Buah Merenungi Al-Qur’an

Jika kamu perhatikan apa yang diserukan Allah Ta’ala untuk direnungkan, hal itu mengantarkan kamu pada ilmu tentang Tuhan, tentang keesaan-Nya, serta sifat-sifat keagungan-Nya seperti qudrat, ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan, ridha, murka, pahala, dan siksa-Nya. Demikianlah. Dia memperkenalkan diri kepada hamba-hamba-Nya dan menyeru mereka untuk merenungi ayat-ayat-Nya. Kami akan menyebutkan beberapa contoh saja yang disebutkan Allah Ta’ala dalam kitab-Nya; yang lain dapat anda cari sendiri.
Di antaranya adalah penciptaan manusia. Bukan hanya dalam satu tempat Allah Ta’ala menyuruh kita untuk merenungkannya, seperti firman-Nya,
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?” (ath-Thaariq: 5)
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” (adz-Dzaariyaat: 21)
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu, dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya.” (al-Hajj: 5)
“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia dahulu dan setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)? Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan dari-padanya sepasang: laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyaamah: 36-40)
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina, kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim), sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan.” (al-Mursalaat: 20-23)
“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” (Yaasiin: 77)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia darisuatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Ba/fc” (al-Mukminuun: 12-14)
Amat banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menyeru manusia untuk memikirkan proses awal, tengah, dan akhir dalam penciptaan manusia. Karena diri manusia dan cara penciptaannya adalah sebagian di antara dalil terkuat atas sang Pencipta. Selain itu juga karena yang terdekat dengan manusia adalah dirinya sendiri. Di sana terdapat keajaiban-keajaiban yang menunjukkan keagungan Allah Ta’ala yang manusia tidak dapat mengetahui walaupun sebagiannya saja. Tapi, manusia lalai dan tidak mau merenungkan dirinya sendiri. Kalau ia mau merenungkan diri sendiri, tentu keajaiban-keajaiban penciptaan yang diketahuinya mencegah para manusia untuk berbuat kafir. Allah SWT berfirman,
“Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya. Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya. Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur. Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kemba//.”(Abasa: 17-20)
Allah Ta’ala ketika menyebutkan hal ini berulang kali di telinga kita bukan hanya agar kita mendengar kata nuthfah, ‘alaqah, mudhghah, turab, atau agar kita membicarakannya saja, atau sekedar ingin memberitahukan kepada kita. Tetapi, maksud dan tujuan Tuhan adalah untuk sesuatu yang berada di balik itu semua. Karena alasan inilah, tuhan membicarakan hal tersebut.
Sekarang, perhatikanlah nuthfah dengan seksama! la hanyalah setetes air yang hina dan lemah serta menjijikkan. Kalau berselang sesaat saja, akan rusak dan busuk. Bagaimana Tuhan Yang Maha Tahu dan Kuasa mengeluarkannya dari antara shulb (tulang sulbi lelaki) dan taraa’ib (tulang dada perempuan). Bagaimana nutfah itu bisa dan tunduk kepada kekuasaan dan kehendak-Nya meski jalan yang dilalui sempit dan bercabang-cabang, sampai Dia menggiringnya ke tempat kediaman dan tempat berkumpulnya? Bagaimana pula Allah Ta’ala mengumpulkan lelaki dan wanita dan menciptakan cinta kasih di antara keduanya? Bagaimana Dia menggiring keduanya dengan rentetan syahwat dan cinta untuk berkumpul yang akhirnya menjadi sebab terciptanya anak? Dan, bagaimana Dia menetapkan bertemunya dua air itu padahal letak kedua air itu sebelumnya berjauhan? Bagaimana Allah menggiringnya dari dasar urat-urat dan organ yang dalam dan mengumpulkan keduanya di satu tempat yang dijadikan sebagai tempat kediamannya yang kokoh, tidak tersentuh udara sehingga rusak, atau dingin sehingga membeku, dan tidak terjangkau oleh penyakit?
Kemudian Dia mengubah nuthfah yang amat putih itu menjadi ‘alaqah yang merah kehitaman. Lalu dijadikan-Nya mudhghah (segumpal daging) yang berbeda dengan ‘alaqah dalam warna, hakikat, dan bentuknya. Lalu Dia menjadikannya tulang belulang tanpa. pembungkus yang berbeda dengan mudhghah dalam bentuknya, keadaannya, ukurannya, dan warnanya.
