"… tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (QS. Asy-Syuro: 43)
Allah telah menetapkan takdir dan ajal seluruh makhluk-Nya, mengatur dan menentukan segala amal perbuatan serta semua perilaku mereka.
Allah membagi-bagikan rezeki dan harta duniawi kepada mereka. Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian, siapa di antara mereka yang terbaik amalannya.
Allah juga menjadikan iman terhadap qadha dan takdir-Nya sebagai salah satu rukun iman. Setiap sesuatu yang bergerak atau diam di langit dan di bumi, pasti menuruti kehendak dan keinginan Allah.
Dunia ini sarat dengan kesulitan dan kesusahan, tidak terlepas pula kesenangan dan kebahagiaan. Tak ubahnya dingin dan panas, yang memang harus dirasakan oleh para hamba-Nya.
Berbagai musibah itu adalah ujian, untuk menentukan siapa di antara hamba-Nya yang benar dan yang salah. Allah berfirman: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut: 2-3)
Jiwa manusia itu hanya dapat menjadi suci, setelah ditempa ujian dan cobaan, maka akan terlihatlah jati diri seseorang itu. Ibnu al Jauzi mengungkapkan: “Orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan abadi tanpa ujian dan cobaan, berarti ia belum mengenal ajaran Islam dan tidak mengenal arti pasrah diri kepada Allah.”
Setiap orang pasti akan merasakan susah, mukmin maupun kafir. Dan, seseorang tidak boleh membayangkan bahwa dirinya akan terbebas dari kesusahan dan cobaan. Setiap orang pasti merasakannya, walau dengan ukuran yang berbeda, sedikit atau banyak. Seorang mukmin diberi ujian sebagai tempaan baginya, bukan siksaan. Terkadang cobaan itu ada dalam kesenangan, terkadang juga ada dalam kesusahan. Allah berfirman, yang artinya, “…., dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS. Al-A’raaf: 168)
Satu hal yang dibenci terkadang mendatangkan kesenangan, begitu juga satu hal yang disukai terkadang mendatangkan kesusahan. Jangan merasa aman dengan kesenangan, karena bisa saja ia menimbulkan kemudaratan. Jangan pula merasa putus asa karena kesulitan, karena bisa jadi akan mendatangkan kesenangan. Allah berfirman, yang artinya, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Segala cobaan itu ada masanya berakhir, lalu Allah mengganti dengan kesenangan dan kebahagiaan. Tidak perlu perlu mengucapkan kata-kata makian. Seorang mukmin yang kuat akan tegar menghadapi beban berat. Hatinya tidak akan berubah dan lisannya tidak mengucapkan kalimat-kalimat yang kotor berupa cacian kepada Allah dan takdir-Nya.
Orang-orang yang tabah, akan mendapatkan pahala terbaik. Firman Allah, yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 96)
Dan firman Allah, yang artinya, “Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kabaikan, dan sebagian dari apa yang kami rizkikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (QS. Al-Qashash: 54)
Allah tidak pernah menahan sesuatu untuk hamba-Nya, melainkan karena Allah akan memberi sesuatu yang lain dan itu lebih baik dari sebelumnya. Allah hanya mengujinya, Allah hanya memberinya cobaan, untuk membersihkan dirinya. Selama masih ada umur, rezeki pasti akan datang. Allah berfirman, yang artinya, “Tidak ada yang melata di bumi ini melainkan rezekinya ada di sisi Allah.” (QS. Huud: 6)
Bila dengan kebijaksanaan-Nya, Allah menutup sebagian rezeki, pasti Allah akan membukakan pintu rezeki yang lain yang lebih bermanfaat. Cobaan, justeru akan mengangkat derajat orang-orang shalih dan meningkatkan pahala mereka.
Saad bin Abi Waqqash mengungkapkan, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurut menurut tingkat keshalihannya. Seseorang akan diberi ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, akan ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” (HR. Bukhari)
Seorang ulama mengungkapkan, “Orang yang diciptakan untuk masuk surga, pasti akan merasakan banyak kesulitan. Musibah yang sesungguhnya adalah yang menimpa agama seseorang. Sementara musibah-musibah selain itu merupakan jalan keselamatan baginya. Ada yang berfungsi meningkatkan pahala, ada yang menjadi pengampun dosa. Orang yang benar-benar tertimpa musibah lalu dia merana adalah mereka yang terhalang dari mendapatkan pahala."
Merisaukan hilangnya sebagian dunia, boleh jadi menimbulkan kesedihan. Sebab, orang yang senang mendapatkan dunia pada hakikatnya adalah orang yang sedih. Berbagai kepedihan bermunculan dari kenikmatan dunia. Berbagai kesedihan justeru lahir dari kesenangan dunia.
Abu Darda’ menyatakan: “Di antara bentuk kehinaan dunia di hadapan Allah adalah bahwa manusia berbuat maksiat selama ia di dunia, padahal ia hanya bisa menggapai apa yang ada di sisi Allah dengan meninggalkan dunia. Maka hendaknya engkau menyibukkan diri dengan hal yang lebih berguna bagimu untuk mengambil kembali yang mungkin hilang darimu, yakni dengan cara memperbaiki kekeliruan, memaafkan kesalahan orang, dan mendekati pintu Rabb. Dengan itu, engkau akan melihat betapa cepatnya musibah yang menimpamu itu menghilang. Kalau bukan karena kesusahan, engkau tidak bisa mengharapkan saat-saat senang. Hilangkan keinginan terhadap milik orang lain, niscaya engkau akan menjadi yang terkaya. Jangan berputus asa, karena itu membawa kehinaan. Ingatlah nikmat Allah yang banyak kepadamu. Tepislah segala kesedihan dengan ridha terhadap takdir dan dengan shalat di malam yang panjang. Bila sudah habis malam, masih ada subuh yang datang menjelang. Akhir kesedihan adalah awal kebahagiaan. Masa tidak akan berdiam dalam satu kondisi, namun terus berganti. Segala kesulitan, pasti akan berangsur hilang. Jangan putus asa hanya karena musibah yang datang bertubi-tubi. Satu kesulitan, akan dikalahkan oleh dua kemudahan. Merunduklah kepada Allah, pasti kesulitanmu akan sirna selekasnya. Setiap orang yang penuh dengan ketabahan, pasti akan mendapatkan jalan keluar. ”
Wallahu A’lam. (swaraquran)
0 komentar