama Ath-Thahawy. Muhammad Husain
Abdullahmengambil pendapat ini dengan mengatakan bahwa perbedaan tujuh huruf
disebabkan oleh perbedaan lahjat (dialek) pada masing-masing suku yang
ada di Arab serta perbedaan mereka dalam gaya bertutur. (Studi Dasar-dasar
Pemikiran Islamhal 44).
[7] Pengantar Studi Al-Qur’anhal 306
[8] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
235.
[9] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
238.
[10] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
242-243.
[11] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
242.
[12] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
243.
[13] Pengantar Studi Al-Qur’an hal
310.
[14] Pengantar Studi Al-Qur’anhal
310.
[15] Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam hal
44.
[16] Imam As-Suyuthi mengatakandalam Tarikh
Khulafa’hal 192 bahwa Utsman adalah orang yang pertama kali menyatukan
Al-Qur’an dalam satu bacaan.
[17] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
198-199.
[18] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal
198.
[19] Yakni yang berpendapat bahwa tujuh huruf adalah tujuh
macam hal yang didalamnya terjadi perbedaan.
[20] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 240-241. -
SUMBER: Belajar Mengenal Dan Mencintai Al Qur'an/M.Fachri Simatupang.
0 komentar