SUDAH BENARKAH IMAN ANDA TERHADAP AL QURAN

Al Quran bagi setiap muslim merupakan bagian dari enam rukun Iman yang wajib diimani. Artinya seseorang patut disebut sebagai muslim jika menerima ke-enam rukun Iman tersebut menjadi bagian yang diimani pada dirinya. Jika menolak salah satunya atau terdapat ketidaksempurnaan dalam mengimani seluruhnya atau sebagiannya maka tidak pantas disebut sebagai mukmin. 
Keimanan menurut para ulama secara umum dimulai dengan penetapan pengakuan lisan yang disertai dengan keyakinan hati dan ditindak lanjuti dengan amal perbuatan. Terlepas dari perselisihan pendapat berkaitan dengan bagian yang terakhir yaitu tentang amal perbuatan, namun dapat dipahami bahwa tindakan atau amal perbutan tersebut merupakan buah dari keimanan yang benar, sebab iman yang benar tentu akan memberikan dorongan untuk beramal atas apa yang diyakininya. Oleh karena itu iman bukan sekedar pengakuan tetapi harus dibuktikan dengan amal perbuatan, amal perbuatan yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan sebagaimana yang diperintahkan dan dianjurkan.
Berkaitan dengan keimanan terhadap al Quran, boleh jadi seseorang telah memberikan pengakuan dalam keimanan terhadapnya, tetapi pengakuan saja tidak cukup karena menuntut pembuktian kejujurannya. Maka al Quran itu sendiri menjelaskan ukuran-ukuran standar kesempurnaan iman terhadapnya yang harus dilaksanakan oleh orang-orang yang mengaku beriman agar memang benar-benar membuktikan keimanannya. Hal ini dijelaskan pada QS. Al Baqarah : 121 sebagai barikut
Al baqoroh 121 
Orang-orang yang Kami datangkan al-kitab kepadanya, mereka membacanya dengan sebenar-benar bacaan, merekalah yang beriman kepadanya dan barang siapa mengingkarinya maka mereka termasuk orang-orang merugi (QS Al Baqarah : 121).
Pada ayat di atas, terdapat informasi salah satu jenis interaksi dengan al Quran yaitu tilawah atau sering kali di artikan membaca al Quran. Kata tilawah merupakan bentuk ‘mashdar’ atau kata sifat yang terbentuk dari kata kerja dasar ‘talaa (kata kerja bentuk lampau/kkbl) - yatluu’ (kata kerja bentuk sekarang/kkbs). Dalam bentuk jamak berarti ‘talau’ atau ‘yatluuna’. Sedangkan dalam kata perintah biasanya di baca ‘utluu’ atau jika dahului wawu menjadi ‘watluu’.
Menurut ayat tersebut, bahwa mereka yang membaca kitab Allah, Al Quran dengan ‘haqqa tilawah’ yang menurut sebagian mufassir adalah maknanya membaca dengan sebenar-benar bacaan sebagaimana ketika ia diturunkannya (orisinalitas tertinggi) maka hal tersebut merupakan bukti keimanan kepada kitab tersebut. Jika tidak melakukannya maka termasuk mereka yang mengingkarinya dan menjadi orang-orang yang merugi dan binasa di akhirat nanti. Maka pemaknaan ayat tersebut mengindikasikan pentingnya setiap muslim untuk ‘tilawah al Quran’.
Adapun kata yang mengisyaratkan ‘membacanya’ pada ayat di atas yaitu ‘yatluunahu’ yang merupakan kata dasar dari ‘tilawah’ dalam bentuk jamak dari kkbs yang mengisyarakatkan perbuatan sedang, terus menerus atau berkesinambungan (rutin). Dengan demikian, tilawah al Quran harus dilakukan secara terus menerus, rutin dan berkesinambungan sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah saw agar setiap muslim mampu mengkhatamkan bacaan al Quran pada setiap bulannya.
Makna Tilawah al Quran
Merujuk pada penggunaan kata dasarnya, tilawah pada awalnya bermakna ‘mengikuti’ sebagaimana dalam QS. Asy-syams, Allah swt berfirman :
assyam 1
Assyam2

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringi(mengikuti)nya (QS. Assyams: 1-2)
Sinonim kata pada bahasa arab untuk makna tilawah adalah ‘tabi’a-yatba’u yang artinya sama yaitu mengikuti. Mengapa maknanya menjadi membaca? Makna tilawah menjadi membaca memiliki filosofi tersendiri. Jika kembali kepada arti asal katanya maka maksudnya adalah sebagai berikut :
1.     Mengikuti setiap huruf-demi huruf dengan segala tuntutan kesempurnaannya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, ini berarti membaca itu haruslah dengan benar sesuai dengan orisinalitas bacaan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, dipraktikkan sahabatnya dan dipelihara oleh para pengikut sunnahnya yang setia.
2.    Mengikuti apa yang dibaca baik perintah dan larangan serta instruksi-instruksi keimanan dengan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari sehingga nilai-nilai petunjuk al Quran menjadi aplikatif dalam kehidupan.
3.    Pengamalan tidak akan dapat tercapai kalau instruksi al Quran  tidak dipahami oleh karena itu bacaan petunjuk itu agar dapat aplikatif dalam kehidupan maka menuntut pemahaman.
Dengan demikian, makna tilawah bukan sekedar membaca tetapi membaca al Quran itu harus sempurna sesuai dengan contohnya (Tahsin), dipahami (Tafhim) dan diaplikasikan dalam kehidupan (Tathbiq). Tentunya aktivitas ini harus dilaksanakan secara rutin, berkala dan berkesinambungan.
Jika amal di atas telah dilaksanakan oleh setiap muslim, maka ia telah membuktikan kejujurannya dalam beriman kepada kitab Allah dan ia telah beriman dengan benar terhadapnya.-http://tarqi.org

You Might Also Like

0 komentar