Shalat Isya' Hari 4 Ramadan 1441 Di Masjidil Haram Dengan Imam Sheikh Shuraim
- 03.35
- By faridan
- 0 Comments
Tafsir Surat
Al-Infithar
Surat ini terdiri
dari 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah dan diturunkan sesudah
surat An-Naazi’aat. Al-Infithaar yang dijadikan nama untuk surat ini adalah
kata asal dari dari kata “Infatharat” (terbelah) yang terdapat pada ayat
pertama.
Kandungan Surat:
Surat ini engabarkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari kiamat, peringatan kepada menusia
agar tidak terpedaya sehingga durhaka kepada Allah, adanya malaikat yang selalu
menjaga dan mencatat segala amal perbuatan manusia, pada hari kiamat manusia tak
dapat menolong orang lain, hanya kekuasaan Allahlah yang berlaku pada waktu
itu.
Terjemah Surat Al
Infithar
Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-5: Peristiwa
yang akan disaksikan pada hari Kiamat dan peristiwa setelahnya berupa hisab dan
pembalasan.
1. Apabila langit
terbelah,
2. dan apabila
bintang-bintang jatuh berserakan,
3. dan apabila
lautan dijadikan meluap,
4. dan apabila
kuburan-kuburan dibongkar,
5. (maka) setiap
jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.
Ayat 6-12: Celaan
terhadap manusia yang durhaka kepada Allah dan penjelasan bahwa Allah
Subhaanahu wa Ta'aala telah menugaskan para malaikat untuk mencatat amal
manusia.
6. Wahai manusia!
Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang
Maha Pengasih.
7. Yang telah
menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu
seimbang,
8. dalam bentuk apa
saja yang dikehendaki, Dia menyusun tubuhmu.
9. Sekali-kali
jangan begitu! Bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.
10. Dan sesungguhnya
bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
11. Yang mulia (di
sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu),
12. Mereka
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat 13-19: Keadaan
orang-orang yang baik dan keadaan orang-orang yang buruk pada hari Kiamat.
13. Sesungguhnya
orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh)
kenikmatan,
14. dan sesungguhnya
orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.
15. Mereka masuk ke
dalamnya pada hari pembalasan.
16. Dan mereka tidak
mungkin keluar dari neraka itu.
17. Dan tahukah kamu
apakah hari pembalasan itu?
18. Sekali lagi,
tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
19. (Yaitu) pada
hari (ketika) seseorang tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan
pada hari itu dalam kekuasaan Allah.
TAFSIR SURAT
AL-INFITHAR
Allah Ta’ala
berfirman: idzas samaa-ung fatharat (“Apabila langit terbelah.”) Infatharat (“انفَطَرَتْ“) artinya انشقت, yaitu pecah. Sebab langit
nanti pada hari kiamat itu akan pecah., wa idzal kawaakibun tatsarat (“Dan
apabila bintang-bintang jatuh berserakan.”) Intatsarat (“انتَثَرَتْ“) artinya “تساقطت“, artinya berjatuhan.
Jadi Allah mengatakan bahwa bintang-bintang itu akan berjatuhan ke bumi. Ini
menunjukkan bahwa bumi itu memang yang paling rendah, maka ketika hari kiamat
terjadi bintang-bintang itu akan berjatuhan. Wa idzal bihaaru fujjirat (“Dan
apabila lautan dijadikan meluap.”) ‘Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu
‘Abbas: “Allah melupakan air itu sebagaian atas sebagian lainnya.” Al-Hasan
mengatakan: “Allah meluapkan air itu dan setelah itu lenyaplah air itu.” Wa
idzal qubuuru bu’tsirat (“Dan apabila kuburan-kuburan itu dibongkar.”) Ibnu
‘Abbas mengatakan: “Yakni dikeluarkan.” As-Suddi mengemukakan: “Kuburan itu
berserakan dan bergerak sehingga keluarlah orang yang ada di dalamnya.” ‘Alimat
nafsum maa qaddamat wa-akhkharat (“Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang
telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.”) maksudnya, yang ini sampai pada yang
ini [apabila melakukan ini akan berakibat begini].
