Shalat Isya' Hari 4 Ramadan 1441 Di Masjidil Haram Dengan Imam Sheikh Shuraim




Tafsir Surat Al-Infithar

Surat ini terdiri dari 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah dan diturunkan sesudah surat An-Naazi’aat. Al-Infithaar yang dijadikan nama untuk surat ini adalah kata asal dari dari kata “Infatharat” (terbelah) yang terdapat pada ayat pertama.

Kandungan Surat:

Surat ini engabarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari kiamat, peringatan kepada menusia agar tidak terpedaya sehingga durhaka kepada Allah, adanya malaikat yang selalu menjaga dan mencatat segala amal perbuatan manusia, pada hari kiamat manusia tak dapat menolong orang lain, hanya kekuasaan Allahlah yang berlaku pada waktu itu.

Terjemah Surat Al Infithar

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Peristiwa yang akan disaksikan pada hari Kiamat dan peristiwa setelahnya berupa hisab dan pembalasan.

1. Apabila langit terbelah,
2. dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,
3. dan apabila lautan dijadikan meluap,
4. dan apabila kuburan-kuburan dibongkar,
5. (maka) setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.

Ayat 6-12: Celaan terhadap manusia yang durhaka kepada Allah dan penjelasan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menugaskan para malaikat untuk mencatat amal manusia.

6. Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pengasih.
7. Yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang,
8. dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia menyusun tubuhmu.
9. Sekali-kali jangan begitu! Bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.
10. Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
11. Yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu),
12. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat 13-19: Keadaan orang-orang yang baik dan keadaan orang-orang yang buruk pada hari Kiamat.

13. Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan,
14. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.
15. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.
16. Dan mereka tidak mungkin keluar dari neraka itu.
17. Dan tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
18. Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
19. (Yaitu) pada hari (ketika) seseorang tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.

TAFSIR SURAT AL-INFITHAR

Allah Ta’ala berfirman: idzas samaa-ung fatharat (“Apabila langit terbelah.”) Infatharat (“انفَطَرَ‌تْ“) artinya انشقت, yaitu pecah. Sebab langit nanti pada hari kiamat itu akan pecah., wa idzal kawaakibun tatsarat (“Dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan.”) Intatsarat (“انتَثَرَ‌تْ“) artinya “تساقطت“, artinya berjatuhan. Jadi Allah mengatakan bahwa bintang-bintang itu akan berjatuhan ke bumi. Ini menunjukkan bahwa bumi itu memang yang paling rendah, maka ketika hari kiamat terjadi bintang-bintang itu akan berjatuhan. Wa idzal bihaaru fujjirat (“Dan apabila lautan dijadikan meluap.”) ‘Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas: “Allah melupakan air itu sebagaian atas sebagian lainnya.” Al-Hasan mengatakan: “Allah meluapkan air itu dan setelah itu lenyaplah air itu.” Wa idzal qubuuru bu’tsirat (“Dan apabila kuburan-kuburan itu dibongkar.”) Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yakni dikeluarkan.” As-Suddi mengemukakan: “Kuburan itu berserakan dan bergerak sehingga keluarlah orang yang ada di dalamnya.” ‘Alimat nafsum maa qaddamat wa-akhkharat (“Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.”) maksudnya, yang ini sampai pada yang ini [apabila melakukan ini akan berakibat begini].

Firman Allah: yaa ayyuHal ingsaanu maa gharraqa birabbikal kariim (“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu [berbuat durhaka] terhadap Rabb-mu Yang Mahapemurah.”) yang demikian itu merupakan ancaman, tidak seperti yang dikira sebagian orang, bahwa hal itu merupakan bimbingan kepada jawaban, di mana Rabb Yang Mahapemurah berfirman, sehingga ada orang di antara mereka yang mengatakan bahwa dia telah diperdaya oleh kemurahan-Nya. Tetapi makna di dalam ayat ini ialah, apa yang telah memperdaya kalian, hai anak Adam, sehingga kalian berbuat durhaka kepada Rabb kalian Yang Mahapemurah, yakni Mahaagung, sehingga kalian berani berbuat maksiat kepada-Nya dan kalian membalas dengan sesuatu yang tidak selayaknya.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa ‘Umar pernah mendengar seseorang yang membaca: yaa ayyuHal ingsaanu maa gharraqa birabbikal kariim, maka ‘Umar pun berkata:”Kebodohan.”

Dan firman-Nya: alladzii khalaqaka fasawwaaka fa-‘adalaka (“Yang telah menciptakanmu, lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]mu seimbang.”) maksudnya, apa yang telah memperdayakanmu terhadap Rabb Yang Mahapemurah, Dan firman-Nya: alladzii khalaqaka fasawwaaka fa-‘adalaka (“Yang telah menciptakanmu, lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]mu seimbang.”) yakni menjadikanmu normal, tegak, mempunyai tubuh yang seimbang, dengan tampilan dan bentuk yang sangat baik. Imam Ahmad meriwayatkan dari Bisyir bin Jahsy al-Qurasyi bahwa Rasulullah sholalluhu'alaihi wasallam pada suatu hari pernah meludah di telapak tangannya, lalu di atasnya beliau meletakkan jari beliau dan kemudian bersabda: “Allah telah berfirman: ‘Hai anak Adam, bagaimana bisa engkau menilain Diri-Ku lemah padahal Aku telah menciptakanmu seperti ini? Sehingga jika Aku telah menyempurnakan dirimu dan membuatmu seimbang, maka engkau berjalan di antara ummat manusia. Dan bumi akan menguburmu. Lalu engkau mengumpulkan [kekayaan] dan engkau sangat kikir sehingga apabila nafas sudah mendesak sampai kerongkongan, engkau baru mengatakan: Aku akan bersedekah dan kapan waktunya bersedekah?’” demikian hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

