Pertanyaan:
Ustaz, selama 9 hari jamaah haji Indonesia melakukan
arbain di Madinah. Apa sebenarnya makna arbain itu? Apakah masuk dalam rukun
atau wajib haji? Amalan apa yang harus dilakukan selama arbain?
Ridwan
Bandung, Jawa Barat
Jawaban:
Waalaikumussalam Wr Wb
Baik gelombang pertama maupun gelombang kedua, jamaah
haji Indonesia akan melewati fase 8 atau 9 hari di Madinah. Baik sebelum maupun
setelah ibadah haji. Sering dimotivasi agar melaksanakan shalat arbain di
Masjid Nabawi. Makna “arba’in” atau “arba’un” adalah melaksanakan shalat empat
puluh waktu tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi.
Kadang jamaah merasa melaksanakan arbain ini menjadi
keharusan dan ketika tidak bisa melakukannya maka ia sangat menyesal dan
meyakini hajinya tidak afdhal bahkan tidak sah. Sebenarnya arbain itu sama
sekali tidak termasuk “wajib haji” apalagi menjadi “rukun haji” karena semua
kegiatan haji itu adanya di Makkah bukan di Madinah.
Kalaupun jamaah tidak sampai berziarah ke Madinah maka
tidaklah ia melanggar kewajiban haji dan membayar dam. Begitu juga hal itu
tidak berpengaruh terhadap sah atau tidaknya haji.
Selama di Madinah inti ibadah adalah memperbanyak shalat
di Masjid Nabawi sesuai dengan sabda Nabi “Dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi SAW
bersabda: ”satu kali shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di
masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram” (HR Bukhori Muslim). Hadis
muttafaq ‘alaih yang tidak diragukan keshahihannya ini sebenarnya sudah cukup
untuk menyemangati kita agar selalu berupaya memaksimalkan ibadah di Masjid
Nabawi.
Adapun pelaksanaan arbain didasarkan pada hadis dari Anas
bin Malik Ra “Barangsiapa shalat di masjidku empat puluh shalat tanpa
ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan
dari siksaan dan ia bebas dari kemunafikan”
(HR Ahmad dan Thabrani). Hadits ini tentu sangat mendorong untuk beribadah di
Masjid Nabawi, akan tetapi Hadits ini ternyata banyak dikritisi oleh ulama.
Sebagiannya menyatakan hadits ini dhoif
(lemah). Titik lemahnya adalah dimasukkannya Nubaith sebagai rawi yang
memang tidak dikenal (majhul).
Syekh MuqbilAl Wadi’iy ulama hadis dari Yaman menilai
bahwa hadit ini tidak shahih dari Rasulullah SAW. Syekh Nashiruddin Al Bany
menilai hadits ini munkar ia menyatakan “sanad hadits ini dho’if. Ada seorang
perawi yang bernama Nubaith yang tidak dikenal statusnya”. Syekh Su’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini
lemah karena status Nubaith bin Umar yang tidak diketahui.
Berbeda dengan pendapat Al Haitsami dalam Majma’ Az
Zawa’id yang mengatakan bahwa periwayat hadits di atas itu //tsiqoh//
(terpercaya). Akan tetapi Syekh Nashiruddin Al Bany mengomentari “Beliau sudah
salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari Kitab Shahih, bahkan dia
bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya”.
Hadis dari Anas Bin Malik Ra yang justru disepakati
keshahihannya adalah hadits “arbain” lain, yaitu shalat berjamaah “empat puluh
hari” yang membebaskan dari neraka dan bebas dari kemunafikan. Sabda Nabi SAW “Barangsiapa
shalat empat puluh hari dengan berjamaah dan mendapati takbiratul ihramnya
imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua perkara, yaitu bebas dari api
neraka dan bebas dari kemunafikan” (HR Turmudzi).
Adapun amalan yang dikerjakan oleh jamaah
selama 8 atau 9 hari di Madinah yaitu
memperbanyak ibadah di Masjid Nabawi, berziarah ke makam Rasulullah, menghayati
kehidupan Nabi dan para shahabat dahulu, mengambil ibrah dari tempat tempat
bersejarah, serta kegiatan amal-amal saleh lain seperti banyak membaca Alquran,
bersedekah, shalawat dan salam kepada Nabi, menyerap ilmu dari taushiyah yang
diadakan di Masjid Nabawi atau masjid lainnya.
(Sumber: https://www.republika.co.id)
0 komentar