Faedah Tafsir
Surat Al Kafirun
Segala puji bagi Allah, Rabb yang berhak
disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari tafsir surat Al Kafirun dan
menarik faedah berharga di dalamnya. Semoga manfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ
عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kaafirun: 1-6)
Surat ini adalah surat Makkiyah (yang turun sebelum hijroh).
Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Membaca Surat Al Kaafirun
Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia mengatakan,
كَانَ
يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَ (قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di shalat dua raka’at
thowaf yaitu surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas) dan surat Qul Yaa Ayyuhal
Kaafirun (Al Kaafirun).” (HR. Muslim no. 1218)
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَرَأَ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ (قُلْ يَا
أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di dua raka’at
sunnah Fajr (Qobliyah Shubuh) yaitu surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al
Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas).” (HR. Muslim no. 726)
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,
رَمَقْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ مَرَّةً ،
أَوْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ مَرَّةً يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
وَبَعْدَ الْمَغْرِبِ {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} ، {وَقُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ}.
“Saya melihat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam shalat sebanyak dua puluh
empat atau dua puluh lima kali. Yang beliau baca pada dua rakaat sebelum shalat
subuh dan dua rakaat setelah maghrib adalah surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al
Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas).” (HR. Ahmad 2/95. Syaikh
Syu;aib Al Arnauth mengatakan, sanad hadits ini shahih sesuai syarat
Bukhari-Muslim)
Isi Surat Al Kaafirun
Surat ini berisi ajaran berlepas diri dari amalan yang dilakukan oleh
orang-orang musyrik. Surat ini berisi perintah untuk ikhlas dalam melakukan
amalan (yaitu murni ditujukan pada Allah semata).
Tafsir Surat Al Kaafirun
Firman Allah Ta’ala,
قُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir”. Ayat ini sebenarnya
ditujukan pada orang-orang kafir di muka bumi ini. Akan tetapi, konteks ayat
ini membicarakan tentang kafir Quraisy.
Mengenai surat ini, ada ulama yang menyatakan bahwa karena kejahilan orang
kafir Quraisy, mereka mengajak Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk beribadah kepada berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka
akan bergantian beribadah kepada sesembahan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu Allah Ta’ala) selama setahun pula.
Akhirnya Allah Ta’ala pun menurunkan surat ini. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya
untuk berlepas diri dari agama orang-orang musyrik tersebut secara total.
Yang dimaksud dengan ayat,
لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah”, yaitu berhala dan tandingan-tandingan selain Allah.
Maksud firman Allah selanjutnya,
وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah”, yaitu yang aku sembah adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah Ta’ala firmankan selanjutnya,
وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah”, maksudnya adalah aku tidak akan beribadah dengan mengikuti ibadah yang
kalian lakukan, aku hanya ingin beribadah kepada Allah dengan cara yang Allah
cintai dan ridhoi.
Oleh karena itu selanjutnya Allah Ta’ala mengatakan kembali,
وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah”, maksudnya adalah kalian tidak akan
mengikuti perintah dan syari’at Allah dalam melakukan ibadah, bahkan yang
kalian lakukan adalah membuat-buat ibadah sendiri yang sesuai selera hati
kalian. Hal ini sebagaimana Allah firmankan,
إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ
رَبِّهِمُ الْهُدَى
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan
sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS. An Najm: 23)
Ayat-ayat ini secara jelas menunjukkan berlepas diri dari orang-orang
musyrik dari seluruh bentuk sesembahan yang mereka lakukan.
