Kemunafikan


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam yang telah memberikan karunia kepada kita dengan nikmat Islam dan iman yang dibawa oleh makhluk yang paling mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Termasuk nikmat agung yang banyak manusia lalai darinya adalah nikmat hidayah kepada keimanan dan keislaman. Sungguh, orang yang telah mendapatkan nikmat hidayah kepada keimanan telah memperoleh keberuntungan yang besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.” [al-Mu’minun:1]
Dan sebaliknya, orang yang memilih kekufuran dari keimanan mereka itulah orang yang merugi. Allah telah mengabarkan tentang orang-orang yang mengkufuri al-Kitab yang turun dari Allah ta’ala yang berisi hidayah kepada keimanan:
“Dan barangsiapa yang kufur kepadanya, Maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” [al-Baqarah:121]
“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi. [al-Ma`idah:5]
Sungguh orang yang lebih memilih kesesatan daripada petunjuk, meninggalkan petunjuk Allah, pastilah dia mengambil syaithan sebagai teman dan pemimpinnya yang menunjukinya kepada kesesesatan. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang menjadikan syaithan sebagai temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.” [an-Nisa`:38].
Pembaca yang budiman, demikianlah keadaan manusia dari sisi keimanan dan kekafiran. Masih ada kelompok lain yang menampakkan keimanan di hadapan manusia, beramal dengan amalan keimanan, akan tetapi di dalam hatinya menyembunyikan kekafiran. Mereka adalah orang-orang munafik.
Sungguh, pada hakekatnya mereka bukanlah orang yang beriman. Mereka adalah orang yang kafir, bahkan siksaan bagi mereka lebih berat daripada siksaan orang kafir.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” [an-Nisa`:145]
Orang yang demikian ini sifatnya akan selalu ada di setiap zaman. Oleh karenanya, Allah banyak menyebutkan tentang mereka di dalam al-Quran:
“Di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,’ pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” [al-Baqarah:8].
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.” [an-Nisa:142].
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, ‘Kami bersaksi bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.’ dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” [al-Munafiqun:1].
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan tentang orang munafik ini. Mereka berusaha menutupi kekafiran mereka di depan manusia, tetapi Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hati-hati mereka. Allah telah terangkan ihwal sifat mereka dari sifat-sifat buruk mereka, seperti: kekufuran, memperolok agama, kecondongan mereka terhadap musuh agama dan kebersamaan mereka dalam memusuhi agama ini. Inilah sifat kemunafikan yang mana pelakunya lepas dari agama Islam dan masuk ke dalam golongan orang kafir. Kemunafikan jenis ini biasa diistilahkan dengan nifaq i’tiqadi.
Nifaq i’tiqadi memiliki beberapa macam bentuk:
  1. Mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau mendustakan syariat yang datang dari beliau.
  2. Membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sebagian syariat yang datang bersama beliau.
  3. Senang tatkala Islam dikalahkan atau tidak suka agama Islam menang/ditolong.
Maka dari itu, kita dapati orang yang bersifat dengan sifat-sifat nifaq ini lebih berbahaya daripada sifat kekafiran. Karena, orang yang memiliki sifat ini memperlihatkan sikap orang muslim pada umumnya sehingga wajib untuk diperlakukan layaknya kaum muslimin secara umum, namun saat mereka memiliki kesempatan untuk memperlihatkan sengatnya, mereka pun akan menyengat dari belakang.
Oleh karenanya, pada awal Surat al-Baqarah Allah menyebutkan sifat orang kafir dalam dua ayat, sedangkan untuk orang munafik Allah sebutkan sepuluh ayat yang menyebutkan tentangnya.
Pembaca yang budiman, terdapat pula jenis kemunafikan yang lain. Jenis kemunafikan ini tidak mengeluarkan seseorang yang bersifat dengannya keluar dari daerah Islam. Hanya saja, orang yang berhias dengan sifat ini imannya tidak lagi sempurna. Kemunafikan ini biasa dikenal dengan nifaq ‘amali. Seseorang dikatakan bahwa pada dirinya ada nifaq jenis ini apabila ia bersifat dengan sebagian sifat-sifat berikut: dusta, khianat, tidak amanah, dan berbuat jahat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Empat perkara, seseorang yang memilikinya, dia adalah seorang munafik sejati. Dan orang yang memiliki sebagiannya, dia memiliki bagian dari kemunafikan hingga meninggalkannya: jika diamanahi dia berkhianat, jika berkata berdusta, jika berjanji mengingkari, dan jika bersengketa berbuat jahat.” [H.R. al-Bukhari dan Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ’anhuma].
Allah telah menerangkan mengenai sifat khianat yang merupakan bagian dari kemunafikan:
“dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” [Yusuf:52].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda:
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” [H.R. Ahmad dari Anas bin Malik, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’]. Sehingga, sifat khianat termasuk dari dosa besar karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniadakan keimanan pada orang yang bersifat dengan sifat ini.
Adapun dusta, Allah telah berfirman mengenainya:
“Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” [Ghafir:28].
Juga Rasul-Nya telah bersabda:
“Jauhilah dusta! Karena sungguh kedustaan itu menunjuki kepada kejahatan, dan kejahatan menunjuki kepada neraka. Sungguh, seseorang senantiasa berdusta dan berusaha berdusta hingga dituliskan di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” [H.R. al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud].
Kemunafikan Amaliyah Mengurangi Iman
Pembaca yang budiman, termasuk prinsip Ahlus Sunnah adalah keimanan seseorang itu bisa bertambah atau berkurang. Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat. Maka, seseorang yang terdapat pada dirinya sebagian dari ciri-ciri orang munafik tentu keimanannya lebih rendah daripada orang yang tidak memiliki ciri-ciri kemunafikan tersebut. Semakin banyak seseorang berselimut dengan ciri-ciri kemunafikan ini, semakin berkurang pula kadar keimanan yang ada pada orang tersebut. Sungguh, nifaq ‘amali ini meskipun belum sampai mengeluarkan pelakunya dari daerah Islam, akan tetapi ini merupakan pintu dari pintu kekafiran. Dan barangsiapa yang telah terkumpul seluruh sifat-sifat ini, maka ia telah mengumpulkan segenap kejelekan, karena sifat jujur, amanah, menepati janji merupakan sifat bagi orang yang beriman. Dan barangsiapa kehilangan salah satu dari sifat-sifat ini, maka ia telah menghancurkan satu kewajiban dari kewajiban keislaman, maka bagaimana seseorang yang telah kehilangan seluruh sifat-sifat ini?!
Pembaca yang budiman, demikianlah sifat kemunafikan, baik yang ‘amali lebih-lebih yang i’tiqadi. Semuanya tercela di sisi Allah, Rasul-Nya, Islam, dan kaum muslimin. Maka, hendaknya setiap dari kita berhati-hati dari terjerumus kepada sifat kemunafikan ini dan beristighfar kepada Allah, serta meminta hidayah kepada-Nya untuk senantiasa berada di jalan-Nya yang lurus. Amin.
Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik.
Rujukan:
  • Kitabul Iman, Ibnu Taimiyah
  • Minhajul Firqatin Najiyah, Jamil Zainu
  • Al-Kabair, adz-Dzahabi - (Sumber: tashfiyah.net)

You Might Also Like

0 komentar