Lihatlah bagaimana Dia membagi bagian-bagian yang mirip dan sama itu menjadi organ-organ, tulang-tulang, urat-urat, dan otot-otot; ada yang keras, lunak, dan sedang. Kemudian bagaimana Dia mengikat antara bagian-bagiannya dengan ikatan tali paling kuat yang paling sulit terurai. Bagaimana la membungkusnya dengan daging yang dijadikan-Nya sebagai wadah, penutup, dan pelindungnya; dan menjadikan tulang itu sebagai sarana yang membawa daging tersebut dan yang menjadikannya berdiri tegak. Jadi, daging berdiri dengan bantuan tulang, dan tulang berlindung dengan daging. Bagaimana Allah Ta’ala membentuknya dengan bentuk yang indah; membuat lubang telinga, mata, mulut, hidung, dan luang-lubang yang lain; memanjangkan tangan dan kaki, dan membagi ujung-ujungnya menjadi jari-jemari, lalu membagi jari-jari menjadi ruas-ruas lagi. Dia memasang organ-organ dalam; seperti jantung, usus, hati, paru-paru, ginjal, rahim, kandung kencing. Masing-masing punya ukuran khusus dan manfaat yang khas.
Lalu perhatikanlah hikmah-Nya yang luar biasa dengan menjadikan tulang sebagai penegak dan tiang penopang badan. Bagaimana Tuhan menakarnya dengan ukuran-ukuran dan bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Ada yang besar, kecil, panjang, pendek, melengkung, lurus, tipis, dan tebal. Bagaimana Dia memasang satu sama lain. Ada yang pasangannya adalah seperti masuknya kemaluan jantan ke betina, ada yang dipasang dengan sambungan saja. Bagaimana bentuk-bentuknya berbeda sesuai dengan perbedaan manfaat masing-masing. Gigi geraham misalnya. Karena gigi ini fungsinya adalah mengunyah, bentuknya dibuat lebar. Sedang gigi yang lain, yang fungsinya memotong dijadikan bentuknya tipis dan tajam.
Karena manusia butuh bergerak dengan keseluruhan badannya dan dengan sebagian organ tubuhnya untuk melaksanakan hajatnya, Dia tidak menjadikan tulang sebagai satu kesatuan, melainkan tulang-tulang yang banyak, dan dia menjadikan antara tulang-tulang itu persendian agar memungkinkan bergerak. Tiap persendian itu ukuran dan bentuknya pas dengan gerak yang dibutuhkannya. Allah Ta’ala mengikat kuat persendian dan organ itu dengan tali-tali yang ditumbuhkan-Nya dari salah satu ujung tulang dan dilekatkan-Nya ujung yang lain pada ujung tulang satunya sebagai pengikat. Lalu, di salah satu ujung tulang Dia juga membuat tonjolan-tonjolan keluar, dan pada ujung yang lain ada lubang-lubang yang pas benar dengan bentuk tonjolan itu sehingga dapat dimasukinya. Sehingga, bila manusia ingin menggerakkan salah satu bagian badannya, hal itu menjadi mungkin. Kalau tidak ada persendian, tentu ha] itu tidak bisa dilakukan.
Perhatikanlah bentuk kepala dan jumlah tulangnya yang begitu banyak, sampai ada yang mengatakan bahwa jumlahnya ada lima puluh lima buah yang bentuk, ukuran, dan manfaatnya berbeda-beda. Bagaimana Allah Ta’ala memasangnya di atas badan, dan menjadikan tempatnya tinggi seperti posisi orang yang menunggang kendaraannya. Karena tinggi di atas badan, Dia meletakkan kelima indera di sana, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan perasa. Dia menjadikan indera penglihatan di depan agar berfungsi sebagai penjelajah dan penjaga bagi badan. Dia menyusun setiap mata terdiri dari tujuh lapisan. Setiap lapisan punya sifat, ukuran, dan manfaat khas.
Satu saja di antara ketujuh lapisan itu hilang atau bergeser dari posisinya tentu mata tidak dapat melihat. Kemudian Allah Ta’ala menciptakan di bagian tengah di dalam lapisan-lapisan itu satu makhluk yang ajaib, yaitu ‘manusia mata’ sebesar biji adas. Dengannya manusia melihat benda-benda dari ujung barat ke timur, antara langit dan bumi. Dia menjadikannya seperti kedudukan hati terhadap organ tubuh yang lain. Dia adalah rajanya. Lapisan-lapisan, pelupuk, dan bulu-bulu mata adalah sebagai pembantu, penjaga, dan pelindungnya. Maha agung Allah, sebaik-baik Pencipta.
Lihatlah bagaimana Dia mengindahkan bentuk kedua mata itu, posisinya, dan ukurannya. Lalu Dia memperbagus dengan pelupuk mata sebagai penutup, pelindung, dan hiasannya. Pelupuk itu mencegah masuknya kotoran dan debu ke mata, melindungi mata dari dingin dan panas yang berbahaya. Kemudian Dia menanam bulu-bulu di tepi pelupuk sebagai hiasan dan keindahan serta untuk manfaat lainnya. Kemudian memberinya cahaya dan sinar mata yang menembus angkasa antara langit dan bumi, lalu menembus langit untuk melihat bintang-gemintang di atasnya. Allah Ta’ala memberikan rahasia yang mengagumkan ini pada satu makhluk kecil tersebut. Sehingga, gambar langit yang sedemikian luasnya dapat terlukis di sana.
