Surah Al Muzammil - Said Al Khatib ᴴᴰ - Tadabbur Surat al-Muzzammil: Pembekalan yang Efektif
- 06.29
- By faridan
- 0 Comments
Tadabbur Surat
al-Muzzammil: Pembekalan yang Efektif
Mukaddimah: Persiapan Mental
Surat al-Muzzammil diturunkan Allah di Mekah setelah surat al-Qalam (Nûn),
kecuali ayat terakhir diturunkan di Madinah[1]. Yaitu ayat yang menasakh (menghapus) hukum wajib shalat
malam kecuali bagi Nabi Muhammad saw. Surat ini tidak memiliki nama
selain al-Muzammil (orang berselimut), yaitu
melingkarkan kain di tubuhnya[2], atau berselimut di waktu malam[3]. Surat ini diturunkan diawal–awal masa risalah beliau.
Sebagai shock therapy bagi Rasul saw
yang saat itu menggigil dan kemudian berselimut, sakit, dan ketakutan, juga
saat tidur dan beristirahat di waktu malam. Maka Allah memerintahkannya untuk
bangun dan bangkit menyampaikan risalah Allah, apapun resikonya[4].
“Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah
(untuk sebahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu)
seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua
itu. dan bacalah a-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (QS. 73: 1-4)
Sebuah perintah yang
diturunkan Allah, sebagai pembekalan efektif Shalat Malam dan membaca al-Qur’an
. Karena Allah sedang menyiapkan seorang da’i dan nabi yang tangguh. Dan karena
nantinya tantangan yang dihadapinya tidak ringan.
Shalat Malam atau yang sering dikenal dengan qiyâmullail merupakan bentuk pembekalan yang efektif. Ada perlawanan terhadap
keinginan hawa nafsu di sana. Saat orang sedang enak tidur atau bersembunyi di balik
ketakutanya, justru Allah memerintahkan untuk melawannya. Bangunlah! Menariknya, Allah memberikan perkiraan waktu yang ideal untuk latihan
penguatan mental ini. Dari sejak al-laila [5] yang berarti seluruh malam [6] , kecuali sedikit. Ini untuk tingkatan pertama.
Kemudian, Allah menurunkannya menjadi standar. Qiyâmullail ini pertama kali diwajibkan, kemudian dinasakh dengan ayat ke 20 [7]. Adapun Imam Syafi’i, Muqatil bin Sulaiman dan Ibnu Kîsân
mendukung pendapat Aisyah ra yang menyatakan kewajiban tersebut dihapus dengan
turunya kewajiban Shalat Lima Waktu[8]. Dengan kebiasaan bangun pada waktu malam seperti ini,
seseorang akan benar-benar mampu melawan dirinya. Inilah persiapan dan
penguatan mental yang sangat bagus.
Setelah itu, perintah untuk menartilkan bacaan al-Qur’an. Selain bertujuan
untuk bisa dipahami dengan mudah, juga supaya lebih terasa dan memungkinkan
untuk dijiwai. Yaitu bacaan yang dibaca dengan pelan–pelan sehingga memberi hak
yang cukup dalam mengartikulasikan bacaan huruf-huruf al-Qur’an juga
hukum-hukum yang berkaitan dalam membacanya (tajwid), panjang pendeknya, idghâm izh-hârnya dan sebagainya.
Mengenai alasan betapa pentingnya malam bagi seorang nabi juga para da’i.
Allah menegaskannya di ayat keenam dan tujuh. “Sesungguhnya bangun
di waktu malam adalah lebih tepat (supaya khusyu’) dan bacaan di waktu itu
lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang
(banyak)”. (QS.73: 6-7)
Dengan suasana yang hening akan membantu seseorang dan memudahkannya dalam
mengatur suasana hatinya supaya sesuai dengan ritme bacaan al-Qur’an yang
dibacanya. Sehingga hati bisa mengikuti gerak mulut. Sementara di waktu siang,
kondisi seperti ini sangat langka untuk didapatkan. Karena banyak urusan dan
orang tergesa–gesa dalam urusannya. Kata “as-sabhu” aslinya berjalan
cepat di dalam air. Untuk mengambarkan betapa sulitnya kondisi dalam kesibukan.
Ini kiasan untuk orang yang berpergian[9] dan banyak urusannya.
Tugas Berat Siap Menanti
Setelah itu, tugas yang berat pun tidak akan membebani atau menjadi
tanggungan yang berlebihan. Karena pemikul amanahnya benar-benar telah siap.
