Menyiapkan diri untuk kehidupan akhiratnya




Tafsir Surat Al Hasyr Ayat 18-24
Ayat 18-20: Mengingatkan kaum mukmin dengan hari Kiamat, dan menjelaskan perbedaan antara penghuni surga dan penghuni neraka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٨) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (١٩) لا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ (٢٠)
Terjemah Surat Al Hasyr Ayat 18-20

18. [1]Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
19. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri[2]. Mereka itulah orang-orang yang fasik[3].
20. Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga; para penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan[4].

Ayat 21-24: Menerangkan tentang keagungan Al Qur’an, menyucikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari sifat-sifat kekurangan dan menyebutkan beberapa Al Asmaa’ul Husna dan sifat-sifat-Nya Yang Tinggi.


لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (٢١) هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (٢٢)هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (٢٣) هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢٤)

Terjemah Surat Al Hasyr Ayat 21-24

21. [5]Sekiranya Kami turunkan Al Quran ini kepada sebuah gunung[6], pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berfikir.
22. [7]Dialah Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. [8]Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
23. Dialah Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha Raja, Yang Mahasuci[9], Yang Mahasejahtera[10], Yang Memberikan keamanan[11], Yang Maha Mengawasi, Yang Mahaperkasa[12], Yang Mahakuasa[13], Yang memiliki segala keagungan[14]. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan[15].
24. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa[16], Dia memiliki nama-nama yang indah[17]. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana[18].