Dia menciptakan telinga dalam bentuk yang paling indah dan paling sesuai dengan fungsinya. Dia menjadikan bentuk daun telinga itu seperti sendok agar dapat mengumpulkan suara lalu mengirimkannya ke lubang telinga. Juga agar merasakan hewan serangga yang merayap di sana sehingga cepat-cepat dikeluarkannya. Dia menciptakan lipatan, rongga, dan lengkungan-lengkungan yang dapat menahan dan mengontrol udara dan suara yang masuk, mengurangi pedasnya, kemudian baru mengirimkannya ke lubang telinga. Di antara hikmah itu semua, agar jalannya menjadi panjang bagi hewan sehingga ia tidak dapat sampai ke lubang telinga sebelum manusia terbangun atau sadar untuk mencegahnya. Selain itu masih ada hikmah yang lain.
Sesuai dengan hikmah-Nya, Dia menjadikan air telinga amat pahit sehingga hewan tidak dapat melewatinya menuju ke dalam telinga. Bahkan, kalaupun hewan dapat sampai ke dalam, ia masih dapat mengusahakan mengusir hewan itu. Dan Dia menjadikan air mata rasanya asin untuk menjaga mata itu; karena mata adalah lemak yang mudah rusak. Jadi, asinnya rasa air mata adalah untuk menjaganya. Dia menjadikan air mulut (ludah) tawar manis untuk digunakan mencicipi rasa benda-benda sesuai dengan rasanya yang sebenarnya. Sebab, kalau rasanya tidak tawar, tentu akan menjadikannya seperti rasa air ludah itu; seperti orang yang pahit mulutnya, dia akan merasakan benda-benda yang sebenarnya tidak pahit menjadi terasa pahit sebagaimana dikatakan,
“Siapa sakit dan pahit mulutnya
Air tawar pun akan pahit rasanya.”
Allah Ta’ala memasang hidung di wajah, dengan bentuk dan posisi yang indah. Dia membuat dua lubang hidung dan memisahkan keduanya dengan penghalang; memberikan indera penciuman kepadanya untuk merasakan berbagai bau-bauan baik yang harum maupun yang busuk, yang bermanfaat ataupun yang berbahaya; menghirup udara untuk ditransfer ke jantung sehingga menjadi dingin dan segar. Dia tidak menciptakan bengkokan atau kerutan di dalamnya seperti di telinga agar tidak menahan bau sehingga menjadikannya lemah dan menghentikan alirannya.
Dia menjadikan hidung sebagai tempat tumpahnya sisa-sisa otak. Sisa-sisa otak itu terkumpul di sana lalu keluar. Sesuai dengan hikmah-Nya, Dia menjadikan bagian atas hidung lebih kecil dari bagian bawahnya. Karena bila yang bawah lebar, maka sisa-sisa otak terkumpul di sana lalu keluar dengan mudah. Juga karena dia menghirup udara sepenuh-penuhnya, lalu naik sedikit demi sedikit dan masuk ke jantung sehingga dengan cara seperti itu tidak mengagetkan dan membahayakannya.
Kemudian Dia memisahkan kedua lubang hidung itu dengan dinding pemisah. Tentu saja ini mengandung hikmah dan rahmat. Karena hidung merupakan sebuah batang saluran turunnya sisa-sisa otak dan sekaligus sebagai saluran naiknya pernafasan, maka perlu diletakkan pemisah agar tidak rusak karena mengalirnya sisa itu sehingga hidung tidak dapat menghirup udara. Bahkan, terkadang sisa-sisa itu mengalir turun dari salah satu lubang sehingga yang satunya terbuka untuk bernafas. Atau mungkin juga sisa itu mengalir terbagi kepada dua lubang itu sehingga hidung tidak tersumbat keseluruhan, tetapi tetap ada sisa ruang untuk menarik nafas.
Di samping itu, hidung adalah satu organ dan satu indera. Tidak dua organ dan dua indera seperti telinga dan mata yang hikmah menuntutnya untuk menjadi dua organ. Mungkin saja salah satu hikmah dijadikannya telinga dan mata menjadi dua adalah supaya seandainya ada salah satu mata atau telinga yang tidak normal atau menderita cacat sehingga mengurangi kesempurnaannya, maka masih ada yang satunya, yang utuh dan sehat. Sehingga apabila hal itu terjadi, fungsi indera ini tidak rusak secara total. Tapi, karena kalau ada dua hidung di wajah, maka akan tampak begitu jelas. Maka dipasanglah satu hidung saja, tapi lubangnya dibuat dua yang dipisahkan dengan sebuah penghalang yang fungsinya seperti dua telinga dan dua mata meski ia cuma satu. Maka, Maha Mulia Allah Ta’ala, Tuhan Sebaik-Baik Pencipta.