Seorang hamba seharusnya memiliki sesembahan yang ia sembah. Ibadah yang ia
lakukan tentu saja harus mengikuti apa yang diajarkan oleh sesembahannya. Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai
dengan apa yang Allah syariatkan. Inilah konsekuensi dari kalimat Ikhlas “Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah”. Maksud kalimat yang agung ini adalah “tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah, dan
jalan cara untuk melakukan ibadah tersebut adalah dengan mengikuti ajaran Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Orang-orang musyrik melakukan
ibadah kepada selain Allah, padahal tidak Allah izinkan. Oleh karena itu
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada
mereka,
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Maksud ayat ini
sebagaimana firman Allah,
وَإِنْ
كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا
أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Jika mereka mendustakan kamu, maka
katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri
terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Yunus: 41)
لَنَا
أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu
amal-amal kamu.” (QS. Asy Syura: 15)
Imam Al Bukhari mengatakan,
( لَكُمْ دِينُكُمْ )
الْكُفْرُ . ( وَلِىَ دِينِ ) الإِسْلاَمُ وَلَمْ يَقُلْ دِينِى ، لأَنَّ الآيَاتِ
بِالنُّونِ فَحُذِفَتِ الْيَاءُ كَمَا قَالَ يَهْدِينِ وَيَشْفِينِ . وَقَالَ
غَيْرُهُ ( لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ) الآنَ ، وَلاَ أُجِيبُكُمْ فِيمَا
بَقِىَ مِنْ عُمُرِى ( وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ) . وَهُمُ
الَّذِينَ قَالَ ( وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ
رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا )
“Lakum diinukum”, maksudnya bagi kalian
kekafiran yang kalian lakukan. “Wa liya diin”, maksudnya bagi kami
agama kami. Dalam ayat ini tidak disebut dengan (دِينِى) karena kalimat
tersebut sudah terdapat huruf “nuun”, kemudian “yaa” dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada kalimat (يَهْدِينِ) atau
(يَشْفِينِ). Ulama lain mengatakan bahwa ayat (لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ),
maksudnya adalah aku tidak menyembah apa yang kalian sembah untuk saat ini. Aku juga tidak akan memenuhi ajakan kalian di
sisa umurku (artinya: dan seterusnya aku tidak menyembah apa yang kalian
sembah), sebagaimana Allah katakan selanjutnya (وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ). Mereka mengatakan,
وَلَيَزِيدَنَّ
كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا
“Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan
di antara mereka.” (QS. Al Maidah: 64). Demikian yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari.
Mengenai Ayat Yang Berulang dalam Surat Ini
Mengenai firman Allah yang berulang dalam surat ini yaitu pada ayat,
لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5)
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah.”
Ada tiga pendapat dalam penafsiran ayat
ini:
Tafsiran
pertama: Menyatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah untuk penguatan makna
(ta’kid). Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Jarir dari sebagian pakar bahasa. Yang
semisal dengan ini adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam
Nasyroh: 5-6)
Begitu pula firman Allah Ta’ala,
لَتَرَوُنَّ
الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7)
“Niscaya kamu benar-benar akan melihat
neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul
yaqin.” (QS. At Takatsur: 6-7)
Tafsiran
kedua: Sebagaimana yang dipilih oleh Imam Bukhari dan para pakar tafsir lainnya,
bahwa yang dimaksud ayat,
لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.” Ini untuk masa lampau.
وَلَا أَنَا
عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5)
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah.” Ini untuk masa akan datang.
Tafsiran
ketiga: Yang dimaksud dengan ayat,
لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah.” Yang dinafikan (ditiadakan di sini) adalah perbuatan (menyembah selain
Allah) karena kalimat ini adalah jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali kata
kerja).
Sedangkan ayat,
وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah.” Yang dimaksudkan di sini adalah penafian (peniadaan) menerima sesembahan
selain Allah secara total. Di sini bisa dimaksudkan secara total karena kalimat
tersebut menggunakan jumlah ismiyah (kalimat yang diawali kata benda) dan ini
menunjukkan ta’kid (penguatan makna). Sehingga seakan-akan yang dinafikan dalam
ayat tersebut adalah perbuatan (menyembah selain Allah) dan ditambahkan tidak
menerima ajaran menyembah selain Allah secara total. Yang dimaksud ayat ini
pula adalah menafikan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin
sama sekali menyembah selain Allah. Tafsiran yang terakhir ini pula adalah
tafsiran yang bagus. Wallahu a’lam.
Faedah Berharga dari Surat Al Kafirun
1. Dalam ayat ini
dijelaskan adanya penetapan aqidah meyakini takdir Allah, yaitu orang kafir ada
yang terus menerus dalam kekafirannya, begitu pula dengan orang beriman.
2. Kewajiban berlepas diri
(baro’) secara lahir dan batin dari orang kafir dan sesembahan mereka.
3. Adanya tingkatan yang
berbeda antara orang yang beriman dan orang kafir atau musyrik.
4. Ibadah yang bercampur
kesyirikan (tidak ikhlas), tidak dinamakan ibadah.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.
Referensi:
Aysarut Tafasir, Abu Bakr Jabir Al
Jazairi
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah
Qurthubah
Taysir Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin
Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah.
Sumber : https://rumaysho.com/1062-faedah-tafsir-surat-al-kafirun.html
Sumber : https://rumaysho.com/1062-faedah-tafsir-surat-al-kafirun.html
0 komentar