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk melakukan kehendak dari keimanan dan konsekwensinya yaitu tetap bertakwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala baik dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan dan dalam setiap keadaan serta memperhatikan perintah Allah baik syariat-Nya maupun batasan-Nya serta memperhatikan apa yang dapat memberi mereka manfaat dan membuat mereka celaka serta memperhatikan hasil dari amal yang baik dan amal yang buruk pada hari Kiamat. Karena ketika mereka menjadikan akhirat di hadapan matanya dan di depan hatinya, maka mereka akan bersungguh-sungguh memperbanyak amal yang dapat membuat mereka berbahagia di sana, menyingkirkan penghalang yang dapat memberhentikan mereka dari melakukan perjalanan atau menghalangi mereka atau bahkan memalingkan mereka darnya. Demikian juga, ketika mereka mengetahui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala Mahateliti terhadap apa yang mereka kerjakan, dimana amal mereka tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya dan tidak akan sia-sia serta diremehkan-Nya, maka yang demikian dapat membuat mereka semakin semangat beramal saleh.
Ayat ini merupakan asas dalam meintrospeksi diri, dan bahwa sepatutnya seorang hamba memeriksa amal yang dikerjakannya, ketika ia melihat ada yang cacat, maka segera disusul dengan mencabutnya, bertobat secara tulus (taubatan nashuha) dan berpaling dari segala sebab yang dapat membawa dirinya kepada cacat tersebut. Demikian juga ketika ia melihat kekurangan pada dirinya dalam menjalankan perintah Allah, maka ia mengerahkan kemampuannya sambil meminta pertolongan kepada Tuhannya untuk dapat menyempurnakan kekurangan itu dan memperbaikinya serta mengukur antara nikmat-nikmat Allah dan ihsan-Nya yang banyak dengan kekurangan pada amalnya, dimana hal itu akan membuatnya semakin malu kepada-Nya. Sungguh rugi seorang yang lalai terhadap masalah ini dan mirip dengan orang-orang yang lupa kepada Allah; lalai dari mengingat-Nya serta lalai dari memenuhi hak-Nya dan mendatangi keuntungan terbatas bagi dirinya dan hawa nafsunya sehingga mereka tidak mendapatkan keberuntungan, bahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan mereka lupa terhadap maslahat diri mereka, maka keadaan mereka menjadi melampaui batas, mereka pulang ke akhirat dengan membawa kerugian di dunia dan akhirat serta tertipu dengan tipuan yang sulit ditutupi, karena mereka adalah orang-orang yang fasik.
[2] Yakni janganlah kamu kamu lupa mengingat Allah, sehingga Dia menjadikan kamu lupa beramal saleh untuk maslahat dirimu, karena balasan disesuaikan dengan jenis amalan.
[3] Yaitu orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan menjatuhkan diri mereka ke lembah kemaksiatan.
[4] Maksudnya, apakah sama antara orang yang menjaga ketakwaan kepada Allah dan memperhatikan amal yang dilakukannya untuk menghadapi akhirat sehingga ia berhak mendapatkan surga dan kehidupan yang menyenangkan dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah, melupakan hak-hak-Nya sehingga ia pun menjadi celaka di dunia dan berhak mendapatkan neraka di akhirat? Yang pertama memperoleh kemenangan, sedangkan yang kedua memperoleh kerugian.
[5] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan kepada hamba-hamba-Nya apa yang telah Dia terangkan, demikian pula Dia telah menyebutkan perintah dan larangan, dimana hal ini mengharuskan mereka untuk bersegera kepada apa yang diserukan itu dan meskipun hati mereka dalam hal kerasnya seperti gunung, namun Al Qur’an ini karena dalam nasihatnya dan perintah-perintah dan larangan-larangannya mengandung hikmah dan maslahat, maka sekiranya diturunkan ke atas suatu gunung, tentu engkau akan melihat gunung tersebut tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Perintah-perintah itu perintah yang paling mudah bagi hati dan paling ringan bagi badan serta bersih dari taklif (pembebanan) yang berat dan menindas, dan perintah-perintah itu cocok di setiap waktu, tempat dan umat.
Di penghujung ayat Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia membuat perumpamaan itu dan menerangkan yang halal dan yang haram kepada hamba-hamba-Nya adalah agar mereka memikirkan ayat-ayatnya dan mentadabburinya, karena dengan memikirkan dan mentadabburinya akan terbuka berbagai macam ilmu, menerangkan kepada seseorang jalan kebaikan dan keburukan, mendorongnya berakhlak mulia dan mencegahnya dari akhlak yang buruk, sehingga tidak ada yang paling memberikan manfaat bagi seorang hamba daripada memikirkan Al Qur’an dan mentadabburi maknanya.
[6] Dan ia dijadikan mampu membedakan seperti halnya manusia, sebagaimana disebutkan dalam tafsir Al Jalaalain.
[7] Ayat ini dan setelahnya mengandung banyak nama-nama Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, agung perkaranya dan indah buktinya. Dia memberitahukan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala adalah Tuhan yang berhak disembah karena kesempurnaan-Nya, ihsan-Nya yang merata dan pengaturan-Nya yang menyeluruh. Oleh karena itu, segala sesembahan selain-Nya adalah batil; tidak berhak disembah karena keadaannya yang fakir, lemah dan memiliki banyak kekurangan serta tidak berkuasa apa-apa terhadap dirinya maupun selainnya.
[8] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati Diri-Nya dengan pengetahuan-Nya yang menyeluruh baik yang gaib bagi makhluk maupun yang tidak gaib (tampak), demikian juga dengan meratanya rahmat-Nya yang mengena kepada segala sesuatu. Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengulangi lagi uluhiyyah-Nya (keberhakan-Nya diibadahi, tidak selain-Nya), dan bahwa Dia yang memiliki segala sesuatu baik alam bagian atas, alam bagian bawah maupun penghuninya, semuanya milik Allah, butuh kepada-Nya dan diatur-Nya.
[9] Dari segala yang tidak layak bagi-Nya.
[10] Yang selamat dari aib dan kekurangan; yang diagungkan dan dimuliakan.
[11] Bisa juga diartikan yang membenarkan para rasul-Nya dengan ayat dan mukjizat, dengan hujjah dan bukti.
[12] Dia tidak dapat dikalahkan, bahkan Dia menundukkan segala sesuatu dan segala sesuatu tunduk kepada-Nya.
[13] Dia menundukkan semua makhluk, menutupi hati orang yang sedih dan mengkayakan orang yang fakir.
[14] Dia memiliki kebesaran dan keagungan, Dia bersih dari segala aib, kekurangan dan kezaliman.
[15] Ini adalah pensucian-Nya secara umum dari segala sifat yang diberikan orang-orang musyrik untuk-Nya.
[16] Nama-nama ini terkait dengan menciptakan, mengatur dan menentukan, dimana semua itu hanya Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang melakukan tanpa ada sekutu.
[17] Dia memiliki nama-nama yang banyak sekali, dimana tidak ada yang dapat menjumlahkannya selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Meskpun begitu, semua nama-Nya adalah indah, sifat-sifat yang sempurna, bahkan menunjukkan sifat yang paling sempurna dan paling agung, dimana tidak ada kekurangan di sana dari berbagai sisi. Di antara indahnya adalah bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyukainya, menyukai orang yang menyukainya dan menyukai orang-orang yang berdoa dan meminta dengan nama-nama itu. Demikian pula di antara sempurnanya dan bahwa Dia memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi adalah bahwa semua yang ada di langit dan di bumi butuh terus kepada-Nya, bertasbih dengan memuji-Nya, meminta dipenuhi kebutuhannya, lalu Dia memberikan apa yang mereka minta itu dari karunia-Nya dan kemurahan-Nya yang dikehendaki oleh rahmat dan hikmah-Nya.
[18] Apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan hal itu tidak terjadi kecuali karena hikmah dan maslahat.
(http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-surat-al-hasyr-ayat-18-24.html)

You Might Also Like

0 komentar