Dia menciptakan mulut pada letak yang teramat pas. Di dalamnya tersedia berbagai manfaat, alat-alat pengecap, bicara, mengunyah, dan memotong yang mengagumkan akal. Dia memberikan lidah yang merupakan salah satu ayat-Nya yang menunjukkan bahwa Dia ada. Dia menjadikan lidah itu sebagai juru bicara bagi raja organ tubuh (hati). Lidah adalah pengungkap dan penjelas kata hati. Sebagiamana D43 menjadikan telinga sebagai agen (utusan) yang mengambil berita dan menyampaikannya kepada hati. Jadi telinga adalah tukang pos yang menyampaikan berita-berita kepada hati, sedang lidah adalah tukang pos yang mengungkapkan apa yang dikehendakinya.
Sesuai dengan hikmah-Nya, Dia menjadikan agen ini terjaga, terlindungi, dan tertutup; tidak tampak atau terbuka seperti telinga, mata, dan hidung. Karena organ-organ tersebut mengambil dari luar untuk diantarkan ke dalam, maka mereka diletakkan di bagian luar. Sedang karena lidah adalah sebaliknya, yaitu mengungkapkan dari dalam ke luar, maka dibuatkanlah penutup untuknya karena tidak ada gunanya menampakkan—sebab lidah tidak mengambil dari luar untuk dikirim ke hati. Juga, karena lidah adalah organ termulia setelah hati, dan kedudukannya sebagai juru bicara dan menteri. Allah menciptakan “tenda” yang menutupi dan melindunginya, dan meletakkannya di dalam “tenda” itu seperti posisi jantung di dalam dada. Juga, ia adalah termasuk organ paling lunak, elastis, dan paling lembab. Ia tidak bergerak tanpa bantuan kelembaban yang mengelilinginya itu. Makanya, seandainya lidah berada di luar, tentu terancam serangan panas dan kekeringan yang menghalanginya bergerak. Dan, seterusnya masih ada hikmah dan faedah yang lain.
Kemudian, Allah Ta’ala menghiasai mulut dengan gigi-gigi yang ada di dalamnya yang menambah keindahan sebagai hiasan, juga sebagai alat mengunyah makanan. Dia menjadikan sebagiannya sebagai alat menumbuk dan yang lain untuk memotong. Dia menancapkan pangkalnya dengan kokoh dan membuat ujung-ujungnya tajam, memutihkan warnanya, merapikan barisnya dengan tinggi yang sama dan urutan yang elok seakan-akan gigi itu adalah untaian permata yang putih, bening, dan indah.
Allah Ta’ala mengurungnya dengan dua dinding dan memberinya banyak guna dan hikmah, yaitu dua bibir. Dia membaguskan warna, bentuk, dan posisinya, serta menjadikannya sebagai penutup mulut. Juga sebagai penyempurna dan akhir makhraj ‘tempat keluar’ huruf sebagaimana Dia menjadikan aqshal halaq ‘kerongkongan paling atas’ sebagai permualannya, sedang lidah dan yang di sampingnya sebagai pertengahan makhraj. Oleh karena itu, kerja terbanyak adalah pada lidah karena posisinya di tengah.
Allah menjadikan bibir itu berupa daging murni tanpa tulang atau urat syaraf agar memungkinkan untuk menyedot minuman dan mudah membuka atau menutupnya. Di samping itu, Dia menentukan hanya rahang bawah yang dapat bergerak, karena menggerakkan yang ringan lebih baik. Juga karena di sana terdapat organ yang mulia, yaitu lidah, sehingga manusia tidak sembarangan dalam menggerakkannya.
Allah Ta’ala menciptakan tenggorokan manusia dalam bentuk yang berbeda-beda jika ditilik dari sempit-lebarnya, kasar-halusnya, keras-lunaknya, serta panjang-pendeknya. Dengan begitu, suara amat jelas berbeda-beda, hampir tidak ada dua suara yang sama. Oleh karena itu, pendapat yang benar adalah bahwa persaksian orang buta dapat diterima karena dia dapat membedakan orang-orang dengan suara mereka. Hal ini sama seperti orang normal yang dapat melihat, membedakan mereka melalui postur tubuh.
Allah Ta’ala menghiasi kepala dengan rambut dan menjadikannya sebagai baju bagi kepala; karena memang ia membutuhkannya. Dia juga menghiasi wajah dengan bulu-bulu yang tumbuh di sana dengan bentuk dan ukuran yang beraneka ragam. Ada alis yang menjadi pelindung dari sesuatu yang menggelinding turun dari kulit kepala ke mata. Allah Ta’ala menjadikan alis itu melengkung dengan indahnya. Dia menghiasi pelupuk mata dengan bulu-bulu mata. Dia menghiasi wajah dengan jenggot dan menjadikannya sebagai tanda kesempurnaan (kedewasaan) dan kewibawaan laki-laki. Juga menghiasi dua bibir dengan kumis yang tumbuh di atas dan bulu di bawahnya.