Firman Allah: fii ayyi shuuratim maa syaa-a rakkabaka (“Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.”) Mujahid mengatakan: “Menyerupai siapa: bapak, ibu, paman dari ibu atau paman dari bapak?” dan dalam kitab ash-shahihain disebutkan dari Abu Hurairah, bahwasannya ada seseorang yang berkata: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya istriku telah melahirkan seorang anak berkulit hitam.” Beliau bertanya: “Apakah engkau memiliki seekor unta?” “Ya.” Jawabnya. Beliau bertanya: “Apa warnanya?” “Merah.” Jawabnya. Beliaupun bertanya lagi: “Adakah di antaranya yang berwarna keabu-abuan?” Dia menjawab: “Ya, ada.” Beliau bersabda: “Lalu darimana warna itu dimilikinya?” Orang itu menjawab: “Mungkin karena adanya kecenderungan gen.” Beliau pun bersabda: “Dan bayi inipun barangkali karena kecenderungan gen.”

Dan mengenai firman Allah: fii ayyi shuuratim maa syaa-a rakkabaka (“Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.”) ‘Ikrimah mengatakan: “Jika berkehendak, Dia akan menciptakan dalam bentuk kera, dan jika Dia mau dia akan menciptakan dalam bentuk babi.

Firman Allah: Kallaa bal tukadzdzibuuna biddiin (“Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.”) maksudnya, sebenarnya yang membuat kalian menentang Allah Yang Mahapemurah dan melawan-Nya dengan berbuat maksiat itu adalah kedustaan yang ada di dalam hati kalian terhadap hari kiamat, pembalasan dan perhitungan.

Dan firman-Nya lebih lanjut: wa inna ‘alaikum lahaafidhiina kiraamang kaatibiina ya’lamuuna maa taf’aluun (“Padahal sesungguhnya bagimu ada [malaikat-malaikat] yang mengawasi [pekerjaanmu], yang mulia [di sisi Allah] dan yang mencatat [pekerjaan-pekerjaanmu itu], mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) yakni, dan sesungguhnya pada kalian ada malaikat yang senantiasa menjaga lagi mulia. Oleh karena itu, janganlah kalian membalas mereka dengan berbagai perbuatan buruk, dan sesungguhnya mereka akan menulis semua amal perbuatan kalian.

Allah memberitahukan tentang akhir bagi orang-orang yang berbuat baik, yaitu berupa kenikmatan. Yakni mereka yang mentaati Allah dan tidak membalasnya dengan berbagai perbuatan maksiat. Setelah itu Dia juga menceritakan tentang kesudahan bagi orang-orang yang berbuat kejahatan, yaitu berupa neraka dan adzab yang abadi. Oleh karena itu, Dia berfirman: yash-launaHaa yaumaddiin (“Merek masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.”) yakni hari perhitungan, pemberian balasan, dan hari kiamat. Wa maa Hum ‘anHaa bighaa-ibiin (“Dan mereka sekali-sekali tidak dapat keluar dari neraka itu.”) maksudnya mereka tidak akan lepas dari adzab meski hanya sebentar saja, dan tidak juga mereka diringankan dari adzab-Nya, serta tidak juga dikabulkan permohonan mereka agar dimatikan saja atau dibiarkan beristirahat meski hanya satu hari saja.

Firman Allah: wa maa adraaka maa yaumuddiin (“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?”) merupakan pengagungan terhadap keadaan pada hari kiamat. Kemudian Dia mempertegas dengan firman-Nya: tsumma maa adraaka maa yaumuddiin (“Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?” selanjutnya Dia menafsirkannya melalui firman-Nya: yauma laa tamliku nafsul linafsing syai-aa (“[Yaitu] hari [ketika] seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain.”) maksudnya tidak ada seorangpun yang mampu memberikan manfaat kepada orang lain dan tidak juga melepaskannya dari apa yang telah dialaminya kecuali jika Allah mengizinkan kepada siapa yang dikehendakinya dan diridlai-Nya. Oleh karena itu Dia berfirman: wal amru yauma-idzil lillaaH (“Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”)

yauma laa tamliku nafsul linafsing syai-aa. wal amru yauma-idzil lillaaH (“[Yaitu] hari [ketika] seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”) Qatadah mengungkapkan: “Demi Allah, semua urusan pada hari itu hanya berada di tangan Allah semata, tidak ada seorangpun pada hari itu yang dapat menentang keputusan-Nya.”
(https://assunnah-qatar.com/)

You Might Also Like

0 komentar