Hikmah Al-Qur`an diturunkan secara Bertahap



Al-Qur`an Al-Karim diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara bertahap dalam dua puluh tiga tahun, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalani mayoritas masa tersebut di Mekkah. Allah Ta’ala berfirman,
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
Dan Al-Qur`an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian (Q.S. Al-Israa`:106).
Oleh karena itu ulama rahimahumullah ta’ala membagi Al-Qur`an menjadi dua macam, yaitu Ayat-ayat Makkiyyah dan Ayat-ayat Madaniyyah.
Adapun di antara hikmah Al-Qur`an diturunkan secara bertahap, yaitu:
  1. Meneguhkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا
Berkatalah orang-orang yang kafir, ‘Mengapa Al-Qur`an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?; demikianlah (Kami turunkannya secara bertahap) supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (bertahap dan teratur).
  1. Sebagai bantahan terhadap syubhat-syubhat kaum musyrikin yang datang silih berganti, karena syubhat-syubhat kaum musyrikin itu menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dalam satu waktu sekaligus. Maka setiap kali datang syubhat musyrikin, maka Allah datangkan bantahannya dan penjelasan tentang kebatilannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (dengan membawa) sesuatu/syubhat yang menentang Syariat (kebenaran), melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
  1. Memudahkan manusia dalam memahami Al-Qur`an, mengamalkannya, dan menghafalnya, karena diturunkan berangsur-angsur.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
Dan Al-Qur`an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya dengan perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian (Q.S. Al-Israa`:106).
  1. Menyemangati hati manusia untuk menerima Al-Qur`an dan mengamalkannya, karena dengan diturunkannya secara berangsur-angsur, maka hati manusia akan rindu menantikan turunnya ayat yang berikutnya, apalagi saat-saat manusia sangat membutuhkannya, seperti saat turunnya ayat Al-Qur`an tentang peristiwa tersebarnya kedustaaan dan ayat tentang la’nat.
Allah Ta’ala berfirman dalam ayat tentang peristiwa tersebarnya kedustaaan,
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari (orang yang menggolongkan diri mereka kedalam) golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian bahkan ia adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya adzab yang besar.
Tersebarnya berita dusta tentang diri Aisyah radhiyallahu ‘anhu menyebabkan orang-orang yang ada ketika itu sangat membutuhkan diturunkan ayat ini, dan sembilan ayat sesudahnya, dalam rangka menyingkap kedustaan orang penyebar berita dusta tersebut. Maka Allah Ta’ala dengan bijaksana-Nya menurunkan ayat-ayat tersebut sebagai bentuk pengabaran bersihnya Aisyah radhiyallahu ‘anhu dari perkara yang terdapat dalam berita dusta tersebut.
  1. Sebagai jawaban atas kejadian-kejadian baru yang datang silih berganti, sehingga turunlah ayat-ayat yang mengandung solusi dari setiap kejadian-kejadian baru yang membutuhkan jalan keluar.
Sehingga Al-Qur`an Al-Karim benar-benar mengandung penjelasan segala urusan manusia dalam mencapai tujuan hidupnya dan meraih kebahagiaan dunia akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri(Q.S. An-Nahl: 89).
  1. Bertahap dalam pensyariatan hingga sampai pada derajat lengkap sempurna, seperti penurunan ayat-ayat tentang minuman yang memabukkan (khamer).
Masyarakat yang dihadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu telah terbiasa meminum minuman memabukkan sehingga sulit dilarang dengan larangan yang langsung dan tegas.
Tahapan turunnya ayat tentang larangan meminum minuman yang memabukkan (khamr) terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap penyiapan hati manusia untuk menerima pengharaman minuman yang memabukkan dengan mengajak untuk berpikir tentang kerugian yang besar bagi peminumnya.
Allah Ta’ala berfirman,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian berfikir. (Q.S. Al-Baqarah: 219).
2) Tahap kedua adalah melatih manusia untuk meninggalkannya pada sebagian waktu, yaitu pada waktu-waktu shalat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (Q.S. An-Nisa`: 43).
3) Tahap terakhir, yaitu: pelarangan totalitas dalam seluruh waktu, hal ini setelah jiwa siap menerima pengharamannya pada seluruh waktu, dan setelah manusia terlatih meninggalkannya pada sebagian waktu.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, sesuatu yang digunakan untuk persembahan terhadap berhala, mengundi nasib dengan panah (semua itu) termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr (minuman yang memabukkan), berjudi, dan menghalangi kalian dari mengingat Allah serta dari shalat, maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا ۚ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
Dan taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kalian berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Q.S. Al-Maidah: 90-92).
Demikian indahnya beberapa hikmah diturunkannya Al-Qur`an secara bertahap. Sungguh Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui apa yang dibutuhkan manusia untuk kebaikan hatinya dan keimanannya. Wallahu a’lam.
Referensi: Ushulun fi Tafsir, Syaikh Muhammad Sholeh Al-Utsaimin, dengan sedikit penambahan
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id


You Might Also Like

0 komentar