Surat Al Hujuraat yang terdiri dari 18 ayat ternyata banyak berisi pendidikan akhlak. Baik Akhlak terhadap Allah dan RasulNya, juga terhadap sesama muslim atau manusia.
Pertama hendaknya kita mengutamakan petunjuk yang diberikan Allah dan Rasulnya. Bukan pendapat kita sendiri:
[49.1] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Untuk itu selain Al Qur’an, hendaknya kita juga membaca kitab Hadits seperti Bukhari, Muslim, Abu Daud, dsb. Begitu pula kitab-kitab seperti Al Umm susunan Imam Syafi’ie yang syarat dengan hadits dengan pemahaman ulama Salaf yang asli serta kitab Al Muwaththo.
Dalam bersuara juga kita tidak boleh berteriak-teriak:
[49.2] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. [49.3] Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
[49.4] Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.
[49.5] Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kalau bertemu teman, jangan berteriak-teriak dari jauh seperti preman/orang gila. Coba dekati dan ngobrol dengan suara lembut.
Dalam menerima berita juga kita harus hati-hati meski dari orang yang kita percaya. Tabayyun/periksa langsung kebenaran beritanya pada orang yang dituduh:
[49.6] Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Asbabun Nuzul ayat di atas adalah saat Walid bin Uqbah diutus Nabi untuk mengambil zakat dari kaum Harits namun tidak berangkat karena khawatir dibunuh oleh Harits. Akhirnya dia membuat laporan palsu bahwa Harits dan kaumnya ingin membunuhnya. Untungnya Nabi tidak mempercayai berita itu begitu saja. Dikirim utusan yang lain dan ternyata Harits tidak ingin membunuh Walid. Bahkan menunggu Walid agar bisa membayar zakat [HR Ahmad, Thabrani, dsb]. Jika orang tidak cek dan ricek berita tersebut, tentu akan timbul perang bukan?
Hendaknya kita senantiasa mentaati Rasulullah. Bukan hawa nafsu atau keinginan kita sendiri. Sekarang yang kita taati hendaknya Al Qur’an dan Hadits:
[49.7] Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
[49.8] sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Jika ada 2 golongan Mukmin berperang/bertikai, hendaknya kita damaikan. Bukan justru kita adu-domba:
[49.9] Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
[49.10] Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
Hendaknya kita tidak menghina kelompok lain dengan sebutan yang kita sendiri tidak suka. Boleh jadi mereka lebih baik daripada kita. Jadi jika kita tidak suka disebut Musyrik, Ahli Bid’ah, Sesat, Kafir, dan sebagainya, hendaknya kita tidak menyebut kelompok lain begitu. Yang berwenang melakukan itu adalah Ijma’/Kesepakatan ulama dari mayoritas ummat Islam di Indonesia. Jama’ah/kelompok besar yang insya Allah tidak akan sepakat dalam kesesatan. Bukan Firqoh apalagi aliran sesat macam khawarij yang gemar mengkafirkan sesama Muslim:
[49.11] Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.
Kita juga tidak boleh berprasangka buruk atau su’u zhon karena sebagiannya dosa. Jangan pula mencari-cari kesalahan/aib orang lain (Tajassus). Kita harus paham yang maksum/suci dari dosa itu Nabi. Ada pun manusia biasa itu tempat salah dan alpa termasuk kita. Jadi kalau dicari-cari, niscaya ketemu aib/salahnya. Dan ini dosa. Jangan pula melakukan ghibah/menggunjing aib/keburukan orang lain karena dosanya seperti memakan bangkai. Kecuali jika keburukan itu dilakukan terbuka di tempat umum/menzalimi seseorang. Itu pun dilakukan pada tempatnya yaitu melapor kepada yang berwenang:
[49.12] Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Di ayat berikut, Allah mengajarkan kita bahwa semua manusia itu diciptakan dari seorang laki-laki (Nabi Adam) dan seorang perempuan (Siti Hawa). Jadi sebetulnya semua manusia itu bersaudara. Perjalanan waktu di mana manusia berkembang-biak sehingga ada yang putih, kuning, coklat, hitam, dan sebagainya sebetulnya semua bersaudara karena nenek moyangnya sama. Oleh karena itu sifat Rasis seperti membenci Cina, Kulit Hitam, dan sebagainya sebetulnya tidak sejalan dengan Islam:
[49.13] Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kita juga tidak bisa mengklaim sebagai beriman/Mukmin. Cukup mengaku sebagai Muslim. Karena hanya Allah yang tahu apakah kita beriman atau tidak. Bisa jadi banyak amalan kita masih kita lakukan karena riya atau terpaksa:
[49.14] Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Orang-orang yang beriman kepada Allah, selain beriman kepada Allah dan RasulNya juga tidak ragu-ragu berjihad dengan harta dan nyawanya di jalan Allah:
[49.15] Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.
[49.16] Katakanlah (kepada mereka): “Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Di saat perang, mereka tidak ragu berperang dengan resiko terbunuh dengan harta dan jiwa mereka. Di saat damai, mereka tidak ragu menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti membantu dakwah syiar Islam, membantu fakir miskin, dan sebagainya. Bukan sekedar zakat yang memang sudah merupakan kewajiban setiap Muslim.
Ada kaum yang saat masuk Islam merasa seolah-olah berjasa dan memberi hadiah pada Nabi. Padahal justru merekalah yang mendapat nikmat Islam sehingga terlepas dari siksa neraka:
[49.17] Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”.
Di zaman ini, maka setiap perbuatan baik kita entah itu berupa zakat, sedekah, dan sebagainya, pada dasarnya itu bukan untuk para ulama atau pun aktivis dakwah. Tapi untuk mereka sendiri sehingga amal tersebut bisa menghindarkan mereka dari siksa neraka dan memasukkan mereka ke dalam surga jika mereka ikhlas hatinya.
Allah mengetahui semua perkataan dan perbuatan kita. Baik pikiran/niat kita, atau pun yang kita ucapkan atau lakukan. Jadi hendaknya kita hati-hati dalam berkata dan berbuat. Setiap kebohongan kita, setiap keburukan yang kita lakukan, itu semua diketahui Allah dan dicatat oleh para Malaikat:
[49.18] Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Jadi hindari dusta, mencuri, korupsi, merampok, membunuh, berzina dan segala dosa/maksiat lainnya sebab semua itu dilihat, didengar, dan diketahui Allah SWT.
Referensi:
0 komentar