Begitu pula Allah Ta’ala menciptakan dua tangan yang berfungsi sebagai alat, senjata, dan modal kerja manusia. Dia memanjangkannya sehingga dapat menjangkau bagian tubuh yang dikehendakinya; melebarkan telapak tangan agar dapat menggenggam dan melepas; membaginya menjadi lima jari; dan membagi tiap jari ke dalam tiga ruas, kecuali ibu jari yang hanya punya dua ruas. Tuhan meletakkan empat jari di satu baris dan ibu jari pada satu sisi yang lain agar ibu jari itu dapat bekerja sama dengan semua. Formasi seperti ini paling baik, dan menjadikan telapak tangan dapat dibuka dan ditutup serta berguna dalam melaksanakan berbagai pekerjaan. Seandainya semua orang dari zaman dahulu sampai sekarang berkumpul memeras otak guna merancang formasi untuk jari jemari selain seperti yang ada, tentu mereka tidak dapat menemukannya.
Maha Agung Allah yang kalau mau, tentu Dia membuatnya sama rata dan menjadikannya seperti satu lempengan logam. Sehingga, manusia tidak dapat memenuhi keperluannya dan tidak dapat melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan kejelian seperti menulis dan Iain-lain. Kalau manusia membuka jari jemarinya, maka menjadi mirip seperti nampan. la dapat meletakkan apa saja yang ia mau di atasnya Kalau ia menggabungkan dan merapatkannya, ia menjadi lancip atau sebagai alat pemukul. Kalau diposisikan antara terbuka dan tertutup, tangan menjadi layaknya gayung.
Allah memasang kuku pada ujung jari sebagai hiasan, penyanggah, dan pelindung juga agar digunakan untuk mengambil benda-benda kecil yang tak dapat dicapai oleh badan jari. Dia menjadikan kuku sebagai senjata bagi hewan dan burung, sedang bagi manusia berfungsi sebagai salah satu alat kehidupan. Dengan kuku, manusia menggaruk badannya yang gatal. Kuku tergolong benda yang paling remeh. Tapi kalau manusia tidak memilikinya, pasti dia amat membutuhkannya saat gatal; tidak ada benda lain sebagai pengganti untuk menggaruk badan. Kemudian, Allah Ta’ala membimbing tangan ke bagian yang gatal untuk dijulurkan ke sana meski ia dalam keadaan tidur atau tidak sadar tanpa perlu diminta. Kalau ia minta bantuan orang lain, ia tidak dapat menemukan tempat yang gatal itu kecuali setelah lelah dan melewati kesulitan.
Kemudian perhatikanlah hikmah Tuhan ketika menjadikan tulang bagian bawah badan sangat keras dan kuat karena sebagai penopang badan. Sedang, tulang-tulang bagian atas lebih lunak dan halus karena ditopang.
Perhatikan pula bagaimana Tuhan menjadikan leher sebagai tiang kepala. Dia menyusunnya dari tujuh tulang bulat yang berongga, menumpuk dan memasangnya satu sama lain dengan kokoh sampai menjadi seperti satu tulang saja. Lalu memasang leher di atas punggung dan dada; menyusun punggung—dari bagian paling atas sampai akhir tulang pinggul—dari dua puluh empat tulang yang tersusun satu sama lain yang menjadi tempat bertemunya tulang rusuk dan yang mencegahnya terpisah atau tercerai-berai. Allah menyambung tulang-tulang itu satu sama lain. Allah menyambung tulang punggung dengan tulang dada, tulang pundak dengan tulang bahu, tulang bahu dengan tulang tangan, dan tulang telapak tangan dengan tulang jari.
Lihatlah bagaimana Dia menutupi tulang-tulang yang lebar, seperti tulang kepala dan punggung, dengan bungkusan daging yang sesuai; begitu juga tulang-tulang yang kecil seperti jari jemari, dan tulang-tulang yang berukuran sedang, seperti tulang bahu dan tangan.
Tubuh manusia tersusun dari tiga ratus enam puluh tulang, dua ratus empat puluh delapan sendi, dan sisanya adalah bagian-bagian kecil yang terselip di antara persendian. Seandainya bertambah satu tulang saja, tentu akan membahayakan dan perlu dicabut. Kalau kurang satu, maka kekurangan itu perlu ditambal. Seorang doktei harus memperhatikan susunan tulang-tulang ini agar tahu cara mengobati sakit Sedang seorang arif mengamatinya untuk dijadikan dalil mengenai keberadaan Tuhar dan Sang Pencipta, hikmah-Nya dan juga ilmu-Nya. Alangkah berbeda kedua can pandang itu. 