Baik dalam menerima atau menyampaikan risalah, ataupun menanggung resiko yang
akan ditemuinya sebagai konsekuensi dakwah tersebut. ’’sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.’’(QS.73:5) Qatadah
berpendapat, yang dimaksud dalam ayat ini adalah hukum-hukum Allah. Sebagian
ahli tafsir yang lainnya menerjemahkannya dengan janji dan ancaman Allah [10].
‘’Sebutlah nama tuhanmu, dan beribadahlah kepadanya
dengan penuh ketekunan.’’(QS.73:8)
Tugas berat selain di
atas, perlu penambahan bekal lagi, berzikir. Dengan mengingat Allah akan
menguatkan mental Rasulullah dalam menjalankan misi risalahnya. Bahwa Allah
Mahakuat. Maka siapapun takkan mampu melawannya. Allahlah sebaik-baik penolong.
Allah Maha Mendengar, Maha Penyayang, dan kasih-Nya takkan pernah memiliki
batas.
Dengan berzikir, kita
akan semakin mengenal Allah. Semakin menetapkan keimanan dan keyakinan kita
sebagai penerus risalah Nabi saw. Itulah yang dikehendaki Allah dalam membekali
kekasihnya, Muhammad saw.
‘’(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai
Pelindung’’. (QS.73:9)
Karena zikir merupakan salah satu sumber kekuatan seorang mukmin dalam
kondisi apapun. Senada dengan pesan arif Ibnu ‘Athaillah as-Sakandary [11], ‘’Jangan tinggalkan berzikir sebab
kelalaianmu saat berzikir. Semoga Allah berkenan mengangkat derajatmu dari
zikir yang penuh dengan kelalaian menuju zikir yang penuh kesadaran. Dan dari
zikir yang penuh kesadaran menuju zikir yang disemangati oleh kehadiran-Nya
menuju zikir yang meniadakan segala sesuatu selain-Nya. Dan yang demikian itu
bagi Allah bukanlah merupakan sesuatu yang sulit.” [12]. Hanya tinggal kita membiasakannya dan mau terus berusaha
melakukannya.
Sikap Terbaik Dalam Menghadapi Rintangan Dakwah
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan
jauhilah mereka dengan cara yang baik’’. (QS. 73:10)
Kenalilah kelembutan Allah dengan bersabar. Dengan kesabaran ini akan
semakin membuat seseorang dekat dengan Allah. Dan semakin membuatnya kokoh
serta istiqomah. Keyakinan terhadap takdir Allah, juga akan membantu kita dalam
bersabar dan membuat segala rintangan menjadi sebuah bumbu kehidupan. Justru
akan terasa lebih manis [13].
Sabar merupakan salah
satu bentuk kepasrahan yang positif. Bukan sikap menyerah atau apatis dalam
merespon sebuah masalah. Maka sikap sabar seperti ini akan semakin membuat
seseorang kuat. Dan akan semakin dewasa dalam mengambil sikap. Karena ia telah
mengalahkan ego dan perasaannya.
Bagaimana tidak,
bukankah yang memerintah bersikap sabar telah memberikan jaminan? Dia akan
membuat perhitungan terhadap orang-orang yang selalu menyakiti dan menghalangi
Rasulullah saw, mendustakan risalahnya dan mengumandangkan permusuhan terhadap
risalah yang diembannya. Maka biarlah Allah yang mengurusi mereka.
“Dan biarkan Aku (saja) bertindak terhadap
orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri
tangguhlah mereka barang sebentar”. (QS. 73: 11)
Allah tangguhkan mereka.
Sebenarnya agar mereka mau berpikir untuk bertaubat dan menyadari kekeliruannya.
Kemudian segera memperbaiki kesalahannya. Namun, yang terjadi justru
sebaliknya. Mereka semakin menjadi-jadi, memusuhi Rasulullah dan orang-orang
yang mengikuti dakwahnya. Menindas dan menyakiti mereka, baik secara fisik
ataupun dengan tekanan dan teror psikis yang mereka lancarkan terus-menerus.
Untuk Para Pendusta
‘’Karena sesungguhnya pada sisi kami ada belenggu-belenggu yang berat dan
neraka yang menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab
yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah
gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan’’. (QS.73: 12-14)
Siksaan yang sangat
pedih telah Allah siapkan untuk mereka yang memusuhi kekasih-Nya. Azab yang
akan membuat mereka kering dan haus. Tak ada makanan kecuali hanya menambah
kepedihan dan rasa kering yang tak terbayangkan.