Firman Allah: yaa
ayyuHal ingsaanu maa gharraqa birabbikal kariim (“Hai manusia, apakah yang
telah memperdayakanmu [berbuat durhaka] terhadap Rabb-mu Yang Mahapemurah.”)
yang demikian itu merupakan ancaman, tidak seperti yang dikira sebagian orang,
bahwa hal itu merupakan bimbingan kepada jawaban, di mana Rabb Yang Mahapemurah
berfirman, sehingga ada orang di antara mereka yang mengatakan bahwa dia telah
diperdaya oleh kemurahan-Nya. Tetapi makna di dalam ayat ini ialah, apa yang
telah memperdaya kalian, hai anak Adam, sehingga kalian berbuat durhaka kepada
Rabb kalian Yang Mahapemurah, yakni Mahaagung, sehingga kalian berani berbuat
maksiat kepada-Nya dan kalian membalas dengan sesuatu yang tidak selayaknya.
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan bahwa ‘Umar pernah mendengar seseorang yang membaca: yaa ayyuHal
ingsaanu maa gharraqa birabbikal kariim, maka ‘Umar pun berkata:”Kebodohan.”
Dan firman-Nya:
alladzii khalaqaka fasawwaaka fa-‘adalaka (“Yang telah menciptakanmu, lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]mu seimbang.”)
maksudnya, apa yang telah memperdayakanmu terhadap Rabb Yang Mahapemurah, Dan
firman-Nya: alladzii khalaqaka fasawwaaka fa-‘adalaka (“Yang telah menciptakanmu,
lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]mu seimbang.”)
yakni menjadikanmu normal, tegak, mempunyai tubuh yang seimbang, dengan
tampilan dan bentuk yang sangat baik. Imam Ahmad meriwayatkan dari Bisyir bin
Jahsy al-Qurasyi bahwa Rasulullah sholalluhu'alaihi wasallam pada suatu hari
pernah meludah di telapak tangannya, lalu di atasnya beliau meletakkan jari
beliau dan kemudian bersabda: “Allah telah berfirman: ‘Hai anak Adam, bagaimana
bisa engkau menilain Diri-Ku lemah padahal Aku telah menciptakanmu seperti ini?
Sehingga jika Aku telah menyempurnakan dirimu dan membuatmu seimbang, maka
engkau berjalan di antara ummat manusia. Dan bumi akan menguburmu. Lalu engkau
mengumpulkan [kekayaan] dan engkau sangat kikir sehingga apabila nafas sudah
mendesak sampai kerongkongan, engkau baru mengatakan: Aku akan bersedekah dan
kapan waktunya bersedekah?’” demikian hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
Firman Allah: fii
ayyi shuuratim maa syaa-a rakkabaka (“Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki,
Dia menyusun tubuhmu.”) Mujahid mengatakan: “Menyerupai siapa: bapak, ibu,
paman dari ibu atau paman dari bapak?” dan dalam kitab ash-shahihain disebutkan
dari Abu Hurairah, bahwasannya ada seseorang yang berkata: “Wahai Rasulallah,
sesungguhnya istriku telah melahirkan seorang anak berkulit hitam.” Beliau
bertanya: “Apakah engkau memiliki seekor unta?” “Ya.” Jawabnya. Beliau
bertanya: “Apa warnanya?” “Merah.” Jawabnya. Beliaupun bertanya lagi: “Adakah
di antaranya yang berwarna keabu-abuan?” Dia menjawab: “Ya, ada.” Beliau
bersabda: “Lalu darimana warna itu dimilikinya?” Orang itu menjawab: “Mungkin
karena adanya kecenderungan gen.” Beliau pun bersabda: “Dan bayi inipun
barangkali karena kecenderungan gen.”