Allah Ta’ala menyambung organ-organ dan bagian-bagian itu dengan tali-tali, pengikatnya, lalu menjadikannya seperti senar yang menahan dan menjaganya. Jumlah tali-tali itu mencapai lima ratus dua puluh sembilan tali yang berbeda besar kecilnya, panjang pendeknya, dan lurus bengkoknya—sesuai dengan perbedaan tempatnya. Dia menjadikan dua puluh empat tali sebagai alat untuk menggerakkan membuka dan menutup mata. Satu saja tali terputus, maka mata tidak norma Demikianlah, setiap organ punya tali-tali yang berfungsi sebagai alat untuk bergerat Semua itu adalah aturan Tuhan Yang Maha Mulia, takdir Tuhan Yang Maha Tahu da Maha Kuasa atas setetes air yang hina. Orang yang mendustakan dan ingkar pasl akan celaka.
Di antara sekian keajaiban ciptaan-Nya, Dia menjadikan kepala memiliki tiga bilik yang tembus satu sama lain: satu di depan, satu di tengah, dan satu di belakang Di bilik-bilik itulah Dia meletakkan proses zikir dan berpikir yang merupakan rahasia Nya.
Juga organ-organ dalam yang tidak terlihat; seperti jantung, hati, limpa, paru- paru, usus, kandung kemih, dan alat-alat di dalam perutnya yang menakjubkan dengan fungsinya yang berbeda-beda. Itu semua termasuk keajaiban ciptaan-Nya. Hati (1) adalah raja yang mengatur dan mengomandoi semua organ tubuh. Dia dikelilingi dan dibantu oleh organ-organ itu dan berada di tengah. la adalah organ tubuh paling mulia. la adalah inti kehidupan, sumber ruh hewani dan insting. la adalah sumber akal, ilmu, keberanian, kedermawanan, santun, sabar, cinta, kehendak, ridha, amarah dan sifat-sifat terpuji lainnya. Jadi, semua organ, baik lahir maupun batin, sekedar tentara hati. Mata sebagai tentara barisan depan yang memberitahukan kepadanya hal-hal yang terlihat. Bila melihat sesuatu, mata menyampaikannya kepada hati Dan karena eratnya hubungan antara mata dan hati ini,. maka bila ada sesuatu yang tersimpan di hati akan tampak di mata. Jadi mata adalah cermin hati yang mengungkapkan isi hati kepada orang yang memandangnya. Sedang lidah adalah juru bicara yang mengungkapkan isi hati ke telinga orang lain. Oleh karena itu, seringkali Allah Ta’ala menghubungkan ketiga organ ini dalam kitab-Nya, seperti dalam ayat-ayat,
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimininta pertanggungjawabannya.” (al-lsraa: 36)
“Dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan haf/.”(al-Ahqaaf: 26)
“Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (al-Baqarah: 18)
Begitu pula Dia menghubungkan antara hati dan mata seperti firman-Nya,
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka.” (al-An’aam: 110)
Firman-Nya tentang Nabi saw.,
“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (an-Najm: 11)
Lalu Dia berfirman,
“Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.” (an-Najm: 17)
Adapun telinga adalah utusan hati yang menyampaikan (berita) kepadanya. Jadi intinya, semua organ adalah pembantu dan tentara hati. Nabi saw. bersabda,
“Ketahuilah bahwa dijasadada segumpal daging. Bila baik, maka seluruh organ yang lain akan baik. Bila rusak, maka yang lain juga rusak. la adalah hati.”(HR Bukhari)
Abu Hurairah r.a. pernah berkata, “Hati adalah raja, dan organ yang lain adalah tentaranya. Bila rajanya baik, tentaranya baik. Bila buruk, maka tentaranya buruk juga.”
Paru-paru dijadikan sebagai kipas jantung (2) yang membuatnya selalu segar, karena jantung adalah organ yang paling panas, bahkan sumber panas. Adapun otak, tabiatnya dingin. Mereka berselisih pandang soal hikmahnya. Ada yang mengatakan, otak dibuat dingin untuk mendinginkan panas yang ada di jantung agar kembali ke suhu yang normal. Sebagian menolak pendapat ini. Mereka mengatakan, kalau fungsinya seperti itu tentu letak otak tidak jauh, tapi seharusnya mengelilingi jantung seperti paru-paru, atau paling tidak di dekatnya seperti di dada untuk menetralisir panasnya.
Tapi kelompok pertama membantah, jauhnya otak dari jantung tidak menghalangi hikmah yang kami sebutkan itu karena kalau dekat, tentu akan kalah oleh panasnya jantung. Oleh karena itulah, posisinya dibuat berjauhan sehingga keduanya tidak rusak. Ini berbeda dengan paru-paru yang merupakan alat untuk mengipasi jantung ‘dan tidak ditujukan untuk menormalkan panasnya.
