Pertanyaan
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah hukum membaca Al-Qur’an, wajib atau sunnah, karena kami sering ditanya tentang hukumnya. Di antara kami ada yang mengatakan bahwa hukumnya tidak wajib, bila membacanya tidak mengapa dan jika tidak membacanya tidak apa-apa. Bila pernyataan itu benar tentu banyak orang yang meninggalkan Al-Qur’an, maka apa hukum meninggalkannya dan apa pula hukum membacanya ?
Jawaban
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga terlipah kepada RasulNya, keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Yang disyariatkan sebagai hak bagi orang Islam adalah selalu menjaga untuk membaca Al-Qur’an dan melakukannya sesuai kemampuan sebagai pelaksanaan atas firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an)” [Al-Ankabut : 45]
Dan firmanNya.
“Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Qur’an)” [Al-Kahfi : 27]
Juga firmanNya tentang nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Dan aku perintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri. Dan supaya aku membaca Al-Qur’an (kepada manusia)” [An-Naml : 91-92]
Dan karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Bacalah Al-Qur’an karena sesungguhnya dia datang memberi syafa’at bagi pembacanya di hari Kiamat” [1]
Seharusnya seorang muslim itu menjauhi dari meninggalkannya dan dari memutuskan hubungan dengannya, walau dengan cara apapun bentuk meninggalkan itu yang telah disebutkan oleh para ulama dalam menafsirkan makna hajrul Qur’an. Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam Tafsinya (Tafsir Ibnu Katsir 6/117) : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman memberi khabar tentang Rasul dan NabiNya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau berkata.
“Artinya : Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan” [Al-Furqan : 30]
Itu karena orang-orang musyrik tidak mau diam memperhatikan dan mendengarkan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan orang-orang yang kafir berkata,’Janganlah kamu mendengarkan Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya” [Fushishilat : 26]
Bila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka membuat gaduh, hiruk pikuk dan perkataan-perkataan lain sehingga tidak mendengarnya, ini termasuk makna hujran Al-Qur’an. Tidak beriman kepadanya dan tidak membenarkannya termasuk makna hujran. Tidak men-tadabburi dan tidak berusaha memahaminya termasuk hujran. Tidak mengamalkannya, tidak melaksanakan perintahnya dan tidak menjauhi larangan-larangan termasuk makna hujran. Berpaling darinya kepada hal lain, baik berupa sya’ir, percakapan, permainan, pembicaraan atau tuntunan yang diambil dari selain Al-Qur’an, semua itu termasuk makna hujran.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Dikeluarkan oleh Muslim no. 804, dalam Shalat Al-Musafirin wa Qashruhu, bab II dari hadits Abu Umamah Al-Bahili Radhiyallahu ‘anhu
Sumber: www.almanhaj.or.id
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah hukum membaca Al-Qur’an, wajib atau sunnah, karena kami sering ditanya tentang hukumnya. Di antara kami ada yang mengatakan bahwa hukumnya tidak wajib, bila membacanya tidak mengapa dan jika tidak membacanya tidak apa-apa. Bila pernyataan itu benar tentu banyak orang yang meninggalkan Al-Qur’an, maka apa hukum meninggalkannya dan apa pula hukum membacanya ?
Jawaban
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga terlipah kepada RasulNya, keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Yang disyariatkan sebagai hak bagi orang Islam adalah selalu menjaga untuk membaca Al-Qur’an dan melakukannya sesuai kemampuan sebagai pelaksanaan atas firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an)” [Al-Ankabut : 45]
Dan firmanNya.
“Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Qur’an)” [Al-Kahfi : 27]
Juga firmanNya tentang nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Dan aku perintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri. Dan supaya aku membaca Al-Qur’an (kepada manusia)” [An-Naml : 91-92]
Dan karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Bacalah Al-Qur’an karena sesungguhnya dia datang memberi syafa’at bagi pembacanya di hari Kiamat” [1]
Seharusnya seorang muslim itu menjauhi dari meninggalkannya dan dari memutuskan hubungan dengannya, walau dengan cara apapun bentuk meninggalkan itu yang telah disebutkan oleh para ulama dalam menafsirkan makna hajrul Qur’an. Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam Tafsinya (Tafsir Ibnu Katsir 6/117) : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman memberi khabar tentang Rasul dan NabiNya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau berkata.
“Artinya : Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan” [Al-Furqan : 30]
Itu karena orang-orang musyrik tidak mau diam memperhatikan dan mendengarkan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan orang-orang yang kafir berkata,’Janganlah kamu mendengarkan Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya” [Fushishilat : 26]
Bila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka membuat gaduh, hiruk pikuk dan perkataan-perkataan lain sehingga tidak mendengarnya, ini termasuk makna hujran Al-Qur’an. Tidak beriman kepadanya dan tidak membenarkannya termasuk makna hujran. Tidak men-tadabburi dan tidak berusaha memahaminya termasuk hujran. Tidak mengamalkannya, tidak melaksanakan perintahnya dan tidak menjauhi larangan-larangan termasuk makna hujran. Berpaling darinya kepada hal lain, baik berupa sya’ir, percakapan, permainan, pembicaraan atau tuntunan yang diambil dari selain Al-Qur’an, semua itu termasuk makna hujran.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Dikeluarkan oleh Muslim no. 804, dalam Shalat Al-Musafirin wa Qashruhu, bab II dari hadits Abu Umamah Al-Bahili Radhiyallahu ‘anhu
Sumber: www.almanhaj.or.id
0 komentar