Dan mengenai firman
Allah: fii ayyi shuuratim maa syaa-a rakkabaka (“Dalam bentuk apa saja yang Dia
kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.”) ‘Ikrimah mengatakan: “Jika berkehendak, Dia
akan menciptakan dalam bentuk kera, dan jika Dia mau dia akan menciptakan dalam
bentuk babi.
Firman Allah: Kallaa
bal tukadzdzibuuna biddiin (“Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan
hari pembalasan.”) maksudnya, sebenarnya yang membuat kalian menentang Allah
Yang Mahapemurah dan melawan-Nya dengan berbuat maksiat itu adalah kedustaan
yang ada di dalam hati kalian terhadap hari kiamat, pembalasan dan perhitungan.
Dan firman-Nya lebih
lanjut: wa inna ‘alaikum lahaafidhiina kiraamang kaatibiina ya’lamuuna maa
taf’aluun (“Padahal sesungguhnya bagimu ada [malaikat-malaikat] yang mengawasi
[pekerjaanmu], yang mulia [di sisi Allah] dan yang mencatat
[pekerjaan-pekerjaanmu itu], mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) yakni,
dan sesungguhnya pada kalian ada malaikat yang senantiasa menjaga lagi mulia.
Oleh karena itu, janganlah kalian membalas mereka dengan berbagai perbuatan
buruk, dan sesungguhnya mereka akan menulis semua amal perbuatan kalian.
Allah memberitahukan
tentang akhir bagi orang-orang yang berbuat baik, yaitu berupa kenikmatan.
Yakni mereka yang mentaati Allah dan tidak membalasnya dengan berbagai perbuatan
maksiat. Setelah itu Dia juga menceritakan tentang kesudahan bagi orang-orang
yang berbuat kejahatan, yaitu berupa neraka dan adzab yang abadi. Oleh karena
itu, Dia berfirman: yash-launaHaa yaumaddiin (“Merek masuk ke dalamnya pada
hari pembalasan.”) yakni hari perhitungan, pemberian balasan, dan hari kiamat.
Wa maa Hum ‘anHaa bighaa-ibiin (“Dan mereka sekali-sekali tidak dapat keluar
dari neraka itu.”) maksudnya mereka tidak akan lepas dari adzab meski hanya
sebentar saja, dan tidak juga mereka diringankan dari adzab-Nya, serta tidak
juga dikabulkan permohonan mereka agar dimatikan saja atau dibiarkan
beristirahat meski hanya satu hari saja.
Firman Allah: wa maa
adraaka maa yaumuddiin (“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?”) merupakan
pengagungan terhadap keadaan pada hari kiamat. Kemudian Dia mempertegas dengan
firman-Nya: tsumma maa adraaka maa yaumuddiin (“Sekali lagi, tahukah kamu
apakah hari pembalasan itu?” selanjutnya Dia menafsirkannya melalui firman-Nya:
yauma laa tamliku nafsul linafsing syai-aa (“[Yaitu] hari [ketika] seseorang
tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain.”) maksudnya tidak ada
seorangpun yang mampu memberikan manfaat kepada orang lain dan tidak juga
melepaskannya dari apa yang telah dialaminya kecuali jika Allah mengizinkan
kepada siapa yang dikehendakinya dan diridlai-Nya. Oleh karena itu Dia
berfirman: wal amru yauma-idzil lillaaH (“Dan segala urusan pada hari itu dalam
kekuasaan Allah.”)
yauma laa tamliku
nafsul linafsing syai-aa. wal amru yauma-idzil lillaaH (“[Yaitu] hari [ketika]
seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan
pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”) Qatadah mengungkapkan: “Demi Allah, semua
urusan pada hari itu hanya berada di tangan Allah semata, tidak ada seorangpun
pada hari itu yang dapat menentang keputusan-Nya.”
(https://assunnah-qatar.com/)
0 komentar