Ada kelompok ketiga yang menengahi kedua pendapat itu. Mereka mengatakan, otak itu panas tapi tidak terlalu. la berfungsi mendinginkan dengan khashiyyah (karakter). Otak adalah tempat pikiran. Karenanya, untuk berpikir diperlukan tempat yang tenang, jernih, dan bersih dari kekeruhan. Proses berpikir akan baik bila terjadi. pada saat badan tenang, tidak banyak gerak, sedikit kesibukan dan gangguannya. Oleh karena itulah, jantung tidak cocok. Sementara itu, otak suhunya sedang yang pas untuk berpikir. Dan, karenanya aktivitas berpikir sangat baik jika dilakukan pada malam hari dan di tempat-tempat sepi. Begitu juga sebaliknya, aktivitas seperti ini kurang baik saat sedang tersulut api amarah dan syahwat serta pada saat lelah dan badan banyak gerak atau tekanan jiwa.
Pembahasan ini berkaitan dengan masalah lain: apakah pancaindera dan akal itu bersumber di jantung atau otak?
Sebagian berpendapat bahwa semuanya timbul dari jantung dan terkait dengannya. Ada saluran-saluran yang menghubungkan antara jantung dan panca indera. Setiap organ tubuh—yang merupakan alat pancaindera—bersambungan dengan jantung melalui urat syaraf atau lainnya. Urat syaraf ini keluar dari jantung, sampai bersambung dengan organ-organ yang memiliki pancaindera itu.
Kata mereka, jika mata melihat sesuatu, ia menyampaikannya ke jantung, karena mata terhubung dengan suatu urat ke jantung. Bila telinga merasakan suara, akan mengirimkannya ke jantung. Begitu pula setiap indera. Jika ada yang bertanya, bagaimana satu organ bisa demikian kompleks, punya beberapa indera yang berbeda dengan organ yang berbeda-beda pula? Mereka menjawab bahwa semua urat di badan bersambung ke jantung secara langsung atau tidak langsung. Tidak ada urat maupun organ yang tidak punya hubungan dengan jantung, baik jauh maupun dekat. Dan dari jantung—melalui urat dan saluran—itulah timbulnya indera ke setiap organ tubuh. Ke mata timbul indera penglihatan, ke telinga indera pendengaran untuk menangkap suara, ke daging indera perasa, ke hidung indera penciuman, ke lidah indera untuk mengecap rasa, dan demikian seterusnya ke setiap organ timbul kekuatan inderawi yang sesuai dengannya.
Jadi jantunglah pangkal organ-organ dan indera-indera ini. Oleh karena itu, pendapat yang benar adalah bahwa jantunglah organ pertama yang diciptakan. Mereka menambahkan bahwa permulaan potensi akal, yaitu berpikir, adalah dari jantung.
Namun, ada yang menentang pendapat ini. Mereka mengatakan bahwa akal itu di kepala.
Yang benar, asal timbulnya dari jantung, sedang cabang-cabang dan buahnya di kepala. Al-Qur’an telah menunjukkan hal ini. Allah Ta’ala berfirman,
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar; karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (al-Hajj: 46)
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qaaf: 37)
Maksud al-qalb ‘hati’ di sini bukan segumpal daging yang dimiliki oleh semua hewan, tetapi adalah akal dan pikiran yang dikandung oleh organ itu.
Mereka disanggah oleh kelompok lain. Mereka mengatakan bahwa asal timbulnya panca indera adalah otak. Mereka tidak percaya bahwa antara jantung dengan mata, telinga, dan hidung ada urat-urat syaraf penghubung. Mereka mengatakan bahwa itu mengada-ada saja.
Yang benar adalah pertengahan antara kedua kelompok ini. Yaitu bahwa dari jantung timbul kekuatan/energi ke indera-indera itu. Energi ini adalah kekuatan abstrak; untuk sampainya ke jantung tidak memerlukan saluran dan urat-urat khusus yang membawanya. Sampainya energi ini ke indera dan organ tubuh hanya tergantung kepada potensi penerimaan organ dan indera itu serta suplai jantung; tidak tergantung kepada saluran dan urat-urat syaraf. Dengan demikian, tidak ada lagi kerancuan dalam masalah yang banyak menjadi tema perbincangan ini. Wallahu a’lam, wa bihit taufiq.
Tujuan utama dalam membahas hal-hal di atas adalah mengingatkan pembaca mengenai sedikit dari hikmah penciptaan manusia. Hikmahnya sendiri sebenarnya jauh lebih banyak dari yang terbetik di hati kita. Fungsi menyebutkan sedikit mutiara ini—yang merupakan segala-galanya bila dibanding dengan hal yang lain—hanyalah mengingatkan. Apabila manusia memperhatikan makanannya saja—masuknya, tempat pengolahannya, dan keluarnya—ia pasti menemukan ‘ibrah dan keajaiban-keajaiban. Bagaimana dia diberi alat untuk menyuapkan makanan itu (tangan), dikaruniai pintu masuknya (bibir), alat untuk memotongnya kecil-kecil (gigi), alat pelumat (geraham), lalu dibantu dengan air liur untuk melumatkannya. Juga diberi saluran yang berdampingan dengan saluran pernafasan, yang satu turun dan yang satunya naik sehingga keduanya tidak bertemu padahal sangat dekat. Lalu disediakan saluran ke lambung yang menjadi penampung dan tempat terkumpulnya.
