Bergembiralah........Karena Allah Akan Mengganti Yang Lebih Baik.
- 03.36
- By faridan
- 0 Comments
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Itu adalah nasehat yang Allah sampaikan kepada umat manusia yang terdapat pada surat Al-Insyirah, ayat 5 dan 6. Nasehat berupa kabar gembira, bahwa kesulitan, kepayahan, kesedihan dan segala hal yang membuat hati itu menderita akan segera berakhir. Selama, manusia yang terkena musibah tetap berharap pahala dari Allah, pasrah dan tawakkal kepada-Nya, sembari melakukan ikhtiyar yang diridhai oleh Allah untuk menghindari dari sesuatu yang menyulitkan serta senantiasa berdo'a kepada Allah agar senantiasa diberi kesehatan dan keselamatan, niscaya Allah akan mengganti kesedihan itu dengan kegembiraan.
Selain hal itu, perhatikanlah hal-hal berikut, semoga dapat memberikan suasana hati kepada sikap yang lebih tenang.
Jiwa bersih dari keburukan
Allah berfirman, yang artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30)
Musibah yang terjadi pada manusia banyak hubungannya dengan kesalahan dan dosa yang dilakukan olehnya.
Pada ayat tersebut terdapat kabar gembira sekaligus ancaman, jika kita mengetahui bahwa musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda, ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.”
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.”
Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang di hari kiamat dalam keadaan pailit.”
Allah …, begitu dekatnya
Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman, yang artinya, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a.”
Dalam hadits qudsi Allah berfirman, ”Wahai manusia, si fulan hamba-Ku sakit dan engkau tidak membesuknya. Ingatlah seandainya engkau membesuknya niscaya engkau mendapati-Ku di sisinya.” (HR. Muslim)
Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja sebagiamana dilakukan oleh Nabi Ayyub 'Alaihis Salam yang berdoa, “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya, ”(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS. Al Anbiyaa :83)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Musibah yang engkau terima semata-mata karena Allah, adalah lebih baik bagimu daripada nikmat yang menjadikan engkau lupa mengingat Allah."
Sufyan bin Uyainah berkata, "Apa yang tidak oleh seseorang lebih baik daripada apa yang ia sukai, sebab apa yang tidak disukainya akan mendorongnya untuk berdo'a, sedangkan apa yang disukainya seringkali membuatnya menjadi lalai."
Wahab bin Munabih berkata, "Bencana diturunkan adalah agar orang mau memanjatkan do'a."
Sufyan Tsanur berkata, "Nikmat Allah kepada seorang hamba ketika ia sangat membutuhkan itu jauh lebih banyak daripada penyakit (kesedihan) yang menjadi keluhannya."
Betapa lemahnya manusia itu
Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya. Akan tetapi ketika ia ditimpa musibah, atau rasa lapar, kesakitan atau bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat dan menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian. Terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat sesuatu namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk dirinya, demikian pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Maka apakah pantas baginya menyombongkan diri di hadapan Allah dan sesama manusia?
Ibnu al Qayyim rahimahullah berkata, "Kalau manusia itu tidak pernah mendapat cobaan dengan sakit dan pedih, maka ia akan menjadi manusia yang ujub dan takabbur. Hatinya menjadi kasar dan jiwanya menjadi beku. Maka musibah dengan bentuk apapun adalah rahmat Allah yang disiramkan kepadanya; sebab musibah itu akan membersihkan karatan jiwanya dan mensucikan ibadahnya. Itulah obat dan penawar kehidupan yang Allah berikan kepada setiap hamba-Nya yang beriman.
Manakala jiwanya menjadi bersih karena musibah itu, maka derajat kemuliaannya diangkat oleh Allah serta jiwanya ditinggikan. Pahalanya pun juga berlimpah, ketika menerima musibah itu dengan sabar dan ridha.
Pengukur kesabaran
Sekiranya tidak ada ujian maka tidak akan tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.
Anas ra meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
Apabila seorang hamba bersabar dan imannya tetap tegar maka akan ditulis namanya dalam daftar orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu memunculkan sikap ridha maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang ridha. Dan jikalau memunculkan pujian dan syukur kepada Allah maka dia akan ditulis namanya bersama-sama orang yang bersyukur. Jika Allah memberikan sikap sabar dan syukur kepada seorang hamba maka setiap ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya.
Rasulullah saw bersabda, “Sangat menakjubkan urusan orang yang beriman itu. Sungguh semua urusannya itu baik baginya. Dan hal itu tidak akan didapatkan oleh seorang pun, melainkan hanya orang yang beriman semata: Jika ia mendapatkan kebahagiaan ia bersyukur, maka syukur itu baik baginya; manakala ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka sabarnya itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Kebaikan itu begitu melimpah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR. Bukhari).
Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat.
Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah
Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat. Apalagi pada penderita sakit yang telah sekian lama berobat kesana kemari namun tak kunjung sembuh. Maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan untuk sembuhnya penyakit ini kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.