Sebelumnya, saat
sangkakala Israfil ditiup alam semesta ini menjadi demikian rapuh dan lebur
dalam kehancuran. Termasuk orang-orang yang ada di atas bumi. Semua mengalami kefanaan.
Karena kekekalan hanya dimiliki oleh Zat Yang Mahahidup.
Para pendusta yang
memusuhi Rasulullah bukannya tak tahu, bahwa sunnah Allah berlaku untuk
orang-orang yang mendustakan utusan-Nya. Umat-umat sebelum mereka telah
dibinasakan. Sisa-sisa kengerian itu bahkan sebagian masih bisa dilacak.
Lihatlah apa yang dialami Fir’aun. Manusia kerdil yang sombong yang
menahbisakan dirinya sebagai Tuhan. Kemudian hanya menjumpai kebinasaan yang
menghinakan. Ditenggelamkan Allah dan kemudian jasadnya diperlihatkan kepada
banyak orang yang datang setelahnya. Bahkan hingga saat ini, jasadnya masih
dijaga dan terawat baik dalam museum. Yang demikian untuk diambil pelajaran
bagi kaum mukminin juga bagi mereka yang mendustakan dan memusuhi risalah
Allah.
“Sesungguhnya kami telah mengutus kepada kamu (hai
orang kafir Mekah) seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana
kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun
mendurhakai Rasul itu, lalu kami siksa dia dengan siksaan yang berat”. (QS. 73: 15-16)
Dan seperti kisah
kezhaliman dan pendustaan ini masih akan berlangsung terus hingga saat ini,
sampai pada hari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Padahal Allah tak
henti-hentinya mengingatkan manusia dan memperingatkan orang-orang zhalim
tersebut agar menghentikan kezhalimannya.
“Maka bagaimana kamu akan dapat memelihara dirimu jika
kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban”. (QS. 73: 17)
Ini adalah sebuah perumpamaan yang sangat dahsyat. Hari Kiamat yang sangat
menakutkan itu seperti yang dikisahkan Allah di ayat ini, bahkan akan sanggup
mumutihkan rambut anak-anak kecil. Sebuah gambaran yang menakutkan. Hari yang
sangat mengerikan [14].
Ambilah Sebuah Keputusan
“Sesunguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka
barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya)
kepada Tuhannya”. (QS.73: 19)
Peringatan telah dan
terus disampaikan Allah, maka sekarang semuanya kembali pada diri masing-masing
manusia. Dialah yang akan memilih. Mengikuti petunjuk Allah atau berpaling dan
memusuhi serta mendustakan peringatan itu. Inilah kebijakan Allah, setelah itu
semua manusialah yang akan menanggung semua pilihannya. Karena Allah pun tak
pernah memaksa. Karena ketakwaan ataupun kemaksiatan manusia tak berpengaruh
sedikitpun terhadap kekuasaan Allah. Tidak mengurangi ataupun menambahnya.
Jika seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua tunduk dalam
kepasrahan kepada-Nya; maka tidaklah yang demikian itu menambah kemanfaatan
bagi-Nya. Bila seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua
menentang-Nya. Maka tidaklah hal itu mengurangi kebesaran-Nya. Dan bila seluruh
manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua memohon kepada-Nya. Dan semua
permohonan itu dikabulkan-Nya, tidaklah hal itu mengurangi kekuasaan dan
kebesaran kerajaan-Nya. Kecuali seperti sehelai benang yang dicelupkan kedalam
bentangan samudera [15].
Penutup: Kasih Sayang dan Kemudahan-kemudahan Allah
Salah satu bentuk kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya adalah dengan
memberikan kemudahan-kemudahan. Termasuk diantaranya keringanan-keringanan yang
kita dapatkan, atau sebagian kita kenal dengan rukhshah. Demikian juga tentang perintah Shalat Malam ini. Dari yang semula wajib,
kemudian dengan turunya ayat ke duapuluh ini menjadi sunnah.
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu
berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak mampu menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi
keringanan kepadamu. Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.
Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebgaian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang
kamu berbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah
ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.73:20)
Karena Allah Maha
Mengetahui kondisi hamba-hamba-Nya. Akan ada yang sanggup melakukannya semalam,
dan itupun tak akan bisa dilakukan terus menerus karena badan kita memliki hak
untuk diistirahatkan. Ada juga yang bisa melakukannya sedikit bahkan ada yang
kadang-kadang saja melakukan Shalat Malam. Karena ada yang tua dan muda, ada
yang sehat dan yang sakit. Ada yang sibuk berperang, memiliki karakter
pekerjaan yang melelahkan ada yang sedang stabil imannya dan ada yang labil dan
seterusnya.