Lambung itu punya dua pintu; atas untuk masuknya makanan dan bawah untuk keluarnya sisa. Pintu atas lebih lebar dari yang bawah karena yang atas adalah pintu masuknya makanan, sedang yang bawah adalah pintu pembuangan sisa yang berbahaya. Yang bawah selalu tertutup agar makanan tetap di tempatnya. Apabila proses pencernaan telah selesai, maka pintu itu terbuka sampai proses pembuangan usai. Oleh karena itulah, pintu ini dinamakan bawwaab (pintu gerbang). Sedang yang atas dinamakan ‘mulut lambung’.
Makanan turun ke lambung dalam keadaan keras. Apabila telah berada di dalam lambung ia mencair dan leleh. Dari bagian dalam dan luarnya, lambung dikelilingi panas api, bahkan mungkin melebihi panas api. Dengan suhu yang tinggi seperti itu makanan dapat masak di dalam lambung seperti masak di dalam periuk dengan api yang mengelilinginya. Oleh karena itu, dapat melelehkan benda yang keras membatu seperti kerikil dan sebagainya. Apabila telah cair, maka yang jernih terapung di atas, sedang yang keruh tenggelam di bawah.
Dari lambung itu ada urat-urat yang terhubung ke bagian badan yang lain untuk mengirimkan energi ke setiap organ yang sesuai dengannya. Energi yang paling mulia, lembut dan ringan dikirimkan ke organ batin. Ke mata dikirimkan penglihatan, ke telinga dikirim pendengaran, ke hidung penciuman, dan begitu seterusnya ke setiap indera apa yang sesuai. Itulah yang paling lembut yang terlahir dari makanan. Kemudian ke otak dikirimkan energi yang lembut yang sesuai dengannya. Lalu sisanya dikirimkan ke organ-organ lain. Ke tulang, rambut, dan kuku dikirimkan energi yang menyuplainya dan menjaga fungsinya.
Jadi, makanan masuk ke dalam lambung melalui saluran-saluran dan keluar menuju organ tubuh melalui saluran-saluran pula. Salah satu saluran tersebut datang ke lambung, dan yang lain keluar dari sana. Ini adalah hikmah dan nikmat yang luar biasa.
Karena di lambung makanan berubah menjadi darah, empedu hitam, empedu kuning, dan dahak, maka dengan penuh hikmah Allah Ta’ala menciptakan saluran untuk setiap cairan tersebut agar terkumpul di sana, dan yang terkirim ke organ-organ yang mulia hanya cairan yang paling sempurna. Dia menjadikan empedu sebagai tempat penampungan empedu kuning, limpa sebagai tempat empedu hitam. Sedangkan hati (al-kabid) menyerap cairan yang paling mulia, yaitu darah, lalu mengirimkannya ke seluruh badan melalui satu urat yang terbagi ke dalam banyak saluran yang mencapai setiap rambut, bulu, urat syaraf, tulang, dan otot dengan mengirimkan energi yang menyebabkan kesehatannya.
Kemudian, bila Anda perhatikan aneka ragam potensi serta kekuatan lahir dan batin yang ada pada diri manusia dengan bentuk dan manfaatnya yang berbeda-beda, Anda menyaksikan keajaiban yang luar biasa. Misalnya, kekuatan pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, perasa, cinta, benci, ridha, marah, dan kekuatan-kekuatan lainnya yang terkait dengan kesadaran dan kehendak. Begitu pula energi/kekuatan yang mengolah makanannya; seperti energi yang memasak makanan, energi yang menahannya di dalam lambung dan yang mengirimnya ke organ-organ tubuh, energi yang mencernanya setelah organ-organ mengambil gizi atau energi yang dibutuhkannya. Begitulah seterusnya. Keajaiban-keajaiban penciptaan manusia, baik yang zahir maupun yang batin teramat banyak.
Miftah Ad Dar As Sa’adah – Ibnul Qoyyim Al Jauziyah - http://shirotholmustaqim.wordpress.com
1) “Hati” di sini terjemahan kata “al-qalb”, bukan terjemahan kata “al-kabid”. Dalam buku terjemah Al Qur’an, al-qalb selalu diartikan dengan “hati”. Di kamus, kata ini diartikan dengan “hati, jantung”. Di sini penerjemah menggunakan kedua kata ini untuk menerjemahkan “al-qalb” dengan melihat konteks atau rasa bahasa (pemakaian yang lazim dalam bahasa Indonesia); atau menggunakan “hati” untuk “al-qalb” yarng bermakna abstrak, dan “jantung” untuk “al-qalb ” sebagai organ.
2) Terjemahan kata “al-qalb” di sini kami artikan dengan jantung karena mengacu pada organ

You Might Also Like

0 komentar