Allahu A'lam. (swaraquran)
Itu adalah nasehat yang Allah sampaikan kepada umat manusia yang terdapat pada surat Al-Insyirah, ayat 5 dan 6. Nasehat berupa kabar gembira, bahwa kesulitan, kepayahan, kesedihan dan segala hal yang membuat hati itu menderita akan segera berakhir. Selama, manusia yang terkena musibah tetap berharap pahala dari Allah, pasrah dan tawakkal kepada-Nya, sembari melakukan ikhtiyar yang diridhai oleh Allah untuk menghindari dari sesuatu yang menyulitkan serta senantiasa berdo'a kepada Allah agar senantiasa diberi kesehatan dan keselamatan, niscaya Allah akan mengganti kesedihan itu dengan kegembiraan.
Selain hal itu, perhatikanlah hal-hal berikut, semoga dapat memberikan suasana hati kepada sikap yang lebih tenang.
Jiwa bersih dari keburukan
Allah berfirman, yang artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30)
Musibah yang terjadi pada manusia banyak hubungannya dengan kesalahan dan dosa yang dilakukan olehnya.
Pada ayat tersebut terdapat kabar gembira sekaligus ancaman, jika kita mengetahui bahwa musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda, ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.”
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.”
Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang di hari kiamat dalam keadaan pailit.”
Allah …, begitu dekatnya
Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman, yang artinya, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a.”
Dalam hadits qudsi Allah berfirman, ”Wahai manusia, si fulan hamba-Ku sakit dan engkau tidak membesuknya. Ingatlah seandainya engkau membesuknya niscaya engkau mendapati-Ku di sisinya.” (HR. Muslim)
Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja sebagiamana dilakukan oleh Nabi Ayyub 'Alaihis Salam yang berdoa, “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya, ”(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS. Al Anbiyaa :83)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Musibah yang engkau terima semata-mata karena Allah, adalah lebih baik bagimu daripada nikmat yang menjadikan engkau lupa mengingat Allah."
Sufyan bin Uyainah berkata, "Apa yang tidak oleh seseorang lebih baik daripada apa yang ia sukai, sebab apa yang tidak disukainya akan mendorongnya untuk berdo'a, sedangkan apa yang disukainya seringkali membuatnya menjadi lalai."
Wahab bin Munabih berkata, "Bencana diturunkan adalah agar orang mau memanjatkan do'a."
Sufyan Tsanur berkata, "Nikmat Allah kepada seorang hamba ketika ia sangat membutuhkan itu jauh lebih banyak daripada penyakit (kesedihan) yang menjadi keluhannya."
Betapa lemahnya manusia itu
Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya. Akan tetapi ketika ia ditimpa musibah, atau rasa lapar, kesakitan atau bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat dan menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian. Terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat sesuatu namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk dirinya, demikian pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Maka apakah pantas baginya menyombongkan diri di hadapan Allah dan sesama manusia?
Ibnu al Qayyim rahimahullah berkata, "Kalau manusia itu tidak pernah mendapat cobaan dengan sakit dan pedih, maka ia akan menjadi manusia yang ujub dan takabbur. Hatinya menjadi kasar dan jiwanya menjadi beku. Maka musibah dengan bentuk apapun adalah rahmat Allah yang disiramkan kepadanya; sebab musibah itu akan membersihkan karatan jiwanya dan mensucikan ibadahnya. Itulah obat dan penawar kehidupan yang Allah berikan kepada setiap hamba-Nya yang beriman.
Manakala jiwanya menjadi bersih karena musibah itu, maka derajat kemuliaannya diangkat oleh Allah serta jiwanya ditinggikan. Pahalanya pun juga berlimpah, ketika menerima musibah itu dengan sabar dan ridha.
Pengukur kesabaran
Sekiranya tidak ada ujian maka tidak akan tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.
Anas ra meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
Apabila seorang hamba bersabar dan imannya tetap tegar maka akan ditulis namanya dalam daftar orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu memunculkan sikap ridha maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang ridha. Dan jikalau memunculkan pujian dan syukur kepada Allah maka dia akan ditulis namanya bersama-sama orang yang bersyukur. Jika Allah memberikan sikap sabar dan syukur kepada seorang hamba maka setiap ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya.
Rasulullah saw bersabda, “Sangat menakjubkan urusan orang yang beriman itu. Sungguh semua urusannya itu baik baginya. Dan hal itu tidak akan didapatkan oleh seorang pun, melainkan hanya orang yang beriman semata: Jika ia mendapatkan kebahagiaan ia bersyukur, maka syukur itu baik baginya; manakala ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka sabarnya itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Kebaikan itu begitu melimpah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR. Bukhari).
Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat.
Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah
Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat. Apalagi pada penderita sakit yang telah sekian lama berobat kesana kemari namun tak kunjung sembuh. Maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan untuk sembuhnya penyakit ini kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.
Allahu A'lam. (swaraquran)
0 komentar