Maka kemudian Allah menjadikan Shalat Malam hukumnya sunnah. Tapi tetap
berfungsi sebagai pembekalan secara efektif bagi penerus risalah Nabi Muhammad
saw sekaligus sebagai jalan untuk meraih kemuliaan di sisi Allah. Seperti dalam
firman-Nya. “Dan pada sebagian malam hari Shalat
Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu
mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS.17: 79)
Sungguh luas kasih sayang-Nya. Allah memberikan kesempatan bagi hamba-Nya
untuk berlomba meraih kemuliaan bagi siapa saja yang mau berusaha
meraihnya. Coba kita renungkan pesan Ibnu Athaillah as-Sakandary, “Allah sengaja menetapkan waktu–waktu tertentu untuk beribadah agar engaku
tidak sampai tertinggal karena menunda mengerjakannya. Dan Allah memberi
keleluasaan waktu bagimu agar tetap ada kesempatan untuk memilih” [16].
—
Catatan Kaki:
[1] Imam Jamaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulumi
al-Qur’an, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, cet.I, 2004 M/ 1425 H, hal 20,
Imam Badruddin az-Zaekasyi, al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Fikr,
cet.I, 1988 M/ 1408 H, Vol.I, hal.294
[2] Lihat: Kamus al-Munjid fi al-lughah wa al-A’lam,
Beirut Dar al-Masyriq, cet.36, 1997, hal.306
[3] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Cairo:
al-Maktabah al-Qayyimah, Vol.IV, hal.563
[4] Prof. Dr. Jum’ah Ali Abd Qader, Ma’âlim suar
al-Qur’an, Cairo: Universitas Al-Azhar, Cet.I, 2004 M / 1424 H, Vol.2, hal.716
[5] Muhyiddin Darwisy, I’rabul al-Qur’an al-Karim
wa Bayanuhu, Beirut: Dar Ibnu Katsir, Cet.9, 2005 M / 1426 H, Vol.VIII. Hal 109
[6] Sedikit saja dari waktu malam. (Lihat: Imam
az-Zamakhsyar, al-Kasysâf’an Haqâ’iqu at-Tanzil, Cairo: Maktabah Musthafa
al-Halaby, Cet.I, 1354 H, Vol.IV, Hal 152
[7] Iman al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an Cairo:
Darul Hadits, 2002 M / 1422 H, Vol.X, hal.33
[8] Ibid. Lihat Juga: Imam al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil,
Beirut: Darul Kutub Ilmiah. Cet.1, 2004 M / 1424 H, Vol. IV, hal. 376 dan tesis
penulis, Kitab Lawami’ al-Burhan wa Qawathi al-Bayan fi-Ma’any, Dirasah wa
tahqiq, Cairo: Universitas Al-Azhar, 2006 M, Vol.II, hal.730
[9] Imam syihabuddin al-Alusy, Ruh al-Ma’any, Beirut:
Darul Fikr, 1997 M/1417 H, vol.XXIX, hal.182
[10] lihat tesis penulis; Kitab lawani’ al-Burhan, Ibid.
Vol.II, hal.730
[11] Seorang alim dari Mesir, kelahiran Alexandria
tahun 1250 M dan meninggal pada tahun 1309. Beliau adalah syeikh ketiga dalam
tarekat asy-Syadzili. Beliau telah menulis buku lebih dari 20 karya. Dan kitab
al-Hikam adalah pesan-pesan penuh hikmah yang menjadi magnum opusnya, sebuah
karya monumental yang dibaca dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
[12] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab Al-Hikam,
(terj. Dr. Ismail Ba’adillah), Jakarta: Khatulistiwa Press. Cet.I, hal.64,
Hikmah ke-44.
[13] Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawy, al-Imân wa
al-Hidayâh, Cairo: Maktabah Wahbah, Cet.16, 2007 M / 1428 H, hal 173
[14] Iman Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim,
Op.Cit, Vol.IV, hal 568
[15] Seperti hadits qudsy yang diriwayatkan Imam
Muslim dalam shahilnya, kitab al-Birr wa ash-Shilah, hadits no: 2577.
Dari sahabat Nabi saw, Abu Dzar al_Ghifary. (Ibnu Daqiq, al-‘Id, Sayrhu
al-Arba’in an-Nawawiyah, Cairo: Darussalam, Cet.III, 2007 M / 1428 H, hal
207-208)
[16] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab Al-Hikam,
Op.Cit, hal. 226 hikmah ke-170
0 komentar